Ali Ahmed Ameer membuka kelopak matanya perlahan-lahan. Pria muda itu menatap gadis cantik yang sedang merawatnya selama beberapa hari ini dengan dada berdebar.
"Apa yang anda rasakan tuan muda?" tanya Medina pada anak tertua dari keluarga Ahmed Ameer itu.
"Aku merasa lebih baik. Terimakasih banyak." Medina tersenyum kemudian meminta pelayan untuk membersihkan meja yang ia tempati menyimpan peralatan yang ia gunakan untuk mengobati pria itu.
"Kamu mau kemana?" tanya Ali Ahmed Ameer saat melihat gadis itu bersiap untuk pergi dari kamarnya.
"Anda sudah sehat. Jadi aku akan pulang ke rumahku." jawab Medina tersenyum. Ia sudah rindu dengan tempat tidurnya di rumahnya sendiri. Beberapa hari ini ia menjadi tahanan keluarga Ahmed Ameer meskipun ia dan ibunya terbukti tidak bersalah.
Apalagi Ayahnya yang lebih menyayangi Thania daripada dirinya membuatnya menjadi jaminan untuk merawat tuan muda itu sampai sembuh barulah gadis itu dilepaskan di penjaga bawah tanah tuan Ahmed Ameer.
"Tinggallah beberapa hari lagi. Aku belum pulih benar," ujar Ali Ahmed Ameer berusaha untuk bangun dari posisinya. Medina hanya memandang dari jauh meskipun ia melihat pria itu kesulitan untuk bangun.
"Kamu tidak ingin menolongku Medina?" tanya Ali Ahmed Ameer dengan tatapan memohon.
"Aku tahu anda bisa bangun sendiri tuan. Maafkan aku, Permisi." Medina tersenyum tipis kemudian meninggalkan pria itu yang berubah kesal karena diabaikan.
Medina menemui tuan Ahmed Ameer untuk melaporkan tugasnya selama dirawat oleh dirinya.
"Keadaan tuan muda Ali sudah lebih baik tuan, dan kalau boleh, saya ingin meminta izin anda untuk membawa ibuku untuk kembali ke rumah hari ini juga." ujar Medina dengan penuh harap. Pasalnya ibunya sudah nampak bosan di rumah mewah itu. Perempuan paruh baya itu ingin kembali ke dapurnya yang sederhana untuk membuat kue-kue kering untuk dijual oleh Medina.
"Kamu tidak suka tinggal di rumah ini Medina?" tanya nyonya Ahmed Ameer sembari meminta gadis itu untuk duduk.
"Tidak Nyonya, kami berdua senang berada di sini. Tetapi bagaimanapun juga rumah kami adalah surga kami Nyonya," Medina tersenyum.
Seorang pelayan masuk ke ruangan itu dan membisikkan sesuatu ditelinga Nyonya Ahmed Ameer.
"Kamu masih bisa bersabar kan, kalau putraku meminta ibumu membuatkan Qatayef untuknya? Qatayef terakhir yang ia makan membuatnya sakit jadi kali ini haruslah lebih lezat dari biasanya." nyonya Ahmed Ameer menatap wajah cantik Medina dengan senyum diwajahnya.
Perempuan cantik itu tahu kalau putranya itu bukan cuma menginginkan Qatayef buatan Umayma tetapi pasti menginginkan putrinya juga.
"Baiklah nyonya, aku akan menemani ibu membuat Qatayefnya supaya cepat selesai," ujar Medina kemudian berdiri dari duduknya.
"Eh, kamu temani saja Ali, ia sepertinya sedang butuh bantuanmu. Ibumu kan bisa dibantu oleh pelayan," Medina merasakan ini pasti akal-akalan pria itu.
"Mari Medina, saya antar kamu kembali ke kamar Ali." Medina menarik nafas panjang kemudian berdiri dari duduknya.
"Baiklah nyonya." mereka berdua pun melangkah ke kamar Ali Ahmed Ameer.
Medina menatap pria muda yang sedang menutup matanya itu dengan pandangan kesal.
"Apa yang bisa aku bantu tuan?" tanya Medina saat nyonya Ahmed Ameer meninggalkan mereka berdua. Suaranya jelas sekali menunjukkan kalau ada kemarahan tertahan didalamnya.
"Aku hanya ingin kamu berada disini lebih lama." jawab pria itu tanpa membuka matanya sedangkan Medina memutar bola matanya kesal.
"Kenapa? bukankah penyakit anda sudah sembuh?" tanya Medina sembari mendekati ranjang pria itu.
Ali membuka matanya kemudian tersenyum samar dan semakin membuat gadis itu mengerang marah. Tangan gadis itu sampai ingin meremas wajahnya karena kesal.
Pria itu tidak perduli kalau Medina marah padanya. Yang terpenting adalah ia bisa bersamanya saat ini.
Suasana kamar itu kembali sepi karena Ali tidak menjawab pertanyaan gadis itu.
Untuk mengobati rasa bosannya karena tidak ada lagi yang perlu ia lakukan untuk pasien manja itu. Ia berjalan berkeliling di dalam kamar itu mencari sesuatu yang menarik hatinya.
Hobinya membaca membuat kakinya melangkah ke arah rak-rak buku di dalam kamar itu. Lama ia disana membuka banyak kitab yang berhubungan dengan tata kota pemerintahan di Baghdad Irak. Sedangkan Ali ikut bergabung disana membuka kitab-kitabnya.
Mereka tidak sadar berdiskusi tentang isi kitab itu sampai seorang pelayan masuk ke kamar itu membawa panganan Qatayef yang masih hangat buatan Umayma.
Ali menghentikan kegiatannya membuka kitab-kitab itu karena aroma Qatayef yang sangat disukainya.
Entah kenapa ia sangat suka dengan makanan jenis pangsit buatan bibi Umayma itu. Ketika ia berkeliling kota Baghdad ia tak pernah menemukan makanan seenak itu.
"Apakah ibumu memberi banyak cinta pada makanan ini Medina?" gadis itu tersenyum dengan candaan putra pertama tuan Ahmed Ameer itu. Ia begitu takjub dengan cara makan pria itu yang sampai menghabiskan 5 potong dalam waktu beberapa menit saja.
"Anda sepertinya sangat lapar tuan muda," ujar Medina dengan senyum diwajahnya. Ali mengangguk kemudian tersenyum senang. Untuk pertama kalinya gadis ini tersenyum dengan natural seperti itu. Biasanya ia tersenyum dengan sangat terpaksa.
"Untuk makanan ini aku beri nilai 1000%, dan karena kamu menemaniku jadi aku tambah menjadi 1950%," Medina tanpa sadar tertawa lepas dengan candaan pria itu.
"Sayangnya aku tetap akan pergi. Jadi mohon maaf tuan muda, anda bisa menurunkan penilaian itu."
"Tidak masalah. Aku sudah bersyukur karena kamu sudah bisa tertawa selama bersamaku. Akan aku ingat ini sebagai kenangan yang sangat menyenangkan," Ali menatap gadis itu yang langsung menundukkan kepalanya.
"Baiklah, aku pergi." Medina pun langsung pergi dari kamar itu dan mencari Ibunya di dapur.
"Ibu, Ayo kita pulang," panggil gadis itu dengan wajah cerah.
Setelah berpamitan dengan tuan rumah. Mereka pun pergi dari rumah mewah itu dengan perasaan senang. Nama baik mereka yang pernah tercoreng oleh perbuatan Thania kini sudah kembali.
"Umayma, apa saja yang kalian lakukan di rumah keluarga tuan Ahmed Ameer yang kaya itu?" seorang tetangga yang baru melihat mereka tiba langsung menegur mereka berdua dengan bibir mencibir.
Umayma dan Medina tidak menjawab. Mereka berdua tidak ingin meladeni perkataan buruk dari tetangga yang tidak suka pada mereka.
Beberapa pelayan dari keluarga tuan Ahmed Ameer tiba di belakang mereka dengan membawa banyak hadiah dan semakin membuat Salma dan para tetangga semakin membicarakan hal yang buruk tentang mereka.
"Kamu tidak menggadaikan putrimu kan Umayma?"
"Hentikan perkataan kalian, atau aku bisa membuat mulut kalian jadi sakit dan tidak bisa lagi bicara," ancam Medina dengan tatapan tajam pada mereka semua.
🍀🍀🍀
Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya.
Fans dengan dukungan tertinggi akan mendapatkan pulsa 50k, 30k, 20k, dan 10k.
Nikmati alurnya dan happy reading 😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Sahabat Novel
rumahku syurgaku meskipun rumah kecil bagaimana namun terasa nyaman...
2022-10-09
3
Sahabat Novel
modus nih si Ali tapi tak apalah untuk menarik perhatian gebetan😁
2022-10-09
3
Fadlan
Ada ada ajah org yg tak ingin Liat Medina dan Ibunya bahagia
2022-10-07
4