Sistem Pendekar Terkuat
“Ahaha bodoh! Dia mau jadi pendekar terkuat?!”
“Lihat, tubuhnya kurus kering begitu mau jadi pendekar? Haha!”
Malam hari di antara pepohonan rindang, terlihat kerumunan anak-anak sedang merundung seorang anak kecil yang duduk di tanah, tanpa tenaga, bajunya compang-camping, tidak sedikit bagian tubuhnya memar.
“Menangislah panggil orang tuamu!” Salah seorang anak lelaki yang paling besar menjenggut rambut panjang anak lemah ini.
“Ups, kau tidak punya siapa-siapa ya. Heh."
”HAHAHA!”
Rambut anak kecil lemah itu ditarik begitu keras seolah dipaksa menunjukkan wajahnya. Ia tetap tertunduk, anak-anak lain mengira dia menangis.
“Sialan.” Suara lemah nan penuh tekad keluar dari anak kecil itu.
“Aku… masih punya… KAKEK AN!” Anak kecil itu mengangkat wajahnya, dengan sorot mata tajam, ia menutup matanya dan mengarahkan wajahnya ke depan.
“HM!?”
DUAGH!
“INGAT ITU!” Anak kecil itu menabrakkan kepalanya dengan anak lelaki yang lebih besar itu.
“Ugh….” Alhasil anak paling besar itu jatuh ke belakang, bersamaan dengan itu darah mengucur dari dahi anak kecil ini.
“HAH! SIAPA LAGI!? MAJU SINI!” Anak kecil itu mengepalkan tangannya ke depan, sedang anak kecil yang lain bergetar pelan dengan tatapan tidak percaya.
“Ah! Ibu! Xiao Liu berulah lagi!” Seketika itu juga anak-anak kecil itu membubarkan diri, meninggalkan teman besar mereka yang tergeletak di tanah.
“KALIAN YANG MULAI DULUAN!” Raut wajah anak kecil itu memerah, mengumpat sembari menghentakkan kakinya ke tanah. Sementara anak-anak kecil lain berlari ke arah desa, tidak sedikit di antara mereka yang ketakutan dan menangis.
“AKU AKAN JADI PENDEKAR TERKUAT! INGAT ITU!”
“Cih.” Anak kecil itu terdiam sejenak, sementara luka di dahinya mengucur pelan.
“Liu.” Suara pria lembut terdengar di antara pepohonan rindang yang seharusnya sudah tidak ada siapapun.
“Hah!” Mata Xiao Liu terbuka lebar. "Kakek An!?" lanjutnya. Darimana orang tua ini datang?
“Mau menolongku kek? Tapi sudah telat!” Xiao Liu menatap seorang pria tua dengan rambut putih panjang.
Seorang bernama Kakek An itu memakai baju putih panjang, rambut putihnya tanda umurnya, namun tidak banyak keriput ada padanya. Suaranya lembut tidak peduli sudah disebut kakek sekalipun, suaranya bak aliran air yang menenangkan.
Kakek An menaruh tangannya di belakang, menatap Liu dengan seksama.
“Eh?” Entah mengapa Liu malah merasa ada yang tidak beres.
“Sudah malam dan kamu berkelahi di hutan? Anak lima tahun harus ada di ranjang tidur sekarang.”
Suara lembut Kakek An terdengar. Meski begitu Xiao Liu tahu kakeknya itu sedang menceramahinya sekarang.
“Heh dia tumbang kek! Kakek tidak usah menjemput, Liu bisa pulang sendiri!” Xiao Liu tersenyum lebar, sementara darah yang mengucur di dahinya masuk ke mulutnya.
“UARGH! AH! Aku menelan darah! Bisa-bisa aku jadi iblis! CUH!”
Anak kecil itu malah panik dan mengelap mulutnya segera.
“….” Kakek An menyentuh dahinya sendiri, tipikal orang pusing, dan mengarahkan pandangannya ke anak lelaki besar yang tergeletak di tanah kemudian mendekatinya dan menyentuh dahinya, dan seketika itu juga cahaya hijau bersinar terang.
“Woah keren!” Xiao Liu terkesima melihat kakeknya menggunakan suatu ilmu.
“… Tunggu… Kek! Kenapa bukan aku yang disembuhkan!?” Liu mengubah ekspresinya dalam sekejap.
Benar saja, luka di dahi anak lelaki yang terbaring itu lenyap.
Kakek An berdiri pelan. “Liu sudah berapa kali kakek katakan?”
“….” Liu terdiam, ekpresinya tidak terlihat baik-baik saja. Ia pikir kakeknya akan menolongnya.
“Apa kamu mengatakan hal aneh?” Sorot mata Kakek An begitu tajam seolah memaksa anak kecil ini mengatakan yang sebenarnya.
“Ah….” Liu tidak berani menatap lama-lama dan menatap tanah saja. Sementara itu ia tidak mengatakan apapun lagi.
“Katakan sesuatu Liu, atau kakek tidak bisa menolongmu.”
“Anak-anak lain pasti mengadukan ini ke orang tuanya, kamu bisa di usir dari desa.”
Liu kecil tidak mengatakan apapun juga, sementara itu ia memegang dadanya perlahan.
“AH KAKEK BODOH! NGGAK NGERTI! SUDAHLAH!”
Seketika itu juga Liu berbalik dan lari kencang, bukannya ke desa malah masuk ke hutan lebih dalam lagi. ‘Kakek bodoh! Berapa kali lagi aku menjelaskannya?! Padahal kakek tahu! Kenapa bertanya lagi!?’ batin anak itu menjerit keras.
Sementara itu di sisi lain, Kakek An terdiam melihat Liu. Ia tidak mengejarnya dan malah menggendong anak yang lebih besar ke desa, dan langsung pulang ke rumahnya.
Malam pun berlalu, dan paginya seperti biasa, Kakek An melihat ke kamar Liu, namun tidak ada siapapun di sana.
“Belum pulang ya, mungkin betah di hutan.” Kakek An segera pergi ke dapur dan mengolah dedaunan segar, ditumbuk, direbus, dijadikan minuman yang pas untuk mengawali hari.
Kebetulan pagi ini terasa dingin, Kakek An menselonjorkan kakinya dekat perapian sederhana. Terlihat menikmati kehidupan seperti yang sudah seharusnya.
“Ah~” Tidak ada yang mengalahkan teh hangat di pagi hari, Kakek An mengambil buku tebal dan mulai membaca.
BRAK!
“?” Kakek An mendengar suara pintu terbuka keras, mungkinkah ada laporan warga di pagi hari? Mengingat dia sendiri adalah pemimpin desa.
Terdengar suara langkah kaki kecil. Kakek An tidak beranjak dari tempatnya dan lanjut menyeruput tehnya.
“KAKEK!” Terdengar suara Liu dari kejauhan.
“Ah! Liu! Kemari, nikmati teh hangat.” Kebetulan Kakek An membuat dua cangkir teh, untuk jaga-jaga.
Liu kecil dengan rambut panjang acak-acakan dan juga luka di dahinya terdiam melihat orang tuanya santai seperti ini. “KAKEK TIDAK PEDULI AKU MATI DI HUTAN?” Bukan nada yang keras, namun sebuah penekanan kalimat yang berarti. Liu menatap kosong orang tuanya sendiri.
“Ka- kalau ada binatang buas… siluman atau apapun… kakek tidak pe-peduli….?” Mulut anak kecil itu bergetar pelan.
Kakek An beranjak dari tempatnya, mengambil perban dari kotak kesehatan, membersihkan luka di dahi Liu dan memperbaninya.
“Padahal tinggal pakai ilmu dalam saja….” Liu terdengar lemas.
Kakek An menepuk pundak anaknya. “Liu….”
Liu melihat kakeknya dengan serius, sepertinya memang ada hal yang perlu dibicarakan. Apakah ini masalah kemarin? Mungkin Kakek An masih marah padanya? Apa ia akan mendengar wejangan membosankan dari orang tua pada anaknya?
BRAK! BRAK!
“BUKA PINTU! TETUA DESA KAMI MAU BICARA!”
“Kek, ada yang mengetok di depan.” Liu segera bergegas membuka pintu. "Itu mendobrak namanya," timpal Kakek An.
“Stop.” Kakek An beranjak dari tempatnya, mengarahkan tangannya menghentikan Liu.
“Kek aku sudah berhenti, tidak perlu menghalangi.” Liu risih dengan tangan sang kakek yang dekat sekali dengan wajahnya.
