Lusa harinya,
Pagi itu, Randy merenggangkan tubuh 193 cmnya di atas ranjang. Ia mengejabkan matanya dan menatap ke arah luar jendela, cahaya mentari yang masuk dari vitrase menimpa kelopaknya dengan rasa hangat yang lembut.
Dan ia pun menghela napas lega.
Astaga, memang pulang ke rumah adalah hal yang paling nyaman.
Lalu ia memposisikan tubuhnya supaya bersandar di headboard dengan busa tebal dan menatap sekelilingnya.
Semuanya sempurna kalau saja...
Kalau saja dia tidak di kamar ini.
Lemari feminin penuh koleksi tas branded, meja rias dengan botol-botol parfum, pot-pot kristal dengan bunga aneka warna, dan seprai yang coraknya klasik ala-ala renaissance.
Juga...
Wangi menggoda di sampingnya dengan rambut coklat lembut yang tergerai di atas bantal.
Yak, karena Randy lama tidak pulang ke rumah, Sang Papa memberikan kamar yang tadinya milik Randy ke Ruby. Di rumah itu ada 5 kamar tidur dan dua diantaranya kosong. benar-benar kosong tanpa perabotan. Ada sih kamar bekas Alm. Papanya, tapi Randy enggan tidur di sana. Mau numpang di kamar Romeo tapi kamarnya hanya ada single bed yang seukuran tubuhnya.
Mau tidur di sofa, malah sakit pinggang.
Jadi malam-malam dia mengetuk kamar yang ia tahu ada ranjang ukuran king size dengan kasur luar biasa nyaman, yaitu kamar milik Ruby dan membuang harga dirinya dengan tidur di sebelah ibu tirinya.
“Bikinin kopi dong, Boss,” gumam wanita di sebelahnya dengan wajah masih terbenam bantal.
“Nyuruh gue?!” tanya Randy.
“He’em,”
“Yang bener aja,” gerutu Randy.
“Gue nyokap lo, sekali-kali berbakti dong,” gumam Ruby.
“Ibuku lebih muda 5 tahun dariku,” sindir Randy dengan nada bicara ala-ala judul novel. “Baik, Mah... jangan lupa bikinin bekal. Anakmu ini hari Sabtu juga ke kantor buat beresin Akta,”
“Heeeeeem,” gumam Ruby sambil menjejak Randy supaya pria itu segera beranjak dari ranjangnya.
“Hih!” dengus Randy sambil dengan malas-malasan dia berjalan ke luar kamar dan mengacak-acak rambutnya.
Di luar, terlihat Romeo sudah siap dengan seragam pramukanya dan meneguk susu.
“Om,” sapa Randy. Sampai-sampai anak itu tersedak susunya.
“Hah?” Sahut Romeo memastikan kalau dia tidak salah dengar. Dengan wajah bengong ia menghapus susu di atas bibirnya.
“Hari ini pramuka, Om Romeo? Belajar kode morse nggak? Biar mudah mengartikan kode-kode wanita,” sahut Randy sambil terkekeh. Soalnya memang status Romeo adalah adik ibunya. Jadi berdasarkan hierarki kasta di keluarga, Randy seharusnya memanggil Romeo dengan jabatan ‘Om’.
“Sumpah, Garing banget!” gerutu Romeo. Anak itu kembali fokus ke ponselnya.
Randy menjulurkan lehernya untuk melihat layar ponsel Romeo.
“Ceile,” gumamnya jiper, “Serius kamu hari Sabtu begini ngurusin investasi online?!”
“Ya kan masih umur segini aku bisanya kerja apa coba? Semua dilakukan buat cari cuan. Btw, Om Randy subscribe yutubku ya, story telling kasus kriminal biasa sih. Lumayan lah biar genapin 1 juta subcriber,”
“Njir... sejuta?!”
“Aku cuma modal suara, tapi tampangku kumodifikasi jadi ala-ala cosplay gitu. Pada percaya tuh kalo aku cewek kiyut,”
“Jadi kalau kamu streaming kamu bakalan...”
“Jangan kaget kalo aku tiba-tiba mondar-mandir pake baju Maid, ya. Keperluan syuting soalnya,”
Randy mengaduk kopinya sambil menatap Romeo dengan seksama. Entahlah harus ia anggap apa anak laki-laki di depannya ini.
“Kopi gueeeeeee,” seru Ruby dari dalam kamar.
“Iya nyonyaaaaaa,” seru Randy sambil mendengus kesal.
*
*
“Kalo ada Papa, lo juga gini tingkahnya?” Randy duduk santai di atas Ranjang Ruby sambil memeriksa notifikasi di ponselnya.
Dari kemarin ia berusaha menghindari Victoria dengan berkeliling ke kantor-kantor cabang, sebisa mungkin ia tidak di gedung yang sama. Randy juga sedang berusaha mencari cara agar profit kali ini bisa menutupi setidaknya 50% jumlah penggelapan yang Papanya lakukan, agar paling tidak kalau semuanya terkuak perusahaannya tidak dipailitkan dan bisa mengganti kerugian pihak-pihak terkait.
