Serpihan masa lalu.

"Tidak perlu Aleta bisa pulang sendiri."

"Aleta aku mohon beri aku kesempatan untuk lebih mengenal mu dan begitu pun sebaliknya." bujuk Bian.

"Maaf Bian. Aku tidak bisa karena aku sudah menikah." karena sudah sampai di parkiran kampus, Aleta pun turun dan di susul Bian.

Bian mencekal lengan Aleta menariknya ke sisi mobil, lalu ia sebutkan di sana.

Dengan tidak sopan nya Bian mencium bibir Aleta.

"Kurang Anjar!" satu tamparan Aleta layangkan di pipi Bian.

"Anda sudah sangat keterlaluan tuan Bian!"

"Aleta, aku minta maaf." sesal Bian.

"Saya bilang berhenti tuan Bian yang terhormat!"

Bian pun pasrah ketika Aleta meningkatnya.

Tidak di sangka saat pertengkaran Aleta dan Bian terjadi, ternyata Levi melihat semuanya dia sampai tidak bisa berkata-kata melihat sahabatnya turun dari dalam mobil mewah di antar Persia tampan pula. Dan yang paling Levi tidak duga adalah ketika lelaki itu mencium Aleta tapi Aleta malah menamparnya. Andai dia yang berada di posisi Aleta mungkin Levi malah akan meminta hal lebih dari sekedar ciuman.

Saat Aleta masih kesal, tiba-tiba levi memangilnya

"Leta."

"Lev?" Aleta sampai tidak bisa berkata-kata, karena yakin Levi melihat semuanya.

"Lev. Aku bisa jelasin semuanya."

"Santai saja Leta. Kamu bisa cerita nanti sekarang lebih baik kita masuk dulu." Levi pun menggandeng sahabatnya itu untuk segera masuk kedalam kelas.

Ketika Aleta masih kuliah, Bian kembali datang ke rumah Aleta untuk mencari tau di mana jasad Arga di makamkan.

Di kampus perasaan Aleta benar-benar tidak enak, perasannya mengatakan jika dia harus segera pulang maka tanpa pikir panjang Aleta langsung keluar kelas meski dosen masih berdiri di depan kelas.

"Pak. Maaf apa saya boleh pulang? Karena saya ada urusan yang sangat mendesak." tanya Aleta, tapi dia sudah berdiri sambil menenteng tasnya bersiap untuk pergi.

"Ada apa Aleta, apa semuanya baik-baik saja?" tanya Levi sambil memegangi tangan sahabatnya itu.

"Aku tidak tau. Tapi aku harus segera pulang." maka detik itu pun Aleta langsung keluar dari ruangan itu, lalu segera memesan ojek online.

Di kediamannya Bian dan sang ayah sudah bersiap membongkar kuburan Arga yang ada di bawah ranjang Aleta.

Lengan kemeja Bian di gulung sampai siku, dasi yang ia kenakan sedikit ia kendurkan dan dua kancing kemeja atasnya dia lepas. Memperlihatkan dadanya yang bidang, otot tangan yang meninggal. Benar-benar terlihat seksi dan gagah.

Sepanjang perjalanan Aleta tidak henti-hentinya berdoa semoga firasat nya salah, dan semuanya baik-baik saja.

"Di sini?" tanya Bian setelah menyingkirkan ranjang Aleta.

"Iya, tepat di sini."

"Apa dalam?"

"Tidak."

Bian sudah bersiap mengangkat cangkul nya untuk menggali tanah di bawah tempat tidur Aleta tadi.

Sesampainya di depan rumah Aleta buru-buru masuk kedalam, ketika mendapati mobil Bian terparkir di halaman rumahnya.

"Ayah!" teriak Aleta saat melihat Bian dan ayah nya sudah mencongkel lantai keramik di kamarnya.

"Apa yang mau kalian lakukan? Keluar dari kamar Aleta!" Aleta menghadapi ayah nya dan mendorong pelan sang ayah untuk keluar dari sana. Setelah ayah nya keluar kali ini Aleta menghampiri Bian yang sudah siap menghujamkan cangkul yang ia pegang untuk menggali tanah yang ada di bawahnya.

"Bian. Berhenti! Aku bilang berhenti."

Aleta terus memegangi tangan Bian, mencegahnya menggali makam Arga yang tepat berada di bawah mereka.

"Jangan Bian. Aku mohon, jangan." lirih Aleta yang sudah berlinang air mata.

Aleta menempelkan kedua telapak tangannya memohon pada Bian agar dia berhenti.

Entah kenapa hati Bian sangat sakit saat melihat Aleta menangis sambil memohon seperti itu, dia benar-benar tidak tega di buatnya hingga ia melemparkan cangkulnya dan meraih tangan Aleta, " bangun Aleta. Aku mohon jangan seperti ini." pinta Bian dengan lembut sambil memapah Aleta untuk bangun.

"Bian Akau mohon berhenti, jangan lakukan itu. Biarkan Arga di sana aku tidak mau kehilangan Arga."

Mendengar Aleta memohon hanya untuk Arga, membuat hati Bian terluka, dia cemburu kenapa Aleta memilih Arga yang jelas-jelas sudah tiada, buka dirinya yang masih hidup dan siap membahagiakan nya.

"Aku harus menguburkan jasad Arga dengan layak Aleta. Jadi aku mohon jangan halangi aku."

"Bian aku mohon jangan."

"Kenapa Aleta?"

"Apa kamu takut ayah mu di penjara? Tenang saja, aku tidak akan melaporkan mereka pada posisi, aku hanya ingin jasad Arga di kuburkan secara layak itu saja." bohong Bian.

Karena Aleta terus menghalangi nya Bian akhirnya memukul tengkuk Aleta hingga gadis itu jatuh terkulai tidak sadarkan diri.

"Apa yang anda lakukan pada putri saya?" tanya ayah Aleta sedikit marah.

"Aku hanya membuat nya pingsan itu saja."

"Sekarang lekas gali kuburan itu sebelum Aleta bangun!" titah Bian.

Di dalam alam bawah sadarnya Aleta bertemu dengan Arga.

"Mas." panggil Aleta.

"Hai sayang." Arga langsung menarik Aleta kedalam pelukannya.

"Mas, Bian_"

"Aku tau sayang."

"Lalu bagaimana dengan hubungan kita mas? Aleta tidak mau berpisah dengan mas."

"Mas juga sama sayang."

"Lalu apakah mas akan diam ketika Bian mau memisahkan kita?"

Aleta melepaskan pelukannya pada sang suami lalu mendongak untuk melihat wajah Arga yang kini kembali memeluknya.

"Tentu saja mas tidak akan diam saja sayang."

"Ayo lakukan sesuatu mas," Aleta menggoyangkan tubuh suaminya itu.

"Sabar sayang, di dunia mu ini masih siang dan mas tidak bisa berbuat apa-apa jika matahari masih terbit."

"Tapi jika menunggu malam, mereka pasti sudah selesai menggali kuburan mas."

"Tidak apa sayang, mas janji kita tidak akan pernah berpisah."

Karena mendengar penjelasan Arga Aleta pun menjadi sedikit tenang dan malah menyusupkan wajahnya di dada bidang sang suami hingga ia tertidur pulas.

Ketika Aleta sudah tertidur pulas maka roh Arga langsung melintas ke dunia untuk menemui Bian yang masih berusaha menggali makamnya.

"Kenapa Bian, apa tanahnya keras?" tanya Arga sambil menyilang kan kedua tangannya di dada, ketika melihat Bian begitu kesusahan menggali tanah yang ada di bawahnya.

"Arga. Akhirnya kamu datang juga." Bian pun melemparkan cangkulnya dan kembali menggulung lengan kemejanya sampai sebatas siku.

"Kenapa Bian, apa kamu merindukanku?" sarkas Arga.

"Oh tentu saja, aku sangat merindukan anak yang di buang mama!"

Entah kenapa perkataan Bian seperti pisau yang mencap di dada Arga hingga dia kesakitan di buatnya.

"Kita memang kembar, tapi bedanya aku anak kesayangan mama dan papa sedangkan kau anak buangan!"

Kali ini Arga berteriak semakin keras karena rasa sakit yang teramat sangat di dadanya.

Terpopuler

Comments

𝙃𝙄𝘼𝙏𝙐𝙎

𝙃𝙄𝘼𝙏𝙐𝙎

mamii

2023-05-17

0

Siti Mariatun

Siti Mariatun

Duch kasian arga


pertama akuh

2022-10-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!