Pernikahan yang baru saja berjalan dalam hitungan hari harus terkoyak oleh keputusan mas Alzam yang ingin menikahi Aira. Meskipun pernikahan ini tak ada rasa cinta, tak seharusnya mas Alzam melakukan semua ini padaku. Dia tidak bisa melepaskan ku karena sebuah kontrak, tapi dia juga tidak bisa ingkar pada tunangan. Ternyata mas Alzam sudah merencanakan pernikahannya dengan Aira bertepatan dengan ulang tahunnya Aira.
Aku hanya bisa mengantar kepergian suamiku sampai depan halaman. Tidak ku pungkiri rasa sakit dan kecewa telah bersarang dalam dadaku.
"Yang sabar ya, Non." Mbok Inah mengelus lenganku. Aku masih berusaha untuk kuat hingga mobil mas Alzam sudah benar-benar menghilang dari pandangan mata.
Air mata yang ku tahan akhirnya tumpah ruah di depan mbok Inah. Aku menangis mengeluarkan rasa sesak dalam hatiku.
"Apa salahku Mbok? Mengapa mas Alzam tega melakukan semua ini padaku? Jika dia memang tidak mencintaiku, seharusnya dia melepaskan aku, Mbok." Ku peluk erat wanita yang bernama mbok Inah itu.
"Sabar, Non. Non Ara harus kuat."
Istri mana yang akan kuat jika suaminya akan menikahi perempuan lain dalam usia pernikahan yang baru beberapa hari saja.
Ku rebahkan tubuhku disebuah sofa. Seketika aku mengingat sosok ibu yang telah tega melakukan semua ini padaku.
"Aku harus menemui ibu," kataku sambil menikah jejak air mata. Aku harus meminta keterangan dari ibu mengapa dia melakukan semua ini padaku. Dan aku juga harus tahu apa isi perjanjian yang telah ditandatangani oleh ibu dan juga Mas Alzam.
"Mbok, mbok Inah, aku pergi dulu ya."
Dari arah dapur, mbok Ina tergopoh untuk segera menghampiriku. "Non Ara mau ke mana?" tanyanya.
"Mbok, aku akan menemui ibuku sebentar. Ada urusan yang harus aku selesaikan. Aku pergi dulu ya," pamitku pada mbok Inah.
"Tapi Non .... "
"Mbok tenang aja, aku akan kembali setelah urusanku selesai."
Segera ku tinggalkan mbok Inah yang lihat berat untuk melepaskanku, tetapi aku harus pergi. Aku ingin meminta penjelasan dari ibu.
Aku harus sedikit bersabar untuk menunggu transportasi yang mengarah ke rumah ibu. Aku tidak berani untuk memesan taksi online karena aku takut uang yang ada di tanganku akan habis. Sejak menikah dengan mas Alzam, pria itu sama sekali belum memberikanku uang sepeserpun.
Meskipun mas Alzam adalah pria asing dalam hidupku, tetapi dia adalah suamiku. Aku mencoba untuk menerima pernikahan ini, tapi nyatanya Mas Azzam Alzam ingin menandai pernikahan ini dengan menikahi wanita lain. Air mataku tak hentinya membasahi pipi ini. Saat ini hatiku benar-benar rapuh. Tak ada sandaran tempatku untuk mengadu. Ibu yang aku anggap sebagai malaikat dalam hidupku, dia tega menjualku kepada Mas Alzam. Jika saja mas Alzam tidak mau menikah denganku, mungkin saat ini aku sudah dijual ibu di tempat pelacuran.
Ibu yang ku anggap malaikat tak bersayap, yang aku hormati dan aku sayangi, sepertinya tidak pernah bisa lapang menerima kehadiranku. Kesalahan yang ayah lakukan, semuanya dilimpahkan kepadaku. Jika aku bisa meminta, aku tak ingin dilahirkan oleh ibu jika aku hanya akan menjadi beban untuknya.
"Mbak, udah sampai," kata seorang sopir yang membangunkan tidurku. Dengan pelan ku edarkan pandanganku. benar saja saat ini aku sudah berada di simpang arah menuju ke rumahku.
"Ah, maaf Pak saya ketiduran," ucapku sambil mengeluarkan beberapa lembar uang untuk membayar Pak sopir.
