"Bian lihat, itu kelinci tadi kan?" tanya Arga yang sudah hendak berlari mengejar kelinci putih yang malah sembunyi di balik semak-semak. Tapi dengan sigap Bian memegangi tangannya.
Arga tidak tau kenapa hari ini Bian bertingkah aneh, jadi Arga hanya menaikan sebelah alisnya sambil melihat ke arah Bian, yang masih saja memegangi tangannya dengan kuat, dan kali ini Bian malah menangis lalu beberapa kali menggelengkan kepalanya.
"Bian!" Arga melepaskan cengkraman tangan Bian dari nya lalu mencoba untuk mencari lagi kelinci yang tadi.
Arga terus berlari tanpa mempedulikan saudara nya lagi, kali ini pun dia kembali sama seperti kemarin di mana Bian hampir mati, Arga menggakat dagu saudara nya itu yang tengah menangis sambil menundukkan kepalanya "hei... Aku di sini. Jadi berhentilah menangis." ucap Arga.
Bian kecil pun mengangkat wajahnya lalu memeluk saudaranya itu.
"Arga, tolong jangan pergi lagi, jangan membuatku takut lagi." cicit Bian di sela-sela tangisannya.
"Iya, aku janjia." mereka pun saling menautkan jari kelingking mereka sebagai bentuk perjanjian.
"Arga, tolong ingat ini. Nanti jika kamu mau sesuatu dari ku, jangan pernah sungkan untuk memintanya karena aku akan memberikan apa pun yang kamu mau termasuk dengan nyawa ku. Apa kamu mengerti?" tanya Bian kecil sambil mengangguk agar Arga pun mengguk seperti yang dia lakukan.
"Iya, aku paham. Jadi ayo pulang." Ajak Bian sambil melangkah menuju lubang cahaya besar yang ada di hadapannya.
Sekitar dua jam operasi Arga akhirnya selesai, Arga sudah melewati masa kritisnya, sedangkan Bian dia hanya tertidur setelah dokter memberikan nya obat pereda nyeri.
Di ruangan lain ayah, ibu dan juga kakek nenek mereka sedang berdebat tentang memisahkan saudara kembar itu, meski selama ini mereka di besarkan di rumah yang berada tapi mereka masih bisa saling bertemu di sekolah atau pun di tempat les. Tapi kali orang tua mereka ingin keduanya benar-benar berpisah jauh hingga tidak akan ada saling bergantung satu sama lain.
Bian do bawa ke Amerika, meskipun kondisinya masih lemah, Arga di tinggalkan di rumah sakit bahkan sebelum dia siuman.
Dari saat itu, Arga dan Bian jadi jarang bertemu bahkan saat keduanya bertemu mereka seperti orang asing di mata satu sama lain
Sikap mereka tidak timbul begitu saja melainkan dari doktrin yang papa, mama serta kakek dan nenek mereka sendiri yang mengatakan pada Bian jika Arga menyalahkan atas kecelakaan yang terjadi itu akibat dirinya dan begitu pun sebaliknya.
Mereka mengatakan Bian pergi karena tidak mau bertemu Arga dan mengatakan pada Bian jika Arga menyuruh nya pergi jauh karena Arga tidak mau melihatnya lagi.
Mereka selalu berusaha memanas-manasi si kembar tentang satu sama lain bahkan sampai mereka dewasa.
Padahal dalam kenyataannya Bian adalah saudara sekaligus teman yang Arga punya dan begitupun dengan sebaliknya.
Karena doktrin yang di tanam kan jadilah Arga dan Bian bagaikan musuh, merka selalu berusaha menjatuhkan satu sama lain meskipun jauh di dalam hatinya mereka, mereka masih saling menyayangi. Tapi keduanya berpikir jika saudara nya benci padanya tapa pernah bertanya, tanpa pernah bicara empat mata sebagai saudara.
Flashback of.
"Kenapa berhenti Arga? Ayo bunuh aku, agar kau bisa leluasa memiliki Aleta, karena jika aku ada. Sudah pasti aku tidak akan pernah berhenti untuk mengejarnya." sarkas Bian sambil menekan pergelangan Arga agar semakin kuat mencekiknya.
Arga yang terpancing emosi lalu semakin mengeratkan cengkraman nya di leher saudaranya itu meski wajah Bian sudah memburu dan nafasnya semakin berat.
Dengan kasarnya Arga menaikan tangannya hingga kaki Bian tidak lagi menyentuh tanah.
Mata Bian sudah meraih bahkan ada tetesan air mata di kedua sudut matanya.
"Kita saudara kan, jadi sebaiknya kamu juga ikut mati bersama ku Bian!"
Senyuman licik pun terukir di bibir Arga.
Ketika Arga melihat Bian hampir mati lemas dia pun merasakan hal yang sama, jauh di lubuk hatinya dia sangat menyayangi saudara kembarnya itu jadi perlahan Arga melepaskan tangannya dari leher Bian.
Bian jatuh terkulai napasnya tersengal dan terbatuk-batuk, perlahan dia menghirup oksigen agar nafasnya kembali teratur, sambil bersandar di tembok dengan memegangi dadanya yang sesak Bian terus memandangi Arga yang berdiri membelakanginya.
"Kenapa berhenti Arga, bukanya kamu mau aku mati, bukannya kamu sangat membenciku. Jadi kenapa kamu berhenti? Ayo bunuh aku," ucap Bian masih dengan nafas yang berat
"Aku tidak pernah menginginkan kematian siapapun, apa lagi kematian saudara kembar ku sendiri Bian, kamu pasti senang sekarang karena saingan terberat mu sudah mati kan?"
"Kamu bohong Arga, bukannya kamu ingin aku mati agar kamu bisa tinggal dengan mama dan papa?" tuduh Bian.
"Hem... Dulu aku memang ingin ada di posisi mu tapi sekarang tidak lagi, aku punya Aleta yang sangat mencintai aku jadi berhenti mencoba merebutnya dari ku."
"Kamu curang Arga, dari kecil kamu selalu bisa mendapatkan apa yang kamu mau, kamu juara kelas, kamu bisa memimpin perusahaan dengan baik dan kamu berhasil mencuri perhatian papa dan mama padahal kamu jauh dari mereka. Tidak dengan aku yang padahal ada di sana tapi seperti tidak pernah ada bersama mereka, yang mereka katakan adalah Arga begini, Arga begit, jadilah seperti Arga. Itu menyakitkan Arga, ada tapi tidak pernah di anggap ada. Itu sebabnya aku selalu ingin apa yang kamu punya dan sekarang aku juga ingin Aleta, aku ingin di cintai sama seperti kamu."
"Sebesar itu kah rasa benci mu, pada ku Bian? Hingga aku sudah mati pun kau tidak tenang melihat ku bahagia." sarkas Arga.
"Aku tidak pernah membencimu! Asal kamu tau itu, aku hanya iri karena aku tidak pernah mampu menjadi seperti mu Arga."
Arga pun tertegun, jadi selama ini adik nya hanya iri buka benci. Lalu apa yang di katakan papa dan mamanya tentang Bian.
"Papa mama bilang_"
"Kau sangat membenciku!" ucap mereka bersamaan.
"Aku tidak pernah membencimu." sambung mereka.
"Lalu kenapa kamu ingin aku pergi jauh setelah kecelakaan itu?" tanya Bian penasaran.
"Kamu yang pergi saat aku koma, saat aku masih berjuang antara hidup dan mati!" tegas Arga.
"Tapi papa dan mama bilang?" sedetik kemudian mereka akhirnya sadar jika konflik yang terjadi adalah ulah dari orang tua mereka sendiri.
"Arga, maafkan aku. Karena tidak pernah bertanya pada mu."
"Aku pun sama, tolong maafkan aku." ucap Arga.
"Bian," panggil Arga yang sudah duduk di sebelah Bian.
"Hem..." saut Bian.
"Apa penawaran mu masih berlaku?"
"Penawaran yang mana?" Bian berusaha mengingat tawaran apa yang pernah dia berikan pada Arga.
"Yang kamu bilang aku boleh minta apa pun yang aku mau, termasuk nyawa mu." Arga coba mengingat kan.
"Jika kamu memang ingin aku mati, ayo lakukan sekarang." Bian sudah menutup matanya sambil merentangkan tangannya bersiap jika Arga akan menusuk atau pun mencekiknya lagi.
"Bukan itu yang aku mau." ucap Bian sambil melihat ke arah depan.
"Lalu?"
"Jaga Aleta untuk ku dan kuburkan tubuh ku secara layak, apa kamu mau?"
"Arga, apa kamu bercanda? Kamu bilang jika Aleta sangat mencintaimu lalu karena kamu malah ingin aku menjaganya?"
"Urusan ku di sini sudah selesai, karena aku sudah tau bahwa saudara ku tidak pernah membenciku."
"Arga, tapi aku_"
"Kamu sudah berjanji Bian dan janji adalah hutang." tegas Arga.
"Bian, Aleta gadis baik. Jadi tolong jaga dia dan bahagiakan dia, jika dia menolak mu jangan pernah berhenti terus dekati dia, aku yakin dia akan luluh apa lagi wajah kita sama."
Setelah bicara banyak pada Bian, Arga kemudian kembali menemui Aleta." Maafkan aku cantik, aku harus pergi, karena urusan ku sudah selesai. Hiduplah dengan baik dan berbahagialah selalu." Arga pun mengecup kening sang istri untuk terakhir kalinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Neng Alfiani
lebih setuju Leta sama Arga atau Bian?
2022-10-17
0
Siti Mariatun
duch jadi meloww aku.. lihat arga
pertama akuh
2022-10-17
0