Kakek An menatap Liu dengan seksama. "Inilah akibatnya Liu."
"Akibat jadi tetua desa?" Liu penasaran.
"MEREKA BUKAN MENCARIKU!" Bahkan Kakek An bisa meninggikan nadanya juga. Ia berjalan ke pintu masuk rumah.
“Maaf Tuan, jangan menggedor keras, pintu kayu ini lapuk, bisa-bisa roboh,” ujar Kakek An dengan ramah membuka setengah pintu.
“TUAN-TUAN!?”
Yang datang ternyata barisan ibu-ibu yang memegang memegang obor dengan ekspesi muram, garang.
“Ah, maaf, ibu. Ada keperluan apa? Mengapa bawa obor segala? Malam masih lama bu.” Kakek An mengorek telinganya. Maklum saja ia sudah berusia 85 tahun, wajar saja kalau salah dengar.
“ANAK ANGKATMU ITU BUAT MASALAH LAGI!' Ibu-ibu itu mengangkat obornya bersamaan.
Kakek An terdiam sejenak, sementara Liu mendekat dari belakang.
“AH! ITU DIA TANGKAP!”
Ibu-ibu makin ricuh melihat Liu, mereka memaksa masuk dan Kakek An tidak bisa menahannya lagi.
“Eh?” Liu terdiam, sepertinya dugaannya salah.
BRAK!
Orang tua itu menggebrakkan pintu keras sekali, lebih keras dari Liu dan kerumunan ibu-ibu tadi.
“Liu….” Kakek An terdengar serius.
“Ya kek? Apa?” Liu tidak sabar orang tuanya itu selalu memberi jeda sebelum bicara.
“Kamu datang terlalu cepat, mereka mencarimu.” Kakek An menatap anaknya dengan tatapan panik.
“Hah? Kakek mengusirku?!”
Xiao Liu tidak percaya, bahkan kakeknya sendiri tidak mengharapkan kehadirannya?
“Bukan begitu, kakek sudah menjelaskan semuanya kemarin malam, namun warga desa tidak percaya.”
“Oh!” Liu jadi mengerti, ternyata ini demi kebaikannya ya?
Tapi ia tidak mungkin terus tinggal di hutan, bisa-bisa tidak bisa pulang selamanya.
‘Jadi ini yang dimaksud kakek,’ batin Xiao Liu, ia teringat omongan kakeknya kemarin malam. Setiap kali ia berulah, pasti warga desa marah.
"Kalau begitu pakai ilmu pamungkas.” Liu terdengar serius, ia menatap kakeknya dengan sorot mata tajam.
“Hm.” Kakek An tersenyum kecil setuju, dari tubuhnya muncul asap yang banyak seolah tubuhnya mau terbakar.
“INI DIA!” Liu membuka matanya lebar, tidak sabar melihat ilmu hebat orang tuanya!
“BUKA TETUA AN! ATAU KAMI BAKAR RUMAHMU!” Ibu-ibu makin menggila di luar, namun Kakek An dengan tenang membuka pintu rumah lagi.
“Bian Lian,” ucap Kakek An, suaranya lebih lembut dari aliran air, kini terdengar seperti belaian lembut udara sejuk.
“Kyaaa!” Ibu-ibu histeris seketika itu juga, melihat orang tua berambut putih jadi sesosok pria tampan yang tersenyum lembut.
“Kagumilah! Tatap sepuasnya! Lalu pulang ke rumah dengan bahagia! Haha!” Kakek An mengangkat kedua tangannya ke atas dengan bangga, dan tidak lama barisan ibu-ibu itu membubarkan diri dengan tertib.
“Hah, untung mereka cepat pergi.” Kakek An kembali ke wujud asalnya, yang adalah rambut putih panjang dan sedikit keriput.
“Hm, sebenarnya penampilan Kakek tidak jauh beda dari yang tadi.” Liu mengatakan pendapatnya.
“Benarkah? Terima kasih nak, hari-hari sebagai pendekar tidak sia-sia.”
Liu mengangguk, ia tahu Kakek An adalah seorang pendekar serba bisa yang mengurusnya sejak kecil. Orang sering mengatakan ‘Di mana orang tuamu?’ namun Liu bangga menjawabnya dengan jawaban yang sama berulang kali. Tidak tahu asal usul orang tuanya tidak membuat Xiao Liu patah semangat, melainkan ia sangat tertarik dengan dunia pendekar dan ingin tahu lebih banyak.
