Raudlatul Jannah Memorial Park, Kabupaten Karawang
Dalam keheningan mereka menatap gundukan tanah rapi yang kini bertabur bunga-bunga warna-warni. Para pelayat menatap tanpa ekspresi saat salah satu Ustad kenalan keluarga besar membacakan lantunan ayat yang syahdu. Beberapa orang menangis, yang lain tampak berbisik-bisik mengobrol. Suatu pemandangan yang sebenarnya wajar di setiap kondisi pemakaman.
Namun, dari tadi Randy Gaspar bolak-balik melirik ke salah satu pelayat yang tampak duduk di kursi utama, tepat di barisan depan. Wanita, rambutnya di cat coklat, wajahnya tanpa riasan namun jelas terlihat kalau sangatlah cantik. Di sebelah wanita itu ada seorang anak laki-laki berusia sekitar 10-12 tahunan, yang jelas tampak sudah cukup mengerti kalau saat ini situasinya serius karena raut wajahnya alih-alih sedih, dia tampak tegang. Seakan anak itu sedang membayangkan bagaimana hidupku setelah ditinggal.
Masalahnya, Randy tidak mengenal mereka berdua.
Yang lain ia kenal, keluarga besar Almarhum Papanya yang jasadnya saat ini terkubur di bawah tanah, beberapa kenalan yang sebagian besar kawan pensiunan Papanya, para tetangga, para teman-teman di club Papa.
Tapi siapa wanita itu?
Dan kenapa dia duduk di barisan ‘Keluarga’?
Juga dalam hati randy berpikir, memangnya aku pergi selama itu ya?
Karena seingatnya, ia pergi dari hidup Papanya hanya selama 5 tahun, bisa kurang dari itu, ia genapkan saja 5 tahun. Dengan kata lain, sebenarnya tidak terlalu lama. Setelah perdebatannya dengan Sang papa mengenai masalah Victoria, Randy nekat mau pergi dari rumah dan Pak Raymond mengancam akan menghapus Randy dari keluarganya apabila Randy sampai nekat pergi.
Itu terakhir kali mereka bertemu.
Masa 5 tahun berikutnya, memang ada banyak kejadian di hidup Randy. Ia akhirnya tinggal di Los Angeles sambil mengelola bisnis keluarganya. Randy depresi dan mulai menghabiskan waktunya dengan bekerja untuk melupakan semua masalahnya, juga berlibur kemana pun yang ia inginkan, mencari lokasi-lokasi wisata spektakuler di dunia.
Dan ternyata semua itu berhasil.
Ia tidak peduli lagi akan Victoria, juga papanya, juga masalah hidupnya yang lain.
Dan saat kembali berlibur ia jadi bisa fokus bekerja karena otaknya sudah fresh.
Entah bagaimana Papanya mengalihkan semua sahamnya menjadi atas nama Randy, dan pria itu bahkan malas mengucapkan terima kasih karena menganggap semua itu adalah akal bulus Papanya untuk mendapatkan simpatinya. Dalam waktu 5 tahun perusahaannya mendapatkan investor besar dan mulai merambah maju,keuntungannya bahkan sampai mengalahkan perusahaan induk.
Lalu, pengacara Papanya mengabarinya. Kalau Pak Raymond meninggal karena serangan jantung.
Dan di sinilah sekarang Randy berada.
Jadi setelah para tamu pergi, yang herannya selain ke Randy, mereka juga berpamitan ke wanita itu dan anaknya, jadilah mereka sekarang berdiri bersebelahan. Dari sudut matanya Randy mengamati kalau wanita ini masih sangat muda. Dan air mata yang mengalir di pipi wanita itu tampak nyata dan tidak dibuat-buat.
Bahkan setelah semua orang pergi dan hanya ada mereka bertiga di sana, si anak laki-laki duduk tenang di kursi plastik sambil menyeruput minuman kotak, dan si wanita berlutut sambil sesekali membenahi bunga-bunga yang jatuh di sisi makan, Randy hanya berdiri diam dan memperhatikannya.
“Pak Randy,” Randy menoleh mendengar panggilan itu, dan tampak Pak Jamal, Pengacara Papanya, sudah berdiri dengan menenteng map di tangannya. “Ayo, saya antar kalian pulang,” Kata Pak Jamal.
“Saya pulang sendiri-”
“Saya akan membicarakan mengenai peninggalan Pak Raymond setelah ini. Jadi mohon berkumpul di kantor saya,” potong Pak Jamal tegas.
“Tidak bisa besok saja?”
“Para keluarga besar sangat marah terhadap keputusan yang diambil almarhum, jadi saya gerak cepat agar kalian, orang-orang terdekat Almarhum, yang paling pertama dimintai persetujuan sebagai penerima,”
“Maksudnya ‘Kalian’ itu termasuk...” Randy menunjuk Wanita itu dan si anak laki-laki. Mereka berdua mengangkat wajahnya dan menatap Randy. Terutama wanita itu, wajahnya yang lelah dengan mata sayunya yang letih, seakan sedang berharap untuk berita baik.
“Ya termasuk Bu Ruby dan Romeo,”
Ah, jadi itu nama mereka berdua. Ruby dan Romeo. Randy bahkan baru mengetahuinya sekarang.
“Mereka siapa?”
Pak Jamal mengangkat alisnya, “Pak Randy di masa 5 tahun ini ternyata benar-benar lost contact sama sekali ya dengan Pak Raymond?!”
“Yaaa, Pak Jamal tahu sendiri,”
“Saya tidak berpikir kalau Pak Randy sampai tidak tahu kabar beliau selama ini,”
“Memang tidak tahu, kan saya katanya sudah dicoret dari KK,”
“Usia Pak Randy cukup tua untuk mengetahui kalau hal itu hanya gertakan,”
“Siapa pun tahu Papa saya tidak pernah menggertak, kalau dia bilang iya, ya iya. Kalau dia bilang saya dicoret dari KK, ya itulah yang akan dia lakukan,”
“Kalian berdua kekanak-kanakan. Lalu bagaimana? Perseteruan kalian ada hasilnya?” tampak Pak Jamal dengan sinis menatap Randy.
“Itu bukan urusan Pak Jamal,” gerutu Randy.
“Itu jadi urusan saya, karena saya harus memastikan warisan Pak Raymond tidak diterima oleh siapa pun selain ahli waris yang ditunjuk,”
“Saya tidak butuh harta Papa. Saya bahkan lebih kaya darinya,” sahut Randy mulai emosi, “Dan lagi, siapa mereka berdua? Rasanya saya tidak punya sepupu atau keponakan yang tampangnya kebule-bulean seperti mereka,”
Pak Jamal menghela napas, “Kita bicara di rumah saja ya, karena hal ini berkaitan dengan... hidup mereka berdua juga,” dengan pandangan miris, pengacara itu menatap Ruby dan anaknya, Romeo.
“Heli sudah siap, kita mengejar waktu,” kata Pak Jamal sambil mengangguk kecil ke Ruby dan Romeo, memberi kode agar mereka berdua mengikutinya.
Randy menghela napas berat, lalu menatap Ruby dan Romeo saat mereka melewatinya. Dan pria itu pun menatap gundukan tanah Papanya.
Dalam hatinya ia mengeluh,
Papa, apa lagi yang kau lakukan kali ini?! begitu batinnya berbicara.
Jadi dengan langkah gontai dan malas, ia juga mengikuti Pak Jamal ke arah heli pad sambil menelpon kedua ajudannya yang menunggunya di mobil.
“Alan, kamu dan Wahyu kembali saja ke Jakarta. Saya mau pulang dengan Pak Jamal,” kata Randy lesu.
“Pak Randy, Pak Komisaris baru saja menghubungi, dia ingin Rapat Pemegang Saham diadakan besok pagi. Masih banyak saham Pak Raymond di grup, jadi saya harap nanti malam Pak Randy dapat hadir di kantor karena saya dan Wahyu mau membahas administrasinya dengan Notaris,” kata Alan dari seberang telepon.
“Astaga, Pak Jamal belum bilang mengenai pembagiannya, Pak Komisaris udah main libas saja! Bilang ke dia besok malam saja meetingnya, saya sedang suasana berduka! Walau pun saya tidak sesedih itu,” cepat-cepat Randy menambahkan.
“Katanya, kalau Pak Randy tidak hadir, mereka akan menentukan porsi manajemen tanpa Pak Randy,”
“Mereka tampaknya mau kudeta,” Randy mengusap rambutnya sambil mengerutkan keningnya. Ia akui memang dari dulu banyak yang tidak suka dengan Papanya.
“Pak Randy sudah lama tahu tabiat mereka,”
“Oke oke, nanti malam setelah urusan warisan selesai saya ke kantor, kita menginap saja di sana,” gerutu Randy sambil mengerang malas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Aira apsari
atot ini emang gak kaleng-kaleng lahh
2023-06-09
1
Saepul 𝐙⃝🦜
Wah 🤩 warisan oey
2022-12-11
1
AI AW50 𝐙⃝🦜
Kaga mau warisan katanya
2022-12-08
0