Masalahnya, dia belum tahu berapa jumlah Korupsinya, dan dimulai dari kapan. Jadi ia mundur ke laporan keuangan di masa 5 tahun yang lalu, di mana Victoria dan Papa Victoria belum terlalu ikut campur di perusahaan Papanya.
Dengan dibantu dua asistennya, Wahyu dan Alan, Randy sebenarnya bersyukur diberi asisten yang lumayan cerdas dan bisa berjalan sendiri tanpa harus disuruh-suruh dulu. Tapi lama-lama ia kasihan juga dengan keduanya yang keningnya selalu berkerut saat membaca laporan.
Malah pernah ia mendapati Alan memasukan garam ke cangkir kopinya dan menegaknya sampai habis tanpa sadar kalau kopinya asin, dan Wahyu sholat Maghrib 5 rakaat.
Itu sudah cukup membuat Randy berpikiran kalau kedua asistennya sudah diluar batas kemampuan.
“Tingkah yang gimana?” tanya Ruby sambil menyesap kopinya dengan mata setengah terpejam. Tampak wanita itu berusaha menikmati setiap teguknya.
“Ngopi,”
“Bokap lo udah siapin breakfast on bed tanpa gue minta,”
Randy meringis jijik. “Ini bokap gue kan ya? Pak Raymond Gaspar yang sama?!”
“Kayaknya iya,”
“Yang tingkahnya congkak, sombong, egois dan agak picik,”
“Itu bokap lo sendiri, dan dia baik sama gue,” kata Ruby sambil kembali meneguk kopinya, “Dia bahkan nggak pernah nyentuh gue, makanya gue dikasih kamar sendiri,”
“Kamar lo ini bekas kamar gue,”
“Iya gue tau,”
“Terus kemana para ARTnya?”
“Dah gue pecat-pecatin, kecuali sekuriti. Itu pun mereka berjaga shift-shiftan,”
“Kenapa?”
“Mereka mulai gosip nggak bener mengenai gue dan Romeo,”
“Ya wajar dong,”
“Tapi nggak perlu menatap gue dengan pandangan seakan gue ini wabah berbahaya. Buat apa ada ART kalau gue minta tolong bikinin indomie aja langsung nyinyir?”
“Hm,”
“Jadi, gue pecat semuanya, dan gue urusin nih rumah gedong sendirian sampai ke lantai atas,”
“5 kamar tidur, 4 kamar mandi lo bersihin semua sendirian?!”
“Iya,” Ruby mengangkatt bahunya. “Kalau ibu-ibu di luar negeri bisa kok mengurus semua sendirian, kenapa gue nggak bisa?!”
“Hem,” Randy mengelus dagunya sambil berpikir. “Sebentar lagi lo bakalan kerja di kantor gue, udah pasti gue menuntut full time. Apa masih ada tenaga buat bersih-bersih?”
Ruby terdiam, lalu menghela napas.
“Gue nggak yakin gue mau-“
“Lo harus kerja kantoran,” potong Randy.
“Tapi, Boss-“
“Nggak bisa. Gue bayarin pajak waris 5 miliar, lo harus angsur 2 miliarnya pake gaji lo, tuh gue udah rela rugi 3 miliar itung-itung numpang tinggal di sini, di rumah yang tadinya punya bokap kandung gue! Jangan lupa sisa gaji lo tabung buat jaga-jaga kalo gue dipailitin. Jelas?!”
“Bawel banget sih lo. Kan judulnya nepotisme juga,”
“Kalo lo kerja yang bener, jatohnya kinerja lo sesuai dengan gaji,"
"Gue ini Baby, mana bisa kerja di belakang meja?!"
"Terus? Mau jadi Baby gue?"
Perlahan, Ruby menoleh ke arah Randy dengan pandangan waspada. Randy masih sibuk dengan ponselnya sambil sesekali mengacak-acak rambutnya.
"Lo serius ngomong gitu ato bercanda doang?!" sahut Ruby.
Randy menatap Ruby tanpa ekspresi, "Ya bercanda lah, mana mungkin gue mau sama lo, bisa langsung miskin gue. Inget kan wasiat papa? Kita dilarang cinta-cintaan atau semua bakal-"
"Sialan," potong Ruby dengan kesal. "Gue juga ogah turun ranjang sama cowok modelan kayak lo..." gerutunya sambil turun dari ranjang dengan wajah kesal.
"Modelan kayak gue nih ideal loh di LA," goda Randy.
"Bodo amat, ideal tapi kantong kering,"
"Ih, nohok..." kekeh Randy.
Dan Ruby pun menutup pintu toilet.
Wanita itu menanggalkan pakaiannya dan duduk di pinggir bathtub sambil menatap air hangat mengalir mengisi bak mandinya. Sesekali ia menyentuhkan jemari lentiknya memainkan percikan air.
"Mamaaaaah, jangan lupa bekal anakmu ini yaaaa, mandi jangan kelamaan!" seru Randy dari luar.
"Woy! Lo lebih ngerepotin daripada anak 10 taon! Dasar bocah gede!!" seru Ruby kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Cut SNY@"GranyCUT"
kayak anak TK..😁
2024-09-06
0
Kustri
bocah gede,,,, udh bs bikin bocah loh🤣🤣🤣
2024-05-09
0
May Keisya
ya ampuuun Romeo🤣🤣🤣🤣
2024-01-24
0