Kakek An adalah orang tua bau tanah berumur 85 tahun, namun penampilannya tidak setua yang dipikirkan. Itu adalah hasil latihannya sebagai pendekar yang meremajakan penampilannya juga.
“KEK! AKU JUGA INGIN JADI PENDEKAR!” seru Liu dengan mata berbinar.
Kakek An terdiam, ekspresinya tidak sejalan dengan yang diharapkan Liu. “Liu, sudah berapa kali kita bicarakan ini?”
“Aku sudah besar kek! Aku bisa jadi pendekar hebat!” Liu kecil menunjuk dirinya dengan bangga.
Kakek An terdiam, Di usia Liu sekarang wajar jika sudah berlatih tenaga dalam atau Qi.
“Teman-temanku yang kabur itu, mereka sudah mulai latihan kek!”
“Kamu punya teman?”
“Ah... maksudnya anak-anak lain itu lho kek!” Jika saja yang seumuran dengannya sudah berlatih, lantas menunggu apa lagi?
Kakek An tidak menepis fakta anak-anak lain memang sudah menyibukkan diri mengolah tenaga dalam sepanjang hari. Dan terkadang mereka mencuri waktu malam untuk bermain. Di desa Zhangkung ini tidak hanya Kakek An yang adalah mantan pendekar, melainkan ada juga pendekar lain yang membimbing anak desa.
“Tapi kakek sudah pensiun.” Kakek An tiba-tiba memasang raut wajah lelah, padahal biasanya dia terlihat segar.
“BOHONG. Hmph.” Liu menggembungkan pipinya sembari melipat tangan.
Liu tahu betul kehebatan Kakek An, sudah tua sih, tapi tidak perlu pelit ilmu juga 'kan?
“Aku berbakat ‘kan kek?” Liu menunjuk perban putih di dahinya, itu adalah bukti kekuatan yang ia keluarkan.
Liu berhasil menumbangkan anak yang lebih tua hanya dengan kekuatan dahinya saja. Kakek An sadar akan itu.
Setelah orang lain meragukannya, kenapa orang yang paling dekat dengannya juga sama saja?
Kakek An terdiam, mimik wajahnya kembali segar, Liu ternyata tidak mudah dibohongi.
“Jangan bangga karena gegabah.” Kakek An tidak membenarkan tindakan Liu menghajar anak lain.
Kakek An tahu kondisi tubuh Liu yang kurus dan lemah. Bisa saja tindakannya itu berbahaya juga bagi diri sendiri.
“Ah Kakek sama saja!”
BRAK!
Liu pergi ke luar dan berlari sekencang yang ia bisa.
“Liu….” Kakek An menatap penuh arti anaknya yang makin menjauh.
Bagaimana rasanya ketika tidak mendapat sesuatu yang diinginkan?
Bukan tanpa alasan Kakek An melarang keras Xiao Liu, itu karena dia punya tubuh lemah dan tidak mungkin jadi pendekar.
Bahkan sejak kecilnya sudah sakit-sakitan, dan sekarang pun masih sama. Kakek An selalu rajin mengambil tanaman obat dan merawatnya agar Liu bisa terus sehat.
Sakit tidak membuat Xiao Liu terbaring saja di kasur, malahan sebaliknya ia tetap semangat seolah tak ada apapun yang terjadi. Liu sudah jauh lebih dewasa di masa kanak-kanaknya, dia bisa memutuskan sesuatu dengan bebas, karena itulah Kakek An membiarkannya liar satu malam. Namun jika soal mimpinya, itu lain cerita.
Kakek An menunggu saat yang tepat untuk mengatakannya, tapi sepertinya tidak ada waktu yang tepat. “Kakek tidak bisa membiarkan mimpimu Liu. Kakek tidak mau kehilanganmu….” Kakek An mengusap wajahnya, sementara teh hangat yang ia siapkan sama sekali tidak diminum Liu.
Di titik itulah Xiao Liu tahu, ia tidak pernah bisa jadi seorang pendekar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
53N74_53P1
di bab ini saja aku mulai kecewa sama ceritanya
2023-04-05
1
Kang Comen
aku comen
2022-12-27
2
Heavenly Demon
Semangat updatenya thorrr.....
2022-11-17
3