“Kak. Apa kau lapar?” tanya Michael dengan sedikit senyum.
Marco hanya mengangguk dan berjalan mengikuti Michael.
Di pinggiran kota Texas yang sangat indah, mereka berjalan bersama untuk menikmati indahnya pagi menjelang siang.
“Mau makan apa?” Michael bertanya.
Marco masih diam, tak mau menjawab dan meneruskan langkahnya di pagi itu.
“Kau hanya bekerja di sana untuk sementara. Aku akan mencarikan tempat yang lebih bagus untukmu,” lanjut Michael.
Marco masih terus diam tanpa sepatah kata apapun.
“Apa kamu marah?”
“Aku mau pasta,” Marco memotong ucapan.
“Apa?” tanya Michael.
“Aku mau pasta di rumah makan pojok, dekat tempat tinggal kita,” jawab Marco.
“Baiklah. Ayo makan sampai kenyang disana,” ucap Michael dan merangkul kakaknya.
“Makanan disana sangat enak. Apa kau ingat?” tanya Marco.
“Hmmmm. Mungkin aku lupa. Kapan terakhir kali kita kesana?” jawab Michael.
“Tenang saja. Aku yang akan mentraktir. Aku kakakmu,” ucap Marco yang masih menganggap bahwa adiknya tak mampu mengurus dirinya sendiri.
***
Keesokan harinya, terlihat Ella, Tom dan seorang cewek, asisten Tom, sedang menaiki mobil untuk menuju suatu tempat.
Mereka akan menuju Rumah Sakit Jiwa tempat Michael bekerja, untuk mengantarkan Ella yang akan memberikan dongeng kepada anak-anak yang berada di rumah sakit jiwa itu.
Ella duduk di kursi belakang mobil, dan asisten Tom yang menyetir, lalu Tom duduk di samping asistennya.
“Setelah mendongeng, ada sesi tanya jawab. Kemudian, bagikan buku bertanda tangan kepada anak-anak, lalu berfoto bersama pengurus rumah sakit sekaligus penutupan acara.”
“Astaga. Aku ini seorang CEO di perusahaan penerbit, tetapi tugasku seperti asisten pribadi. Aku merasa kehilangan identitasku.”
Tom yang ngedumel dan membaca jadwal Ella yang akan dilakukan di rumah sakit jiwa itu.
“Awalnya aku direkrut sebagai sebagai penata artistik. Aku tidak menyangka akan menjadi pesuruhmu seperti ini,” saut Feli, asisten Tom.
“Hei, bocah tengil. Bukankah saat wawancara kau bersedia melakukan apapun?” tanya Tom ketus pada Feli.
“Kau hanya memintaku melakukan pekerjaan yang menggunakan tenaga, bukan pikiran,” jawab Feli.
“Hahaha. Aku baru tahu kamu bodoh, setelah menerimamu. Lalu mau bagaimana? Kau mau kupecat?” Tom mengancam Feli karena kesal dengan Feli yang terus ngedumel.
“Tidak,” Feli menggelengkan kepala dan tetap fokus untuk menyetir.
Ella hanya diam, dan tak menghiraukan perdebatan antara Tom dan asistennya itu.
Ella membuka jendela dan melihat ke arah luar jendela, menikmati suasana pagi di kota itu.
*KRIING!!!
Ponsel Tom berbunyi.
Saat melihat siapa yang menelpon, Tom sangat malas jika harus mengangkat panggilan itu.
Panggilan itu berasal dari rumah sakit semi panti jompo, tempat dirawatnya ayah Ella.
Ella sangat tidak memperdulikan ayahnya yang sudah lupa ingatan dan tak bisa melakukan apapun, kecuali terbaring di tempat tidurnya.
Ella tidak memperdulikan ayahnya lagi karena, ayahnya telah meninggalkan Ella sejak ia masih kecil.
Ella hanya tinggal bersama ibunya sejak kecil, yang sekarang entah dimana keberadaan ibunya.
“Rumah sakit panti jompo?” tanya Feli.
“Angkat!” ucap Ella singkat.
Dengan berat hati, Tom mengangkat panggilan itu.
“Halo?” ucap Tom.
“Aktifkan mode pengeras suara!” perintah Ella.
Setelah mengaktifkannya, Tom menaruh ponsel itu di dasbor mobil.
“Halo? Pak Tom. Ini Jane, perawat di rumah sakit panti jompo, OLDER. Aku tak bisa menghubungimu. Kau juga tak membalas pesanku sama sekali. Apa kau mendengarku?” ucap Jane.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments