"kau punya seorang putri yang cantik pak tua," sarkas Bian sambil terus memandangi foto Aleta.
"aku rasa aku menyukai putri mu ini. apa kau setuju jika aku ingin memilikinya, pak tua?"
"jangan tuan, tuan boleh menghukum saya tapi lepaskan Aleta, dia tidak tau apa-apa."
"Dari mana kau mendapatkan jam tangan itu?"
Dengan sesama ayah Aleta memperhatikan jam tangan yang nada di depannya dan dalam sekian detik dia sudah ingat dengan benda itu, benda yang ia ambil dari tubuh laki-laki yang tidak sengaja ia tabrak.
"Saya tidak tau tuan." bohong ayah Aleta tapi Bian tau itu.
"Kau hitung sampai tiga dan jika kau masih belum menjawabnya maka akan ku pastikan kau akan mati perlahan selah aku siksa!" ancam Bian, wajah Bian tidak sedikitpun menunjukkan bahwa ia hanya menggertak saja dan itu membuat ayah Aleta semakin ketakutan di buatnya.
"Tolong ampuni saya tuan. Saya menemukannya di jalan." elak ayah Aleta yang masih mencoba membohongi Bian.
"Katakan dengan jujur dari mana kau mendapatkan jam tangan saudara ku?" saat mendengar jika orang yang berdiri di depannya adalah saudara dari orang yang ia tabrak seketika ayah Aleta langsung mendongak untuk melihat wajah Bian.
"Tidak mungkin," human ayah Aleta yang sialnya bisa di dengar Bian.
"Apa nya yang tidak mungkin merengsek?" teriak Arga yang lagi-lagi sudah menodongkan senjatanya di kening ayah Aleta.
"Maksudnya saya_ saya tidak mungkin berbohong tuan." elak ayah Aleta lagi.
Dan baru saja Bian hendak melepaskan tembakannya tiba-tiba Denis datang dan menghentikan Bian.
"Taun aku harap tuan berhenti dulu dan lihat ini." usul Denis sambil menyerahkan map coklat di tangannya.
"Aleta, aku akan mendapatkan mu cantik," gumam Bian sambil membelai foto Aleta.
"aku akan melupakan soal jam tangan itu asal kau mau menyerahkan Aleta pada ku, bagaimana pak tua apa kamu mau?"
"Benarkah?" wajah ayah Aleta kembali berbinar.
"tentu saja." saut Bian dengan wajah liciknya.
"Apa kau mau?"
"Tapi saya mohon jangan sakiti anak saya, dia tidak tau apa-apa. Saya, saya lah yang bersalah tuan jadi hukum saya saja jangan bawa-bawa anak saya." mohon ayah Aleta dengan sangat memelas.
Melihat orang yang di hadapannya ketakutan Bian mengambil keuntungan dari itu.
"Tenang aku tidak akan menyakiti putri mu asal aku boleh mendekati nya, dan jika tidak urusan jam tangan kau selesaikan dengan mereka." Bian melirik kearah anak buahnya yang sudah siap menghajar ayah Aleta jika dia menolak tawaran Bian.
"Tuan saya tidak berbohong, saya menemukannya di jalan tuan."
"Bagaimana tuan?" tanya Denis.
"Apa sebaiknya kita singkirkan saja orang ini saja tuan." usul Denis yang sudah menggambil pistol dari balik bajunya.
"Tidak usah! Aku masih butuh dia, aku ingin lebih mengenal Aleta jadi kita manfaatkan saja." ucap Arga sambil tersenyum licik tanpa dia tau bahwa dia sudah di tipu oleh ayah Aleta.
"Jadi siapa nama mu?" tanya Arga sambil melepaskan ikatan tangan ayah Aleta.
"Saya Agus tuan,"
"Ok pak Agus bagaimana dengan tawaran saya apa anda setuju?." tutur Bian sopan sungguh berbeda 180 derajat dari Bian 5 menit lalu.
"Baik tuan, saya akan mengenalkan anda pada Puri saya tapi tolong jangan sakiti dia."
"baiklah saya juga minta maaf karena tidak sopan pada anda dan sebagai ucapan maaf saya apa anda mengajak keluarga anda untuk makan malam besok di tempat saya dan jika anda mau anak buah saya akan datang menjemput anda."
Bian menunggu jawaban dari ayah Aleta dan jika jawabannya menolak sudah pasti dia akan mati di tangannya.
Sedangkan ayah Aleta sedang berpikir keras untuk menerima atau menolak. Karena jika menolak dia takut Bian tersinggung dan jika dia menerima, dia takut jika Bian akan curiga dan tau bahwa dia berbohong prihal jam tangan Arga.
