Banyak hal yang bisa dibicarakan hanya lewat tatapan. Terutama mengenai rahasia besar - Auraliv.
...༻∅༺...
Di pagi yang cerah, Zerin masih tidur dengan nyenyak. Amira mengguncang tubuhnya berulangkali. Hingga Zerin akhirnya terbangun dari tidur.
"Hmmmh... Kenapa?..." tanya Zerin lirih. Dia masih belum membuka mata. Memeluk bantal guling ke arah samping.
"Itu loh. Ibu minta di temanin ke rumah majikan. Hari ini kan ada acara arisan Nyonya Arni," ucap Amira.
Zerin merubah posisi menjadi duduk. "Kenapa nggak kamu aja sih?" tanya-nya yang masih belum membuka lebar matanya.
"Astaga, Kak! Aku harus ke sekolah," sahut Amira sembari mengerutkan dahi.
"Oh iya. Maaf, aku lupa." Zerin akhirnya membuka mata. Kini dia bisa melihat Amira mengenakan seragam SMA. Adiknya tersebut segera beranjak setelah mencium tangan Zerin dan Lia.
Sambil mendengus kasar, Zerin segera bersiap. Setelah mandi dan makan, barulah dia berangkat bersama ibunya ke rumah keluarga Dirgantara.
Sesampainya di tempat tujuan, Zerin dan Lia langsung membuat beragam hidangan di dapur. Kebetulan Arni sudah menyiapkan bahannya lebih dulu.
"Rin, kamu kuliahnya jam berapa hari ini?" tanya Lia seraya sibuk mencuci sayuran.
"Jam sebelas siang, Bu!" sahut Zerin. Ia bertugas memotong sayuran yang baru dicuci Lia.
Tak lama kemudian Arni datang. Dia menyuruh Lia membuatkan sarapan untuk Zidan.
"Rin, buatkan telur mata sapi sama susunya ya. Biar aku yang siapin roti," perintah Lia yang langsung direspon Zerin dengan anggukan kepala.
Raut wajah Zerin tampak cemberut. Mengingat dia akan membuatkan sarapan untuk Zidan. 'Nasib buruk apa sih yang harus aku terima? Kenapa harus Zidan coba yang tahu rahasia terbesarku?" batinnya mengeluh.
Dari arah pintu, sosok Zidan muncul. Ia tersenyum saat matanya tak sengaja bersibobrok dengan Zerin.
Lain halnya dengan Zerin. Ia sangat kesal melihat lelaki berambut cepak itu.
"Hai, Bi Lia... Zerin... Sarapanku udah siap?" tanya Zidan. Dia berdiri ke hadapan Zerin. Melipat tangan di atas meja pedapuran. Letaknya sendiri tidak jauh dari meja makan.
"Sebentar lagi ya, Tuan Zidan. Zerin lagi siapin sandwich-nya," jawab Lia ramah.
"Nih sarapannya." Zerin menyodorkan sandwich dan susu hangat untuk Zidan. Dia mengehentakkan piring dan gelas ke meja. Ekspresinya tampak cemberut.
"Zerin kok begitu. Antarin ke meja makan dong!" tegur Lia sembari menepuk pelan pundak Zerin. Dia segera meminta maaf kepada Zidan. Selaku anak majikannya yang selalu dihormati.
"Nggak apa-apa, Tante. Santai aja. Mungkin Zerin lagi banyak pikiran. Biar aku yang bawa sendiri ke meja makan," ujar Zidan lembut. Ia segera beranjak ke meja makan.
"Sekali lagi maaf, Tuan..." ucap Lia. Ia sekali lagi memukul pundak Zerin. Lalu berbisik, "Cepat minta maaf!"
"Apaan sih, Bu!" protes Zerin.
"Dekatin Tuan Zidan dan minta maaf! Ibu nggak mau nanti kalau ada masalah. Kamu lagian kenapa bersikap tidak seperti biasanya sih! Tuan Zidan kan juga majikan kita!" omel Lia panjang lebar.
Dengan terpaksa, Zerin menghampiri Zidan ke meja makan. Dia berdiri sambil menyatukan dua tangan ke depan badan.
"Maaf sikap saya tadi ya, Tuan Zidan..." ungkap Zerin dengan nada datar. Ia sedikit membungkukkan badan.
Zidan yang melihat tersenyum puas. Zerin memang sangat berbeda jika berperan sebagai seorang anak pembantu.
Zidan memutar tubuh menghadap Zerin. Ia mendongak untuk menatap Zerin yang sedang berdiri.
"Cium dulu, baru aku maafin..." cicit Zidan seraya menopang dagu dengan satu tangan.
Mata Zerin langsung mendelik. Dia juga tidak lupa menoleh ke arah sang ibu. Memastikan Lia tidak mendengar semua ucapan Zidan.
Melihat gelagat Zerin, senyuman Zidan seketika berubah menjadi tawa kecil. Entah kenapa dia senang mempermainkan perempuan itu.
"Bisa nggak jangan ngomong begituan saat di sini?!" timpal Zerin pelan. Tetapi penuh akan penekanan. Matanya melotot tajam.
"Bisa dikondisikan," balas Zidan santai. Dia menghabiskan minuman, kemudian meninggalkan meja makan.
Sebelum pergi, tangan nakal Zidan masih sempat mere-mas bokong Zerin. Dia bahkan melakukannya dengan mimik wajah tenang. Seolah tidak ada yang terjadi.
Zerin tentu sangat kaget dengan yang dilakukan Zidan. Ia kaget sampai berjengit. Zerin hanya bisa mengepalkan tinju di kedua tangan.
'Dia mulai berbuat seenaknya!' geram Zerin dalam hati.
...***...
Waktu menunjukkan jam 10.50 siang, Zerin baru saja sampai ke kampus. Ia mengenakan outfit mahal seperti biasa. Kala itu Zerin memakai kemeja dan celana jeans ketat yang menampakkan lekuk tubuhnya yang ideal. Dilengkapi tas serta sepatu bermerek ternama.
Zerin menggerai rambut pendeknya. Sekarang dia sibuk mengobrol bersama teman-temannya. Zerin kebetulan memiliki tiga teman akrab yang berasal dari orang-orang kaya.
"Eh, kalian tahu mahasiswa baru itu nggak? Yang anak keluarga Dirgantara," imbuh Gita. Salah satu teman Zerin.
"Tahu banget! Yang namanya Zidan itu kan? Sumpah dia ganteng banget ya!" sahut Astrid antusias.
"Parah! Katanya dia juga pintar loh. Sempurna banget kan laki kayak gitu?" Kinar teman ketiga Zerin sependapat dengan Astrid dan Gita.
Hanya Zerin yang tidak menikmati pembicaraan. Mengingat dia satu-satunya orang yang tahu jati diri Zidan.
'Cih! Sempurna apaan. Laki bajingan begitu dibilang sempurna,' gerutu Zerin dalam hati.
"Eh, Rin! Gimana menurutmu? Kok bengong aja dari tadi?" tukas Gita. Menyaksikan Zerin yang sejak tadi membisu.
"Menurutku dia biasa aja," ungkap Zerin sembari menggedikkan bahu.
Mendengar tanggapan Zerin, Astrid dan kawan-kawan berseru bersama. Ketiganya mencoba memahami pendapat Zerin yang antimainstream.
"Ternyata susah ya cari tipe lelaki yang disukai Zerin," komentar Gita seraya menutup mulut dengan satu tangan.
"Eh, bukan gitu. Aku cuman nggak tertarik aja." Zerin segera membuat alasan.
"Tipe lelaki kesukaan Zerin kayaknya elite banget deh. Sampai laki kayak Zidan juga nggak diminati," cetus Kinar menambahkan.
"Nggak! Aku bilang bukan begitu. Udah ah! Jangan bahas aku lagi." Zerin melakukan protes. Dia memaksa tiga temannya untuk masuk ke kelas. Pembicaraan tentang Zidan lantas berakhir.
Tiga jam terlewat. Zerin dan ketiga temannya keluar dari kelas. Mereka pergi ke kantin untuk makan siang. Saat itulah Zerin bisa menyaksikan kehadiran Zidan. Lelaki tersebut terlihat duduk bersama dua temannya.
Zerin mencoba bersikap normal. Dia berjalan melalui meja Zidan sambil sibuk mengobrol.
Zidan yang duduk, tidak bisa melepas perhatiannya dari Zerin yang kebetulan lewat. Hal serupa juga dilakukan Ernest dan Jaka. Atensi mereka hanya tertuju ke arah Zerin.
"Gila! Zerin udah cantik, molek banget lagi." Ernest berkomentar sambil geleng-geleng kepala.
"Nggak heran dia jadi primadona kampus. Aku dengar dia juga ditunjuk buat jadi model Fakultas Kedokteran," tanggap Jaka yang juga merasa terkagum.
"Yang kalian lihat cuman ilusi belaka," celetuk Zidan. Membuat Ernest dan Jaka menatapnya heran.
"Maksudnya apaan, Dan? Puitis amat," respon Jaka. Menuntut jawaban.
"Bukan apa-apa. Jangan dipikirin. Aku cuman asal ngomong." Zidan menarik perkataan sebelumnya tadi. Dia segera meminum minuman segar dari dalam gelas. Matanya diam-diam saling bertukar pandang dengan Zerin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
zeaulayya
Iyahh pandang”an ajah dlu 🤭kali ajah nnti jatuhh cinta
2022-10-08
1
Kristina Sinambela
eh author nanggung ceritanya 😂😂
2022-10-07
1
Nunu
mulai ada benih" cintaa tu si zidan ..awas aje kalo ada yg deketin zerin dia ngamuk" ..
2022-10-07
2