“Astaga. Sial!! Kau hanya peduli soal, kakakmu, kakakmu, dan kakakmu. Aku sudah sangat muak dengan itu. Kau sungguh membuatku cemburu, Michael.”
“Aduh. Sial!!”
Michael menepuk jidatnya sendiri.
“Kau kenapa? Apa wanita itu juga memukul kepalamu?”
“Aku lupa meminta tanda tangannya. Aku sudah berjanji pada Marko untuk memberikan tanda tangan wanita itu.”
“Astaga! Apa kepalamu terbentur? Kau masih saja sempat memikirkan itu.”
“Bagaimana ini, Jim?”
“Aku punya ide.”
Jim mendorong motornya menepi, lalu mengeluarkan ponselnya untuk mencari tahu tanda tangan Ella.
Jim berniat untuk membuat tanda tangan palsu, yang akan diberikan pada Marco.
“Berikan aku pulpen dan kertas!”
Michael pun mengeluarkan pulpen dan kertas dari tasnya, lalu memberikannya pada Jim.
Jim mulai meniru tanda tangan Ella di kertas, dan mencobanya berulang kali, agar terlihat sama persis.
“Astaga! Tanda tangan nya rumit sekali. Seperti heiroglif saja.”
“Bukan heiroglif, tapi hieroglif.”
Jim menatap Michael saat Michael mengoreksi kata-katanya yang salah.
“Kau lihat apa? Cepat selesaikan itu. Marco sudah menunggu.”
Jim terus mencoba hingga benar-benar terlihat cukup menyerupai tanda tangan Ella.
“Baiklah. Sudah selesai.”
“Coba lihat.”
“Lihatlah. Bukankah itu mirip?”
Michael mengambil kertas itu dan melihat tanda tangan Ella, yang dibuat Jim.
“Woaa. Hebat sekali kau Jim.”
Michael tersenyum pada Jim.
“Apa kau senang?”
“Ya. Aku senang sekali. Marco pasti suka ini.”
Michael kembali melihat kertas yang bertanda tangan itu dan tersenyum.
“Astaga. Jangan tersenyum. Itu sangat memuakkan.”
Michael kaget dan menatap Jim.
“Apa katamu? Ada pasien yang juga mengatakan hal itu. Apa senyumku menyebalkan?”
“Kau tak menyadari itu? Kau benar-benar tak tahu?”
“Apa itu?”
Michael penasaran kenapa senyumnya sangat menjengkelkan.
“Saat kau tersenyum, kau lebih mirip seperti Joker. Kau tahu Joker, bukan? Walau kau tersenyum, tapi matamu terlihat sedih. Berkacalah. Kau sangat mirip sekali dengannya. Hahahaha.”
“Ayo pulang!”
Jim menirukan gaya Joker dan mengajak Michael untuk bergegas pulang.
Mereka pun sampai di rumah yang ditempati oleh Michael dan Marco.
Rumah itu terletak di pinggiran kota, dan terlihat rumah itu sudah berumur cukup tua.
“Kak. Aku sudah pulang.”
Mereka pun masuk, lalu memanggil Marco untuk memberikan tanda tangan Ella yang telah dibuat oleh Jim.
Marco pun datang dengan ekspresi yang datar, dan mengambil kertas yang dibawa Jim.
Beberapa saat ia melihat kertas itu, Marco sepertinya sudah mengetahui bahwa itu tanda tangan palsu.
Meski Marco mempunyai sedikit gangguan kejiwaan dan temperamen, ia masih bisa membedakannya.
“Inii….”
“Palsu. Ini palsu. Ini tanda tangan palsu!”
Marco merobek kertas itu, dan meremasnya, lalu membuangnya.
“Itu palsu. Palsu. Palsu, Itu palsu. Palsu. Palsu.”
Raut wajah marco berubah, lalu menuju tenda khusus yang ia buat sendiri di dalam rumahnya dan memasukinya.
Tenda itu khusus ia buat sendiri untuknya, saat ia tak mau berinteraksi dengan siapapun termasuk adiknya sendiri.
“Kak. Kau mau kemana? Tunggu. Ayolah. Jangan begini.”
Michael pun mengikuti marco dan duduk di depan tenda buatan Marco. Begitupun dengan Jim yang juga mengikuti Michael.
“Palsu. Itu Palsu. Semua palsu. Kau membohongiku.”
Marco nyerocos sendirian di dalam tendanya.
“Maafkan aku, Kak. Bukalah tendanya.”
Michael terus berusaha membujuk kakaknya.
“Kau berbohong. Kenapa kau berbohong? Bohong itu tercela.”
“Aku tadi sangat si….”
“Bohong itu tercela. Kau berbohong. Anak kecil pun tahu berbohong itu salah.”
Marco terus saja ngedumel sendirian di dalam tendanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments