Ku pandangi wajahku di kaca rias sebelum mengoleskan skine care yang baru saja ku beli mengunakan uangku sendiri. Semenjak mas Alzam pulang, tak ada kata yang terucap dari bibir ku maupun bibir mas Alzam. Kami sama-sama saling menjaga jarak.
"Ra, di dalam sini ada cukup uang untuk keperluan mu, jadi berhentilah kamu untuk berjualan online," kata mas Alzam yang mengedarkan sebuah kartu ATM kepadaku.
Aku hanya bisa tersenyum tipis. "Terimakasih, Mas. Tanpa kamu berikan uang kepadaku, aku masih bisa mencarinya sendiri."
"Aku ini suamimu, Ra!" Mas Alzam mengeluarkan nada tinggi.
"Kamu memang suamiku, Mas! Tapi itu hanya sebuah status saja. Karena nyatanya tidak ada cinta diantara kita dan kamu juga telah menikah dengan orang yang kamu cintai. Lalu untuk apa kamu pedulikan aku? Apa hanya karena perjanjian mu dengan ibuku sehingga kamu tidak bisa melepaskan ku? Baiklah jika kamu tidak bisa untuk melepaskan ku, maka aku akan melepaskan mu. Aku akan berusaha untuk mencari dana untuk membayar jumlah uang yang telah dipinjam oleh ibuku agar kamu bisa melepaskan ku," ucapku panjang lebar.
Masih bisa ku lihat dengan jelas wajah mas Alzam yang masih tertunduk dari kaca rias.
"Selamat atas pernikahan kalian," ucapku yang kemudian beranjak ke tempat tidur. Kucoba untuk tak mengeluarkan air mata didepan mas Alzam. Aku tidak ingin terlihat lemah dihadapannya.
"Ra, aku minta maaf jika aku telah membawamu masuk kedalam masalah ini. Bencilah aku semau mu karena aku saat ini aku belum bisa untuk melepaskan mu."
Aku tersenyum getir. Sampai saat ini aku tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran mas Alzam. Apakah dia adalah pria serahkan yang ingin memiliki dua istri yang bisa dinikmati kapan saja? Aku menggeleng pelan.
"Kamu kenapa, Ra? Oke, aku kesana sekarang juga."
Kupikir mas Alzam sedang berbicara denganku, ternyata dia berbicara dengan Aira dari balik telepon.
"Tidurlah! Malam ini aku akan tidur di rumah Aira."
Baru saja pulang, kini harus pergi lagi. Cinta mas Alzam memang hanya untuk Aira seorang.
Ya Allah, sesakit inikah hatiku saat mas Alzam lebih mengutamakan keadaan ketimbang perasaanku? Segera ku seka air mata yang sudah membasahi pipiku, karena aku sudah berjanji akan menjadi wanita kuat.
Mentari pagi begitu cepat menyapa. Aku yang baru beberapa jam tertidur, kini sudah harus bangun. Setelah melaksanakan sholat subuh, aku segera menuju dapur lagi untuk mempersiapkan pekerjaan baruku. Mbok Inah yang baru saja keluar dari kamar menatapku
dengan heran.
"Lho ... masih lagi kok udah disini," kata dengan gelengan kepala.
"Ah iya, Mbok. Alhamdulillah orderan kue hari ini," jawabku dengan antusias.
"Alhamdulillah Non. Mbok bahagia mendengarnya. Tapi mbok belum bisa bantuin non Ara karena harus mempersiapkan sarapannya den Al."
Ku tatap mbok Inah dengan senyum tipis dibibirku. "Mas Alzam gak bakalan sarapan disini mbok, karena dia tidur di rumah mbak Aira," jawabku singkat.
"Astaghfirullahaladzim." Mbok Inah menutup mulutnya. "Jadi den Al pergi ke rumah neng Aira?" Mbok Inah sangat terkejut dengan ucapanku.
"Non Ara harus kuat dan sabar ya. Mbok yakin akan ada hikmah dibalik semua ini. Sakit memang Non rasanya diduakan, apalagi sampai di madu. Karena yang manis itu hanya madu lebah," ujar mbok Inah yang masih bisa menyelipkan candaannya.
"Aku pasti kuat selagi ada mbok Inah disampingku. Karena mbok Inah adalah ibu pengganti untukku."
