Aku berlari, mencari Syifa kesana kemari. Tapi tak kunjung aku temukan. Syifa dimana kamu? batinku. Aku mulai memikirkan tempat dimana biasanya Syifa menyendiri.
Tebakan awal ku adalah kamar. Aku mencari di berbagai sudut kamar. Tapi, tetap hasilnya nihil, tak ada Syifa disana.
Yang kedua aku berpikir bahwa Syifa sedang berada dengan Kak Nisya. Karena semenjak Syifa mengenalku, dia juga mengenal Kak Nisya dengan baik. Kemungkinan bisa saja terjadi. Jika Syifa menghampiri Kak Nisya untuk sekedar curhat.
Selang beberapa menit, akhirnya aku bisa bertemu dengan Kak Nisya. Sayangnya, tak ada Syifa di dekat Kak Nisya. Aku mulai frustasi. Sepertinya aku harus menanyakan ini ke Kak Nisya.
"Kak, maaf mengganggu waktunya, aku mau tanya, apa kakak melihat Syifa beberapa menit yang lalu?" tanyaku pada Kak Nisya.
"Eum ..., aku tidak melihatnya. Bahkan seharian ini aku belum bertemu dengan dia. Ada apa Ira? Sepertinya kamu cemas sekali?" Kak Nisya mulai penasaran dengan sikap Ira.
"Jadi begini Kak ...." Ira menjelaskan dari awal hingga akhir permasalahan yang terjadi juga pertemuan dengan Kak Izam yang tidak disengaja. (Isi permasalahannya ada di part sebelumnya)
"Oh, begitu, Ra. Sepertinya kakak mulai paham, inti dari permasalahan ini. Sepertinya Syifa mulai menyukai Riza tanpa sadar. Sehingga saat Riza mengungkapkan ingin berta'aruf denganmu ia merasa hatinya sakit. Meski itu juga pertama kalinya dia bertemu Riza. Cinta itu datang tanpa diduga dan pergi pun tak diketahui," ujar Kak Nisya.
"Terus aku harus gimana Kak? Aku buntu sekarang." Aku meminta saran ke Kak Nisya.
"Coba kamu ingat-ingat lagi ke tempat mana biasanya Syifa menyendiri? Oh, ya kamu bilang tadi bertemu dengan Izam kan yah?" Kak Nisya memintaku untuk mengingat kembali dan menanyakan kak Nizam.
"Baik kak, akan aku ingat-ingat lagi. Iya kak. Semoga aja dia tidak melaporkan aku pada Abah karena udah bertemu dengan santri putra. Tapi sungguh, tadi aku bersama dengan Syifa, hanya saja saat Kak Izam berada disana, Syifa telah pergi," ucapku dengan nada sedikit pasrah.
"Iya kakak tahu, Ra. Izam nggak akan mungkin melaporkanmu, Ra." Ucapan Kak Nisya akhirnya membuat pikiranku menjadi lebih tenang.
"Kenapa kakak bisa berpikir seperti itu?" tanyaku penasaran.
"Karena ada satu hal, atau mungkin banyak hal, yang kamu belum tahu, hehe, " ucap Kak Nisya sambil terkekeh.
"Baiklah kak, aku akan mencari Syifa lagi. Nanti kalau kakak bertemu dengan dia. Tolong katakan aku mengkhawatirkan nya!"
"Oke, Ra," ujar kak Nisya pada ku.
Aku pergi menjauh dari Kak Nisya. Ada rasa penasaran dengan perkataan Kak Nisya tadi.
"Maksud kak Nisya apa yah? Aku merasa seperti ada yang disembunyikan?"
Namun, ku tepis jauh-jauh. Saat ini yang paling penting adalah keberadaan Syifa dan kondisi Syifa.
"Ya Allah, dimana kamu Syifa? Aku harus mencari kamu kemana lagi?"
Aku mulai menyerah. Tapi seketika aku melihat ke atap gedung, aku melihat seorang wanita berperawakan seperti Syifa. Jilbab yang dipakai pun sama dengan Syifa.
Aku melangkahkan kaki ke atap gedung, menaiki tangga. Semoga saja, wanita itu benar-benar Syifa.
Dari kejauhan aku mendengar tangisan wanita ini. Begitu sakit rasanya, karena aku dia menangis.
"Hiks ... Hiks ..., kenapa aku menangis seperti ini? Padahal kan, aku baru bertemu dengan Kak Riza. Ira pun sama baru bertemu dengan dia. Ta-pi ta-pi kenapa aku merasa sakit saat Kak Riza ingin berta'aruf dengan Ira?" Syifa menangis dengan sejadi-jadinya.
Aku yang sedari tadi sudah berada di belakang Syifa, ingin sekali memeluknya. Ingin menjelaskan bahwa aku menolak ajakan ta'aruf itu. Tapi, aku urungkan niat, biarlah Syifa tenang dulu. Aku akan menunggu sampai dia tidak menangis terisak lagi.
"Bodoh kamu Syifa! Kenapa pergi meninggalkan Ira? Bahkan, kamu belum tau jawaban apa yang Ira berikan." Syifa merutukki segala perbuatan yang telah terjadi.
"Hai." Aku menyapa sambil memberikan senyum manis pada Syifa. Kemudian memeluk Syifa.
"Tolong katakan padaku, Syifa!! Apa yang kamu rasakan? Bukankah kita telah berjanji dahulu, akan berbagi suka maupun duka?" ucapku agar Syifa memberikan jawaban. Kemudian melepas pelukanku.
"Ke-kenapa kamu ada disini? Apa kamu juga mendengar semua perkataan ku tadi?" Syifa bukannya menjawab, ia bahkan bertanya balik kepadaku.
"Karena aku melihat sahabatku tengah menangis, dan tak akan pernah aku biarkan dia menangis lagi. Iya, aku mendengar semua perkataan mu tadi," ucapku seraya senyum.
"Maafkan aku Ra!" Syifa mulai terisak kembali.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan disini, Syifa. Kamu hanya salah paham, aku dengan Kak Riza tidak ada hubungan apapun. Aku telah menolak ajakan dia untuk berta'aruf. Bahkan, tadi aku sempat bertemu dengan Kak Izam, dia menuduhku sedang berduaan." Ucapku ini mampu membuat Syifa bahagia sekaligus penasaran.
"Maaf, aku pergi meninggalkanmu tadi. Apakah kamu menyukai Kak Izam?" tanya Syifa.
"Sudahlah tak perlu kita bahas yang lalu, yang penting kamu sudah mendengar penjelasan ku. Dan kamu harus jujur dengar hatimu. Berbagilah denganku. Untuk Kak Izam, entahlah ini rasa suka atau kagum, aku pun belum mengerti," ujarku.
"Baiklah, sebenarnya aku menyukai Kak Riza. Bukan sekedar suka atau kagum. Mungkin telah berubah menjadi cinta. Aku juga nggak tau kenapa bisa begini. Sepertinya kamu juga menyukai Kak Izam, Ra. Aku bisa melihat dari raut wajahmu, saat kamu bilang dia menuduh mu," ujar Syifa.
"Akhirnya aku tau isi hatimu, Syifa. Jangan pernah kamu biarkan rasa itu di pendam sendiri. Aku tak ingin melihatmu menangis lagi. Ah, mungkin saja begitu, hehe," ucapku pada Syifa.
"Terimakasih, sudah mau menjadi sahabatku." Syifa memelukku dengan erat.
"Terimakasih juga telah mempercayai ku menjadi sahabatmu." Aku membalas pelukan Syifa.
Hatiku lega sekarang, akhirnya Syifa berkata jujur padaku. Bukankah jika kita ingin persahabatan yang indah harus dilandaskan kejujuran? Itulah yang saat ini aku lakukan pada persahabatan ku dengan Syifa.
Kami berdua menuruni tangga, bersikap seperti biasa kembali. Seolah-olah tidak ada yang terjadi. Aku menyukai ini.
Sesampainya di kamar, kami bercerita kembali. Hingga waktu dhuhur tiba. Kami bergegas pergi ke masjid.
****
Semoga suka dengan part ini. Part - part selanjutnya akan ada berbagai konflik, hehe.
Bisa tentang Kak Izam dengan Kak Nisya, ataupun Helen kembali.
****
Terimakasih sudah membaca ceritaku.
Mohon kritik dan sarannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Tari Gan
konfliknya jangan berat', thooor kasian anak nya orang 😁
2022-10-09
0
Rosmaliza Malik
terima kasih author...
makin seru...
2022-10-09
0