Setelah menjelaskan kejadian sebenarnya pada ibu Aleta dan kini masalah itu sudah selesai. ibu Aleta pun pamit untuk kembali ke dapur meninggalkan mereka berdua di ruang tamu.
keduanya masih sama-sama canggung terutama Aleta yang masih merasa malu setelah Bian melihat tubuhnya tadi.
"Aleta, maaf soal tadi." Bian mencoba mencairkan suasana dengan membuka pembicaraan lebih dulu. tapi sepertinya dia salah berucap karena kini Aleta malah melotot ke arah nya.
"Bisa tidak jangan di bahas lagi!" Aleta sedikit berteriak, wajah nya sudah merah bak kepiting rebus karena malu.
.
"ok, ok. aku minta maaf."
"Bian, aku mohon jangan di bahas lagi."
"ok, aku janji."
"ngomong-ngomong kamu mau apa ke sini?" tanya Aleta penasaran. gadis itu melipat sebelah kakinya lalu duduk sambil memangku bantal. sungguh pose yang sangat imut, menurut Bian. Aleta terlihat seperti seorang gadis yang tengah berbincang dengan pacarnya.
"seperti yang tadi aku bilang ke ibu, aku kesini mau jemput kamu."
"oh ..." saut Aleta santai. Tapi beberapa detik kemudian dia kembali melotot bahkan sampai terperangah, "tunggu-tunggu. kamu jauh-jauh datang ke sini mau jemput aku? nah terus kamu tau alamat rumah ku dari mana?" tanya Aleta penasaran.
"maaf karena kemarin aku mengikuti kamu sampai sini," bohong Bian. padahal dia tau alamat rumah Leta karena dulu pernah datang kesini dengan ayah Aleta sebelum semua ingatan mereka menghilang.
"itu tidak sopan." sindir Leta.
"ya aku tau. tapi aku ingin mengenal mu lebih jauh. namun sepertinya kamu sulit di dekati." tutur Bian.
"kenapa mau mengenal ku lebih jauh?"
"karena aku menyukai mu sejak pertama kali kita bertemu,"
"bohong banget!" ucap Aleta sedikit meledek.
"Aku tidak bohong Aleta, aku memegang jatuh hati dengan mu sejak pertama kita bertemu. Jadi apa mu lebih dekat dengan ku?"
mendengar ajakan Bian, hati Aleta terusik, dia merasa seperti sedang menghianati kekasihnya padahal dia saat ini dia tidak sedang dekat dengan siapapun.
"bagaimana, apa kamu mau?"
"ini baru kali kedua kita bertemu Bian, aku rasa terlalu cepat untuk mengarah pada komitmen pacaran. lebih baik kita berteman saja, bagaimana?"
"ok aku setuju, tapi hanya satu bulan, bulan ke dua kita pacaran dan bulan ke tiga kita tunangan lalu bulan ke empat kita menikah. bagaimana apa kamu setuju?"
"Bian kamu mengajak ku menikah seperti mau mengajak ku jalan-jalan." saut Aleta, menganggap ucapan Bian hanya gurauan semata.
"aku serius Aleta."
"Bian, kamu mulai membuat Leta takut." tutur Aleta sambil memegangi dadanya karena jantung nya berdegup kencang kerena Bian, atau karena Aleta merasa kalau dia sedang selingkuh. entahlah? yang jelas jantung sedang tidak aman sekarang.
Obrolan yang tadinya canggung lama kelamaan menjadi cair, Aleta bahkan tidak malu saat bercerita tentang kenakalan nya sewaktu sekolah. Bian pun sama dia begitu larut dalam obrolan mereka hingga jam menunjukkan pukul 12 siang.
"Aleta, aku harus pamit,"
"Mau kemana?" tanya Aleta yang seperti tidak ingin Bian pergi dari rumah nya.
"Aku ada meeting jam 1 siang jadi aku harus segera ke kantor." Bian bicara sambil berulang kali melihat jam tangannya.
"Oh, Leta panggil ibu dulu ya." setelah itu Aleta berjalan menuju dapur. kebetulan sang ibu tengah sibuk menyusun makana di atas meja.
"ibu, Bian bilang dia mau pulang."
"loh kok pulang, kenapa gak di ajak makan dulu?"
"dia mau kerja jam 1 siang mu,"
"tapi ini baru jam 12, ayo ajak dia makan siang dulu." perintah sang ibu.
"leta gak mau ah.."
"ya sudah, biar ibu yang ajak dia makan."
ibu Aleta pun keluar menuju ruang tamu di mana Bian sudah berdiri untuk pamit.
"nak Bian buru-buru banget mau pergi kemana?"
"Ada kerjaan Bu,"
"sekarang?"
"nanti jam 1 siang."
"ya udah, kalo gitu nak Bian makan dulu yuk. ibu sudah masak banyak."
"Tapi bu_"
"ibu tau makan di sini pasti bukan selera nak Bian kan?"
"tidak, Bu bukan seperti itu. Bian hanya tidak ingin merepotkan ibu."
"ibu tidak repot. jadi ayo ikut makan."
Dan di sinilah Bian, duduk di bersama Aleta dan ibunya.
"nah makan yang banyak," ucap ibu Aleta sambil menaruh satu centong nasi ke atas piring Bian dan tidak lupa menaruh lauk pauknya di sana.
"ibu, terimakasih." saut Bian.
Ini adalah pertama kalinya dalam hidup Bian, dia makan begitu lahap padahal masakan ibu Aleta hanya makanan rumahan yang sederhana. tidak seperti makanan yang dia sering makan di restoran mewah.
"Pelan-pelan makan nya," ucap Aleta sambil menyodorkan air pada Bian yang hampir tersedak.
"maaf, masakan ibu benar-benar enak."
"nah kalo seperti itu nak Bian harus nambah lagi makan nya." ibu Aleta kembali menaruh satu centong nasi pada piring Bian.
"ibu ini sudah cukup."
"tidak, kamu harus habiskan ini terlebih dulu baru berangkat kerja. kalau tidak biar ibu siapkan bekal buat kamu makan di tempat kerja nanti." ibu Aleta sudah bersiap untuk menyiapkan bekal tapi Bian menolaknya.
"tidak usah buk, kalo boleh nanti malam saja Bian datang lagi untuk makan malam di sini, Bian juga belum bertemu dengan ayah Aleta."
"Idih... di kasih hati minta jantung!" sindir Leta sambil menyunggingkan sudut bibirnya.
"Aleta! ingat tadi ank Bian yang menyelamatkan kamu dari cicak."
Mendengar kata cicak Aleta kembali bergidik ngeri, dia sungguh takut dengan mahluk itu.
"Aleta," panggil Bian sambil menikmati makanan nya.
"ya,"
"Di baju mu ada cicak lagi."
"Leta gak percaya."
"serius Leta." tutur Bian tapi dengan wajah datar dan masih mengunyah makanannya.
"ibu, Memeng benar ada cicak?"
ibu Aleta pun menoleh dan berteriak otomatis membuat Aleta ikut terperanjat.
"mana cicaknya?"
"BIAN!"
"BIAN!"
"ambil cicaknya!"
Aleta melompat ke sana kemari berharap cicak itu pergi, tapi sepertinya punggung Aleta begitu nyaman hingga si cicak tidak bergerak sama sekali.
Karena ketakutan Aleta tidak sadar saat memeluk Bian. "Bian ambil!" seru Aleta. sambil melompat-lompat di pelukan Bian.
"Aleta jika kamu tidak diam cicak itu nanti lari kedalam baju mu lagi dan aku tidak mau melihat pemandangan yang tidak sedap di pandang." ledek Bian di tengah ketakutan Aleta.
"kurang ajar! kamu bilang badan Leta tidak indah, kaya yang badannya bagus aja." protes Aleta tepi dia masih saja menggoyangkan tubuhnya agar cicak itu pergi dari pundaknya.
"Aleta diam!"
grep.
Bian pun berhasil menangkap cicak tadi dan dengan jahilnya dia menunjukkan cicak itu pada Aleta.
"Bian!" teriak Aleta kesal."
Bian pun tertawa terbahak-bahak melihat wajah Aleta yang ketakutan.
"lihat saja Bian akan aku balas nanti!" ancam Aleta.
Di tengah canda tawa Aleta dan Bian tiba-tiba hembusan angin menerpa mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Dian Tri Utami
pasti arga
2022-11-06
0
Siti Mariatun
arga datang.. kasian kamu
2022-10-21
0