Cukup lama kami berkutat di dapur dan tak menyadari jika mas Alzam dan juga mbak Aira sudah berada di belakang kami. Aira segera mendekat dengan wajah yang berbinar, sementara mas Alzam segera pergi ke kamar.
"Wah ... ternyata kamu pintar buat kue ya, Ra."
"Eh mbak Aira," kataku yang berpura-pura baru menyadarinya.
"Maaf kedatanganku terlalu pagi. Mas Al yang mengajakku kesini."
"Oh iya, mbak Aira udah sarapan belum? Kalau belum aku buatkan ya," tawar ku pada perempuan yang saat ini telah menjadi maduku tanpa sepengetahuan darinya.
"Boleh deh. Kebetulan aku juga belum sarapan. Em ... aku nyusul mas Al dulu ya."
Aku hanya bisa mengangguk pelan. Setelah menyingkirkan adonan kue, aku segera meracik sayuran yang akan aku masak untuk maduku. Mbok Inah yang berada disampingku mengambil alih paksa kegiatanku.
"Biar mbok yang memasak. Non Ara lanjutkan lagi buat adonannya, mbok tidak mahir," ucap mbok Inah. Meskipun ditutupi, tapi aku tahu jika mbok Inah sedang tidak tega melihatku.
"Aku hanya ingin memasak untuk ... "
"Sudah, biar mbok saja!" potong mbok Inah dengan cepat.
"Makasih, mbok." Hanya kata itu yang bisa kuberikan pada mbok Inah atas kebaikannya.
Hampir lima belas menit sarapan telah tersaji diatas meja. Aku melihat mas Alzam dan Aira juga menuruni anak tangga dengan sangat mesra, bak dunia hanya milik berdua.
Saat melihat aku yang sedang menata sarapan, tangan mas Alzam dengan pelan melepaskan tangan Aira dan berpura-pura untuk membenarkan dasinya.
"Wah ... wangi sekali," ujar saat hidungnya menangkap aroma masakan yang baru saja ku sajikan.
"Ternyata kamu juga pandai masak ya, Ra. Jadi iri aku padamu," kata Aira yang sudah tak sabar untuk mencicipi masakan Zahra. "Pantas saja setelah kamu bekerja disini, mas Alzam membawa bekal untuk ke kantor. Ternyata di rumahnya ada seorang chef," puji Aira dengan wajah yang berbunga-bunga.
"Mas, kalau Zahra pintar masak aku tak perlu khawatir dengan kandungan gizi yang harus aku konsumsi setiap harinya. Aku akan tinggal disini agar Aira bisa membuat masakan yang sehat dan bergizi. Bukankah kita juga sedang melakukan program kehamilanku," celoteh Aira panjang lebar yang membuat dadaku semakin sesak.
Mas Alzam yang mendengarkan celotehan istri mudanya langsung tersedak ludahnya sendiri.
"Minum, Mas." Siapa yang menyangka jika tanganku dan tangan mbak Aira sama-sama menyodorkan gelas kearah mas Alzam.
Sadar akan sikapku yang bisa dikatakan lancar, aku segera menarik kembali gelas yang berada di tanganku. "Maaf, aku tinggal kebelakang dulu, ya."
Telingaku masih bisa mendengar ucapan kekhawatiran dari mbak Aira. "Kamu ini gimana si, Mas!"
Tidak butuh waktu lama, sepasang pengantin baru itu sudah menghabiskan sarapannya. Hatiku kembali tersayat saat melihat mas Alzam memperlakukan mbak Aira dengan penuh cinta. Bahkan aku bisa melihat jika mas Alzam memberikan sebuah ke.cu.pan di kening mbak Aira.
"Hati-hati Mas," ucap Aira dengan lambaian tangan pada mobil mas Alzam yang sudah mulai meninggalkan pekarangan rumah.
.
.
.
.
.
.
.
...~BERSAMBUNG~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Surati
semangat dalm mengais rejeki Ara supaya secepatnya kau bisa meninggalkan Al
2023-02-04
0
Santi Liana
ga sbr rasany pengen CPT Aira ninggalin azlam
2022-11-04
1
ipit
nyesek abiiis😭
2022-10-21
1