Bian sudah menyentuh pistolnya bersiap menyingkirkan ayah Aleta jika dia menolak.
"Bagaimana pak, apa bapak mau menerima tawaran saya untuk makan malam di tempat saya besok?" tanya Bian sambil menepuk kedua bahu ayah Aleta, pertanyaan yang lebih terdengar seperti sebuah pemaksaan, mau tidak mau ayah Aleta harus mau. Jadi dia menerima tawaran Bian dan sekarang tinggal bagaimana caranya memberitahu Aleta dan isterinya agar jangan sampai keceplosan besok.
"Baik tuan besok saya akan ajak anak dan istri saya untuk makan malam di rumah tuan,"
"Ah akhirnya bapak menggambil keputusan yang tepat. Dan mulai sekarang berinti memangil saya tuan panggil saja saya Bian."
"Tapi tuan_ "
"Saya paling tidak suka di bantah."
"Baiklah nak Bian. Saya pamit pulang dulu, saya takut anak dan istri saya khawatir karena sudah jam segini saya belum pulang." ucap ayah Aleta.
"Kalau begitu bagaimana jika saya yang antar bapak pulang? Biarkan motor bapak anak buah saya yang urus." desak Bian yang lagi-lagi tidak bisa di tolak oleh ayah Aleta.
Di lain tempat.
Arga sudah merasakan jika Bian akan datang ketempat Aleta dan Arga juga tau jika Bian baru saja menyerap mertuanya itu.
"Bian tidak boleh sampai bertemu dengan Aleta." gumam Arga yang membuat Aleta bertanya.
"Ada apa mas?" tanya Aleta karena helaran kenapa Arga seperti hendak pergi dari rumahnya padahal dia baru saja datang.
"Aleta, apa pun yang terjadi kamu tidak boleh keluar kamar untuk menemui tamu ayah."
"Tapi mas_"
"Aleta. Mau membantah Hem?"
"Tidak mas,"
"Itu baru istriku."
Setelah itu Arga pergi seperti angin dan Aleta memutuskan untuk tidur.
Setelah beberapa menit Arga melihat sebuah mobil mewah masuk kedalam pekarangan rumah Aleta dan Arga tau jika Bian ada di dalam mobil itu.
beberapa detik Bian seperti melihat Arga berdiri di atas genteng rumah Aleta dan lagi-lagi dengan sebagian wajahnya terluka dan bersimbah darah.
"Arga." gumam Bian memanggil saudaranya. Tapi saat dia kembali untuk melihat Arga sudah tidak ada di sana.
"Tuan ini rumah saya."
Bian pun melihat ke arah kiri dan kanan, memperhatikan sekeliling rumah Aleta, rumah yang sederhana tapi sangat terlihat nyaman dan sepertinya dia akan betah tinggal di sini apa lagi jika tidur di temani Aleta.
"Kurang ajar!" maki Arga saat mendengar apa yang baru saja di pikirkan oleh saudara kembarnya itu. Dia semakin yakin jika kedatangan Bian ada kaitannya dengan istri cantiknya itu dan jika benar maka Bian kembali mengajaknya bersaing, kali ini bukan bersaing memperebutkan klien bisnis melainkan memperebutkan Aleta dan Bian sudah menang satu poin darinya karena Bian masih hidup sedangkan dia sudah mati. Tapi seperti biasa Arga tidak akan mundur sebelum mengalahkan Bian seperti biasa.
Tok.
Tok.
Tok.
"Ibu, ibu. Buka pintunya Bu bapak pulang." panggil ayah Aleta karena belum kunjung di bukankan pintu. Biasanya jika sang ibu tidur pulas maka Aleta yang membukanya pintu. Tapi kali ini Aleta pun belum bangun.
Di dalam kamar Aleta, anak gadis itu sedang bimbang apakah dia akan membukakan pintu untuk ayahnya atau dia menuruti apa yang suaminya pinta.
"Ayah maafkan Aleta. Tapi Leta harus menuruti apa yang Arga minta." gumam Aleta.
Setelah sekitar lima menit sang ayah belum juga di bukakan pintu. Akhirnya Aleta memberanikan diri untuk membuka pintu untuk ayahnya itu. Tapi baru saja dia melangkah beberapa kali saja bahunya di tepuk pelan, "Mau ke mana Aleta?" tanya Arga.
"Mau buka pintu. Ayah pasti sudah capek dan ingin beristirahat mas, jadi Aleta boleh ya buka pintunya?" tanya Aleta ragu.
"Aku bilang diam di kamar Aleta!" suara Arga sudah meninggi dan Aleta tidak ingin berdebat lagi. Jadi dia memilih diam.
"Cukup bangunkan ibu mu. Setelah itu masuk kamar!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments