"Ahhhhhh!" teriak Bian frustasi.
sebenernya Bian ingin melanjutkan pencariannya, tapi tiba-tiba turun hujan. Jadi Bian memilih untuk pulang dan melanjutkannya besok.
Di kediaman Aleta, Aleta sedang harap-harap cemas, cemas jika tiba-tiba Arga kembali datang dan memintanya melakukan hal yang sama seperti malam kemarin. dan tidak lama jam kuno di rumah Aleta pun berbunyi bertanda jika sebentar lagi sang suami akan tiba.
Busss....
hembusan angin adalah pertanda kedatangan Arga, dan tidak lama Aleta pun merasakan jika ada yang memeluknya dari belakang.
"Hei... kenapa melamun, apa yang sedang istri ku pikirkan?" tanya Arga sambil terus memeluk Aleta dan menaruh dagunya di ceruk leher sang istri.
"Ah... tidak ada tuan,"
"hmm... kenapa harus memanggilku tuan, kenapa tidak mas, atau sayang?" protes Arga.
"Maaf tuan_ eh mas," saut Aleta gugup.
Arga tau jika Aleta sedang memikirkan sesuatu, jadi untuk memastikan dia bertanya kembali.
"Kamu yakin, kamu tidak apa-apa?"
"Sebenernya, saya memikirkan tentang ini tuan?" Aleta pun menyodorkan selebaran yang tadi ia dapat di jalan.
"Kamu dapat dari mana?" Arga langsung mengambil kertas itu dan membacanya dengan sesama.
"kamu dapat ini dari mana?" tanya Arga penasaran.
"Anu... Tuan saya mendapatkannya dari orang-orang yang sedang mencari anda tadi pagi," jelas Aleta.
"hmm.." Arga tersenyum remeh sambil meremas keras kertas tadi yang langsung terbakar dan berubah jadi abu di tangannya.
"Ada apa tuan, kenapa anda malah terlihat marah?"
Aleta heran harusnya Arga senang ketika keluarganya, menghawatirkan dan mencari keberadaannya, tapi sikap Arga malah sebaliknya. Dia malah terlihat marah dan kesal. Atau mungkin Arga marah pada nya karena ayah Aleta, Arga jadi kehilangan nyawanya. Batin Leta dan sepertinya Arga tau apa isi hatinya.
"hei... sayang aku tidak marah pada mu, atau pada ayah mu. Jadi tolong jangan bersedih dan berhenti memikirkan itu." Arga meraih kedua pipi Aleta mencoba menengkannya.
Karena Aleta tidak kunjung tenang maka Arga memberikan satu kecupan manis di kening sang istri. hingga Aleta mendongak untuk melihat wajah Arga.
"Apa tuan bisa mendengar apa isi hatiku?"
"Tentu saja aku bisa, tapi tolong berhenti memanggilku tuan."
"Tapi tuan, karena ayah ku tuan jadi seperti ini."
"Aku sudah menerimanya sebagai takdir Aleta."
"Lalu kenapa tuan_ maksudku mas marah? bukannya harusnya tuan senang."
Mendegar pertanyaan Aleta Arga perlahan melepaskan pelukannya dan berjalan menuju arah jendela memandang lurus keluar menatap gelapnya malam.
"Aleta, mereka mencari ku bukan karena khawatir. Melainkan untuk memastikan aku masih hidup atau sudah mati."
Aleta tidak paham apa yang di maksud Arga dan kenapa sekarang wajah kesal Arga berubah menjadi sedih. Karena penasaran akhirnya Aleta memberanikan diri untuk mendekat.
"Tuan_ ah maksudku mas, kenapa mas bersedih?" tanya Aleta ragu.
Arga menghela nafas pelan lalu kemudian menengok ke arah sampingnya di mana Aleta sedang berdiri.
"Aleta, mereka tidak pernah menganggap ku, mereka hanya memanfaatkan ku, memperlakukan ku bak sapi perah penghasil uang untuk merka."
"Sedari kecil aku di didik begitu keras, agar jika aku besar aku bisa memimpin dan menjalankan perusahaan keluarga kami." sambung Arga.
"Aleta, jika di keluarga lain saudara di ajarkan untuk saling menyayangi, itu tidak berlaku di keluarga ku. Karena di sana kami di didik untuk saling bersaing hingga akhirnya aku dan saudaraku lebih terlihat seperti musuh."
Mendegar cerita Arga hati Aleta mendadak sakit, dia seperti tidak terima saat Arga tersakiti apa lagi yang menyakiti itu keluarganya sendiri. Dan lagi-lagi Arga tau isi hati Aleta yang membuatnya tersenyum, bagaimana bisa seorang perempuan yang baru ia kenal memiliki rasa empati yang begitu besar padanya dan jujur itu membuat Arga senang.
" Maafkan Aleta tuan_ ah maksudku mas,"
"Tidak apa sayang, sekarang aku sudah tidak bersedih lagi, aku malah berpikir kenapa tidak dari dulu saja aku mati, jika dengan kematian aku bisa bertemu dengan mu sayang." ucap Arga sambil kembali memeluk istrinya.
"Aleta, Apa malam ini aku bisa meminta hak ku sebagai seorang suami?" tanya Arga yang sontak membuat wajah Aleta memerah karena malu.
"Tuan Arga," panggil Aleta ragu.
"hem..."
"Apa Aleta bisa meminta sesuatu?"
"Apa?"
"Apa bisa beri Aleta waktu untuk lebih mengenal tuan_ ah maksud Leta, lebih mengenal mas lebih dalam sebelum kita melakukan hal itu lagi."
"hem... maksudmu kita berpacaran dulu, seperti itu?" tanya Arga.
Aleta sedikit gelagapan mendengar kata pacaran, tapi itu lebih baik daripada hubungan suami istri yang dia sendiri belum siap untuk melakukan nya lagi setelah malam itu.
"Iya bisa di bilang seperti itu. mungkin?" jawan Aleta malu-malu bahkan dia menunduk saat menjawab pertanyaan Arga tadi.
"Kenapa menggunakan kata 'mungkin? Aleta," tanya Arga sedikit protes.
Sedangkan di lain tempat Bian tengah menghabiskan malam nya dengan di temani satu botol wiski. Bian benar-benar merasa menjadi saudara yang tidak berguna karena belum juga bisa menemukan keberadaan Arga di tambah dia merasa takut tentang penglihatannya soal Arga yang bersimbah darah. Dia takut jika Arga memeng tidak baik-baik saja.
"Arga apa yang terjadi pada mu?" ucap Bian di tengah kesadarannya yang mulai menghilang akibat mabuk.
Tapi tiba-tiba salah satu anak buahnya datang menghampiri lalu berbisik di telinganya "Tuan, kami menemukan sedikit bukti tentang tuan Arga, kami menemukan jam tangan tuan di jual di pasaran gelap." ucap anak buah Bian sambil menyerahkan jam tangan rolex dengan nama Arga di bawahnya, jam yang. Bian pesan sebagai kado ulang tahun Arga tiga bulan lalu.
"Cari tau siapa yang menjualnya di sana dan seret orang itu kehadapan ku segera!" titah Bian yang langsung di jawab anggukan orang anak buahnya.
"Jika terjadi sesuatu pada Arga, akan ku pastikan orang itu akan menyesal seumur hidupnya!" ancam Bian yang sudah pasti tidak main-main.
Kembali pada Arga dan Aleta, keduanya tengah asik menikmati pemandangan langit malam dari balik jendela kamar Aleta, Aleta yang sedang berdiri bersandar di bahu suami hantunya itu begitu merasa tenang dan nyaman, apa lagi setelah Arga setuju dengan persyaratan yang dia berikan.
"Aleta, jika aku tau bahwa dengan aku mati bisa bertemu dengan wanita secantik dirimu, aku sudah pasti bunuh diri sejak lama." ucap Arga dengan ekspresi datar dengan pandangan yang terus melihat ke depan.
"Jangan katakan hal itu mas, jika bisa Aleta malah ingin melihat mas hidup." protes Aleta.
"Kenapa?"
"Ya mau melihat mas hidup, mas pasti tampan dan gagah ketika hidup." ucap Aleta spontan dan setelah itu dia menutup mulutnya karena malu.
"Terimakasih Aleta, tapi bukan kamu saja yang bilang aku tampan." ledek Arga sambil terkekeh geli.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments