“AKU AKAN JADI PENDEKAR!”
Xiao Liu melesat cepat di antara penduduk desa.
“Oh Xiao Liu?” ujar orang tua renta yang bersantai di kursi depan rumah.
“Jangan pedulikan dia,” timpal orang tua lain yang menyapu halaman. “Dia pembawa sial.”
Benar, tidak hanya anak-anak kecil yang tidak suka Xiao Liu, melainkan warga desa juga.
Semenjak lima tahun belakangan sejak kehadiran Xiao Liu, hasil panen banyak gagal dan air bersih sulit ditemukan.
Padahal dulunya Desa Zhangkung adalah desa kecil penuh sumber daya alam melimpah. Bahkan para pendekar yang berkelana sering mampir ke sini. Namun kali ini tidak pernah ada yang datang lagi, kecuali beberapa pendekar yang tinggal mendedikasikan waktunya mengajari berbagai disiplin ilmu demi melahirkan pendekar baru.
Sejak Tetua An mengurus anak itu, semua kesulitan ini mulai terjadi.
Tetua An selalu bilang apa yang terjadi ini tidak ada hubungannya dengan Xiao Liu. Tidak selalu alam membuat masalah bagi manusia, yang ada hanyalah manusia itu sendiri yang mencari masalah dengan alam.
Bukan pertama kali para warga meminta Liu diusir agar keadaan kembali seperti semula, namun Tetua An tidak mengindahkannya dan tetap merawat Liu seperti anaknya sendiri.
Liu kecil tahu akan hal ini. Kejadian tadi bukanlah pertama kali, namun Kakek An selalu melindunginya di saat yang tepat. Orang tua itu terkadang konyol, namun Liu menyayanginya dan ingin membalas budi dengan menjadi pendekar terkuat. Dengan begitu ia bisa mendapat pengakuan orang dan membanggakan Kakek An.
***
'Bodo amat apa yang dikatakan orang! Aku bisa jadi pendekar!' Tekad anak itu terisi penuh lagi.
‘Kalau kakek tidak mau melatihku, aku bisa sendiri!’
Liu kecil terengah-engah, ia sampai di padang rumput sunyi yang cukup jauh dari desa. Ini adalah tempat yang pas untuk mengumpulkan tenaga dalam, sementara anak-anak lain sedang berlatih di desa dengan pengajarnya. Sia-sia saja Liu di sana, ia tidak diterima sama sekali.
Sekarang ia sendirian, tidak ada bocah pengganggu, tidak ada yang menggembalakan hewan. Tidak ada gangguan sama sekali! Bukankah ini bagus?!
“Lihat kek! Aku bisa jadi pendekar!” Liu gemas sekali dengan sikap kakeknya yang mencegahnya. Waktunya untuk membuktikannya!
‘Apa yang harus kulakukan ya?’ Liu sedikit bingung, ia mengingat lagi tahapan latihan untuk jadi pendekar.
‘Harusnya aku bawa saja kitabnya… ah, tapi pasti disembunyikan kakek….’
Kitab Dasar Pendekar jadi acuan latihan. Hanya para pendekar dan mantan pendekar yang mempunyainya. Mereka akan menjelaskannya pada calon pendekar. Tidak peduli latihan dasar sekalipun, tetap saja harus ada pendekar atau orang berilmu yang mengawasi.
Liu segera bersila di bawah rumput, menutup matanya, merasakan setiap udara yang berhembus di pagi menjelang siang ini.
“Hmmpppp…. Huuuuuhhh…..” Liu mengambil nafas panjang, bersiap memulai latihannya.
“Lotus Position.” Liu memulai meditasinya.
‘Tidak masalah sendiri… tidak masalah….’
Batin Liu bermain-main, padahal ia seharusnya mengosongkan semuanya. Xiao Liu teringat akan pendekar di desa yang menolaknya dan tatapan puas teman-temannya, terus terbayang dan malah menyangkut di kepalanya.
‘Kon… sen… trasi….’ Liu bergetar pelan, baru saja ia diam sebentar rasanya terasa berat sekali.
“HAH!” Liu membuka matanya, tubuhnya banjir keringat. Mengendalikan pikiran tidak semudah yang ia kira.
“Ah ganggu saja.” Liu membuka perban putih yang ada padanya, dan seketika itu juga ia merasa perih di dahinya.
Luka yang kemarin sakitnya terasa berkurang. Perban Kakek An ajaib juga bisa meredakan sakit seperti ini. Dan benar, luka di dahi Liu sudah mengering, padahal sejak ia pulang ke rumah luka itu masih basah dan menyakitkan. Tanpa Liu sadari Kakek An memberikan olesan minyak khusus di perban yang bisa meredakan luka nyeri dan mempercepat proses penyembuhannya.
Liu kembali duduk bersila, mengosongkan pikirannya, satu tujuannya yaitu membuka batasan diri, mengumpulkan energi Qi.
***
Malam pun tiba, Kakek An masih berselonjoran sembari menikmati teh dan membaca buku.
“Hm.”
Kakek An menutup bukunya dan melihat ke arah jam dinding.
“Sudah tengah malam, apa Liu menginap di rumah temannya?”
Kakek An pikir Liu akan pulang cepat dan sadar bahwa dia tidak perlu jadi pendekar. Namun sampai sekarang masih belum ada tanda-tanda Liu datang.
Tanpa berpikir panjang Kakek An segera menghabiskan minumannya dan menaruh bukunya, pergi ke luar mencari Xiao Liu.
Kakek An berjalan pelan sembari memerhatikan sekitar, tidak banyak yang bisa ia lihat selain lampu rumah dan bintang bertebaran di langit.
“Tetua An.” Terdengar suara seorang pria dari belakang, Kakek An tidak menyadarinya.
Perlahan ia berbalik untuk melihat siapa yang menyapanya itu.
“Ah, Fang Yuan.”
Seorang pemuda bermata sipit bersetelan serba hitam ini berdiri menatapnya dengan seksama.
Fang Yuan, seorang pendekar dari desa ini juga yang mengajar anak-anak, dia belum lama tinggal di sini. Disiplin bela diri dan tekniknya tidak perlu diragukan, Bahkan Kakek An sendiri mengakuinya dan menghargai kesediaannya membantu mengajar anak-anak. Sikapnya ramah dan santun, selalu mengenakan pakaian pendekar putih, dan raut wajahnya pun menenangkan dipandang, mata sipitnya memancarkan aura misterius yang kentara.
Namun semua itu berbeda dengan apa yang ia lihat sekarang.
“Tetua ada urusan larut malam begini?” Fang Yuan terdengar penasaran. Tidak biasanya ia melihat tetua desa kelayapan di tengah malam.
“Ah, aku mencari Liu, kamu melihatnya tidak?”
“ Xaio Liu?” Fang Yuan memiringkan kepalanya. “Mungkin saja dia ada di padang rumput.”
Shhh….
Seketika itu juga angin yang cukup kencang menerpa mereka berdua. Kakek An tersenyum kecil.
“Ah begitu ya, terima kasih bantuanmu.” Kakek An tidak beranjak dari tempatnya.
Dugaan sang pendekar muda ini bisa saja benar, Liu adalah seorang yang suka menyendiri ketika ada masalah. Padang rumput sunyi adalah tempat sempurna untuk melampiaskan apa yang dirasanya.
“Yuan, aku sudah tidak muda lagi. Tapi kamu tidak bisa menipuku.” Kakek An merubah senyum ramahnya menjadi sorot mata yang tajam.
“Heee….” Fang Yuan menyeringai.
Hush!
Seketika itu juga muncullah asap tebal dan tiba-tiba ia menggendong Xiao Liu yang tidak sadarkan diri, tapi gendongannya malah lepas.
Buagh.
Wajah Liu mencium tanah dengan mulus, untungnya dia tidak sedang sadar.
“Hebat! Tetua An bukan pendekar biasa!” Fang Yuan puas melihat apa yang disembunyikannya terbongkar seperti ini.
“Mudah saja, kamu terlalu mencolok menyembunyikan anakku.”
Kakek An sudah merasa adanya hawa jahat dari Fang Yuan, dan juga energi Xiao Liu yang lemah terasa padanya.
“….” Fang Yuan menatap tajam ke depan, sementara hawa kekuatannya jadi membesar.
“Aduh maaf Tetua An, aku tidak sengaja melihatnya berlatih di padang rumput.”
“Kamu tidak benar-benar bohong juga.” Kakek An tersenyum.
“Hehe.” Fang Yuan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Jika triknya berhasil, maka kapan lagi bisa mengecoh pendekar hebat seperti Tetua An? Pastinya Fang Yuan merasa bangga.
“Kenapa berpakaian seperti itu?” Kakek An penasaran.
“Bosan Tetua,” jawab pemuda itu singkat.
“Hm, bisa kumengerti.” Kakek An mengangguk-angguk. Ia pikir ada sesuatu yang lebih serius mengingat baju setelan hitam biasanya dipakai Pendekar Sekte Sesat.
“Tetua An, Liu berlatih mengolah Qi sendiri, kenapa Tetua membiarkannya?” Fang Yuan terdengar serius.
Kakek An terdiam sejenak, ia melihat anaknya begitu lemas tidak berdaya. “Dia sudah besar.”
“Tapi dia masih lima tahun.”
“Aku tahu.” Kakek An menatap Liu dalam-dalam.
“Kukira dia akan sadar sendiri.” Kakek An pikir membiarkan Liu bebas akan membuka jalan pikiran anak itu.
“Dia masih lima tahun.”
“Aku tidak pikun, tidak usah diulang.” Kakek An mendekat dan menggendong Liu yang ada di tanah.
“Yuan, kenapa kamu peduli padanya?” Kakek An tahu betul orang desa menganggap Liu bagaimana.
Fang Yuan terdiam sejenak, sementara wajahnya serius. “Tetua An jika dibiarkan, Liu bisa mati.”
Fang Yuan adalah pendekar pendatang yang berbakat di Desa Zhangkung, ia menguasai berbagai macam teknik pendekar dan bahkan memberi pertolongan pertama pada Liu.
“Dia berlatih sendiri membuka jalur Qi seharian penuh, tergeletak di padang selagi aku berjalan-jalan di luar desa.”
“Ah, jadi itu sebabnya kamu menyembunyikannya?” Kakek An paham sekarang.
“Benar Tetua, meski sudah larut malam, bisa saja ada warga desa yang melihat Liu dan mengganggunya.”
“Yuan….” Kakek An terlihat tersentuh, baru kali ini ia sadar ada orang lain yang peduli pada Liu selain dirinya.
“Terima kasih banyak.”
Kakek An segera menggendong Liu pulang ke rumah. Tidak sabar membuat teh hangat lagi.
Setelah sampai di rumah Kakek An segera membaringkan Liu di kamarnya, mengganti pakaiannya dan segera membuat ramuan obat.
Liu tidak sadarkan diri, wajahnya pucat dan tubuhnya terlihat lebih kurus lagi.
Selesai membuat ramuan obat, Kakek An segera meminumkannya pada Liu.
Beberapa saat kemudian ekspresi Xiao Liu berubah.
“HA… CHIII!” Dia bersin brutal seketika itu juga.
“HAH!” Liu membuka mata, ia melihat Kakek An dengan tatapan yang menyedihkan.
“Kakek!? Kenapa aku di sini?” Liu melihat sekitarnya, jelas-jelas ia ada di kamarnya sendiri!
“Tuan Yuan menyelamatkanmu Liu.”
“Yuan? Maksud Kakek yang baru datang itu? Fang Yuan?”
“Nak, sopanlah memanggil seorang yang lebih tua darimu.”
“Oh. Maaf kek. Dia memang baik Kek.”
Sehari sebelum Liu di-bully anak lain, hanya Fang Yuan-lah yang menemaninya latihan, meski hanya beberapa jam saja.
Yuan berhenti melatihnya karena melihat Liu tidak berbakat jadi seorang Pendekar. Karena itulah ia meminta Kakek untuk mengajarinya sebagai pilihan terakhir, namun tidak mau juga.
“Aku mau berlatih lagi Kek.” Liu menyingkapkan selimutnya hendak berdiri, namun Kakek An dengan sigap menghalanginya.
“Liu. Kamu tidak bisa jadi pendekar.”
Bagai petir di malam bolong, Liu terdiam mendengar hal itu.
“Kakek bercanda ‘kan?” Liu menatap kakeknya, pandangannya kosong.
“Kakek harap begitu, tapi ini serius.” Kakek An perlahan mengatakannya dengan harapan Liu segera mengerti.
Liu tidak mendeteksi kebohongan dari Kakek An, padahal ia berharap dia mengatakan ‘tapi bohong’.
Liu melihat kedua tangannya sendiri, makin kurus kering dan bahkan tulangnya terlihat.
Padahal ia sudah berusaha keras mengumpulkan Qi, namun bukannya membuat tubuhnya membaik malahan sebaliknya.
Energi Qi bisa memulihkan kondisi tubuh, namun Liu belum melihat hasilnya. Apakah bohong?
Kakek An terdiam, ia ingin menjelaskan banyak hal soal penyebab Liu bisa seperti ini, namun ia tidak mau membebani pikiran Liu, dia masih kecil.
