Aku sengaja meliburkan diri dari segala urusan kantor dan memilih stay di rumah Zahra. Sebenarnya aku dan Aira sedang mengalami cek-cok kecil mengenai masalah program hamil yang sedang dijalaninya. Sebesar apapun usaha kami berdua, tetap tidak akan berhasil.
"Ra, kamu gak ingin makan sesuatu?" tanyaku pada Zahra saat ku lihat mata Zahra terus menatap keluar jendela.
"Gak ada, Mas," jawabnya sedikit berat.
Aku tahu ini Zahra memang sengaja tak ingin melihatku. "Beli rujak kayaknya enak," celotehku untuk membujuknya berbicara. Namun, ternyata dia acuh tak peduli. Aku hanya bisa menghela napas beratku saja.
"Tunggu bentar ya," ucapku yang langsung turun dari mobil.
Ku lihat tak ada tanggapan apapun dari Zahra. Aku pun tak peduli. Segera ku pesan rujak yang ada di pinggir jalan. Mungkin karena cuaca yang terik membuatku ingin memakan yang segar-segar. Apalagi saat melihat buah-buahan, aku tak bisa menahan air liurku.
Sepanjang perjalanan pulang, tak ada percakapan diantara kami berdua. Zahra terus saja mengabaikanku. Setelah sampai di rumah, aku segera turun. Rasanya sudah tak sabar lagi untuk menikmati rujak yang sudah membuat air liurku terus menetes.
Namun, saat langkah kami berdua hendak masuk tiba-tiba sebuah panggilan menghentikan langkah kami. Ku lihat ada dua orang ibu-ibu dan tiga orang bapak-bapak sedang menuju ke arah kami.
"Assalamualaikum, Pa," sapa salah seorang di antara mereka.
"Waalaikumsalam," jawab ku heran dengan kedatangan mereka. "Ada apa ini ya?" tanya aku segera.
"Mohon maaf sebelumnya jika kedatangan kami mengganggu waktu bapak dan ibu. boleh kita berbicara sebentar, Pak?"
Aku hanya mengangguk pelan dan menyilahkan mereka untuk masuk kedalam, tetapi mereka menolak dan memilih duduk di teras.
"Jadi begini bapak, ibu, sebelumnya perkenalkan saya adalah ketua RT di kompleks ini. Saya mendapatkan aduan dari salah satu warga jika ada pendatang baru disini. Untuk mencegah sesuatu yang tidak diinginkan, bolehkah saya meminta data bapak dan ibu?" tanya laki-laki yang mengaku sebagai ketua RT.
"Kami baru menikah, Pak. Belum sempat mengurus kartu keluarga. Tapi saya punya KTP." segera kuambil sebuah KTP dari dalam dompetku dan kuserahkan kepada Pak ketua RT.
"Ra, ambil punya kamu!" perintahku pada Zahra.
"Ini." Zahra pun langsung mengeluarkan KTP miliknya dari dalam dompet langsung menyerahkan kepada Pak ketua RT.
Pak Ketua RT mendengus pelan saat melihat KTP kami berdua. Jelas saja ada kejanggalan karena KTP Zahra tertulis belum menikah sedangkan punyaku tertulis sudah menikah.
Seorang ibu-ibu langsung maju ke depan dan berkata, "Jangan-jangan kalian ini adalah pasangan gelap yang sengaja mengungsi ke sini. Asal kalian tahu kami tidak Sudi menerima pasangan menjijikkan seperti kalian. Saya sebagai ketua dari ibu PKK tidak sudi jika kompleks kami dijadikan tempat berzina!" ujar seorang ibu-ibu yang mengaku sebagai ketua PKK.
"Tenang Bu, tenang!" timpal seorang temannya. Kulihat mata ibu-ibu Ketua PKK itu terus menyala ke arah kamu berdua. semua ini memang salahku yang tak langsung mengurus kartu keluarga. Karena niat awalku hanya menginginkan Zahra untuk melahirkan anakku saja.
"Kalau begitu bisa saya lihat buku nikah kalian?" tanya pak ketua RT.
Aku menelan kasar salivaku saat ditanya mengenai buku nikah.
"Tuh kan Pak, mereka nggak bisa jawab. Berarti sudah jelas kalau mereka ini bukanlah pasangan yang sah melainkan pasangan zina. Pokoknya saya tetap tidak terima jika mereka tetap tinggal di kompleks ini!"
Zahra menatapku dengan wajah ketakutan. Salah satu bukti bahwa kami telah menikah aku yang menyimpannya, bahkan milik Zahra pun aku yang memegang.
"Maaf Pak, Bu. Kebetulan kami ini baru pindah, jadi buku nikah kami berdua masih berada di tempat lama," jelasku pada orang-orang yang sudah menetap kami dengan tajam.
"Meskipun baru pindah tapi itu adalah salah satu kunci yang menguatkan kalian jika kalian itu adalah pasangan sah. Terus ini apa, si Mbak ini status belum nikah, si Mas ini status sudah menikah. Bahkan mereka juga tidak bisa menunjukkan buku nikah. Apakah itu belum cukup membuktikan bahwa mereka ini adalah pasangan gelap?" timpal seorang wanita di sebelah ibu Ketua PKK.
"Pak RT harus tegas dengan mereka. jangan sampai mereka membuat malu kompleks kita. Pak RT tahu sendiri kan bagaimana jika warga sudah bertindak?" sambung ibu yang mengaku sebagai ketua PKK.
Pak RT dan dua orang lainnya hanya bisa membuang napas berat mereka masing-masing.
"Mohon maaf sebelumnya pak Alzam dan ibu Zahra. Saya tidak tahu kalian ini datang dari mana dan status kalian apa. Namun, jika benar kalian adalah orang yang tidak sah, dengan berat hati saya tidak mengizinkan kalian untuk tetap tinggal di sini, meskipun rumah ini telah kalian beli. Kalian tinggal di daerah kekuasaan saya, berarti kalian harus mengikuti aturan yang berlaku di sini," kata pak ketua RT.
Ku anggukkan kepalaku dengan pelan. Seharusnya aku memikirkan tentang hal kecil seperti ini. Aku mengaku salah karena tidak permisi terlebih dahulu kepada ketua RT.
"Untuk Pak RT dan juga ibu Ketua PKK, saya dan istri saya meminta maaf yang sebesar-besarnya karena tidak membuat laporan kepada Pak ketua RT jika kami telah tinggal di sini. Besok saya akan membawakan bukti buku nikah kami kepada pak ketua RT, karena memang buku itu masih berada di rumah lama saya," jelaskan untuk meyakinkan mereka.
"Ya sudah, saya harap itu bukan hanya alibi bapak dan ibu. Saya tunggu bukti-buku nikah itu besok pagi. Kalian bisa langsung ke rumah saya. Itu rumah saya yang di depannya ada pohon mangga besar. Terima kasih atas waktunya, kami permisi," ucapkan ketua RT.
"Awas saja jika kalian tidak bisa membuktikan bahwa kalian adalah pasangan yang sah. Jangan salahkan warga jika mereka akan murka!" ancam ibu yang mengaku sebagai ketua PKK.
Setelah kepergian mereka aku langsung mengajak Zahra untuk masuk. Kejadian tadi membuat sejarah sedikit syok. Kulihat dia sedang mengambil air minum dan menekuknya hingga tandas.
"Nggak usah kamu pikirin terlalu dalam itu hanya akan mempengaruhi tumbuh kembang janinmu. Aku akan mengambil buku nikah kita besok. Untuk hari ini aku ingin beristirahat di sini," kataku pada Zahra yang terlihat gelisah.
Gara-gara kedatangan rombongan Pak RT, aku sudah tidak berselera untuk memakan rujak yang telah aku beli tadi. Rasanya sudah hambar.
"Ra, simpankan rujak ini di kulkas! Aku ingin beristirahat," perintahku pada Zahra.
Seger aku ayunkan langkahku menaiki anak tangga. Namun, saat mataku menoleh ke belakang Zahra tak menyimpankan rujak itu. Dengan senyum tipis, ku gelengkan kepalaku. "Dasar gengsi," cibirku dalam hati.
.
.
.
.
.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Maemuna Mgs
semoga zahra secepatnya mengetahui niat busuk si alzam.bikin geram saja laki2 sepertih itu.
2022-09-27
0
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
untungnya ara dinikahin resmi ya
2022-09-27
1