Ketika berjalan di hutan dekat Desa Zhangkung, Kakek An menemukan bayi yang menangis keras. Sontak ia segera mencarinya karena hari sudah malam dan hujan deras.
Kakek An menemukan seorang bayi lelaki tertutup keranjang bayi dari anyaman bambu, dia menangis keras sekali sampai bisa mengalahkan suara hujan deras.
Kakek An bersegera membawa bayi tersebut ke desa terdekat, ia yang biasa berkelana ke berbagai tempat memutuskan tinggal dan mengurus bayi lelaki yang dibuang itu.
Karena orang tua yang membuangnya hanya meninggalkan catatan ‘Namanya, Xiao Liu. Demi para dewa, siapapun yang menemukannya tolong rawat anak ini.’
Kakek An terdiam, sebagai pendekar tingkat langit tidak mungkin membiarkan nyawa anak ini melayang ditengah kekacauan yang sedang terjadi.
Namun sayangnya Kakek An harus dikejutkan dengan tanda tengkorak yang tiba-tiba muncul di telapak tangan bayi Liu. Yang berarti satu hal, Liu terkena kutukan, yang bukan kutukan biasa.
Kutukan ‘Lugu’ atau kutukan tengkorak adalah jenis kutukan tingkat langit.
Kakek An mempelajari apa yang terjadi pada Liu sekaligus merawatnya, tidak lupa ia berkontribusi di desa dengan ilmu yang dimilikinya.
Mengajar disiplin bela diri, mengajarkan berbagai teknik yang memudahkan kehidupan. Karena para warga dan pendekar lain sadar akan kemampuan Kakek An, mereka mengangkatnya jadi tetua desa.
Meski di waktu-waktu selanjutnya tidak bertambah mudah. Banyak hama yang menggerogoti sawah, badai yang terkadang muncul tiba-tiba, dan lagi kekeringan yang melanda.
Semua itu membuat popularitas Desa Zhangkung yang asri dan nyaman ini jadi merosot, dan tidak sedikit warga dan pendekar yang pindah. Sebagian yang bertahan adalah para tua-tua desa lain dan anak-anak yang belajar ilmu seni pendekar.
Tidak bisa dipungkiri apa yang dikatakan warga desa benar. Semua ini terjadi karena kutukan tengkorak Xiao Liu.
Kutukan tingkat langit seperti ini jarang sekali ditemui, bahkan Pendekar An sendiri baru menemuinya seumur hidupnya. Kutukan ini tidak berasal dari manusia, energi yang dipancarkan membuat alam murka dan mengubah pandangan orang terhadap Liu.
“Aku terlalu tua untuk mengungkapnya,” gumam Kakek An pelan.
“Hah?”
“Jangan patah semangat begitu kek, semua orang pasti tua.” Liu dengan lembut memegang tangan Kakek An.
“Bukannya aku yang harus menghiburmu? Ah sudahlah.” Kakek An tersentuh anaknya bisa paham pikirannya.
“Kek, kenapa tato buatanmu sering muncul?” Liu menatap tangannya heran, entah mengapa tanda ini sering muncul, namun tiap diperhatikan, cukup keren juga.
“WADUH!” Mata Kakek An terbuka lebar, dan seketika itu juga Liu menutup matanya dan terjatuh ke kasur.
“LIU!” Kakek An segera mengecek denyut nadinya.
“Tidak ada!” Raut wajah Kakek An berubah drastis, ia segera melafalkan sejumlah teknik pemulihan, dan seluruh ruangan jadi bersinar hijau terang.
“….” Setelah berbagai macam percobaan, Liu sama sekali tidak bangun.
“He.. Hei Liu… bangun nak….” Kakek An memegang wajah Liu yang makin pucat.
“Ka- kamu bercanda bukan….?” Kakek An tahu Liu adalah anak kuat, dia mungkin belajar teknik penghentian pernafasan dan akan segera bangun dan tertawa.
Tapi Kakek An tahu ini bukanlah bulan april… jadi tidak mungkin.
Tanda kutukan tengkorak itu berubah jadi merah darah. Di situlah Kakek An tahu ia sudah…. Terlambat.
“XIAO LIUUUUUU!!”
“AAHAAAA! BANGUN NAK! BANGUUUN!!!” An, seorang pendekar tingkat langit, menangis tersedu-sedu sepanjang malam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
Pendekar New
ohh ini novel pendekar y bukan kultivator..
2022-11-11
3
Dewo Bumi
ceritanya jangan terlalu banyak bertele-tele Thor biar banyak yg like dan vote.
2022-10-21
1