"Hati-hati, Mbak," ujarnya setelah menerima uangku. Aku mengangguk pelan kemudian turun dari bus.
Aku memang sengaja tidak memberitahu kedatanganku kepada ibu. Karena Ibu pasti akan melarangku dengan berbagai alasan.
Tidak butuh waktu lama, langkahku telah sampai di depan rumah. Baru saja aku tinggal beberapa hari, rumah yang setiap hari ku bersihkan kini terlihat seperti tak terawat lagi. bahkan pintu rumah pun terlihat digembok.
"Assalamualaikum, ibu," panggilku sambil mengendor pintunya. Tak ada sahutan, karena memang pintu itu digembok yang artinya tidak ada orang di dalamnya.
"Lho Zahra," kata salah satu tetangga yang tak sengaja lewat di depan. "Kamu ngapain ke sini?" tanyanya lagi.
Aku mengernyit heran. Bukankah wajar jika aku pulang ke rumahku untuk menemui ibuku?
"Lho, memang kenapa? Kan aku ingin menemui ibuku, Buk."
"Kamu ini gimana, sih? Masa ibumu pindah kamu gak tahu?"
Aku melotot mendengar ucapan dari buk Yeni yang mengatakan bahwa ibu sudah pindah. Lalu ibu pindah ke mana? bahkan Ibu juga tidak memberitahu. Aku hanya bisa meremas dadaku, menahan rasa sesak yang bertubi-tubi.
"Pindah kemana, Buk?" tanyaku penasaran.
"Ibu juga tidak tahu. Tapi setelah hari pernikahanmu, ibu beserta kedua adik dirimu langsung memutuskan pindah. Katanya ayah tirimu mendapatkan pekerjaan di luar kota," jelas Bu Yeni.
Aku hanya bisa menelan kasar ludahku. Apakah semua ini juga ada campur tangan dari ayah tiriku?
"Oh, begitu ya. Terima kasih informasinya Buk," kataku lemah.
Aku pun hanya bisa menatap rumah yang selama ini menjadi tempat bernaungku. Rumah tentang perjuangan. Aku hanya bisa menitipkan lagi air mata ketika mengetahui jika Ibu telah pindah namun tidak memberitahuku.
"Kamu mau kemana? Apakah kamu ke sini sendirian?" tanya Bu Yeni saat aku ingin meninggalkan halaman rumahku.
"Iya Buk. Aku hanya sendirian ke sini karena suamiku sedang dinas di luar kota."
"Kasihan sekali kamu, Ra. Ya udah Ayo mampir dulu ke rumah ibu. Kamu bisa beristirahat di sana sebentar," tawar Bu ini yang merasa iba kepadaku.
Aku hanya bisa mengirim pesan untuk menolak tawarannya. "Tidak usah, Bu. Nanti merepotkan Ibu."
Aku tahu jika Bu Yeni adalah orang yang baik. Karena selama kami bertetangga Bu Yeni sering membantu keluargaku.
Aku tidak bisa menolak saat tanganku telah ditarik untuk menuju rumahnya. Dia adalah orang berada. Suaminya adalah salah seorang anggota Dewan di kabupaten. Bahkan anak-anaknya juga sudah sukses, hanya tinggal anak bungsunya yang masih kuliah.
"Jangan mentang-mentang kamu sudah menikah jadi kamu sudah tidak menganggapku tetangga lagi ya," kata Bu Yeni yang hendak membuka pintu rumahnya.
Aku tersenyum tipis saat dibawanya ke dapur. Di sana juga terlihat seorang ART yang sedang beres-beres.
"Kamu istirahat saja. Nanti biar Arkana yang mengantarmu pulang."
"Ah, tidak usah repot-repot Bu. aku bisa pulang sendiri. Bisa diizinkan untuk istirahat sebentar saja aku sudah bersyukur," katakuyang merasa tidak enak dengan kebaikan yang telah diberikan oleh Bu Yeni.
"Kamu ini masih saja sama." Bu Yeni menggelengkan kepalanya pelan. "Sudah berapa kali Ibu katakan, Jangan pernah merasa sungkan kepada ibu"
Lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum getir dengan kebaikan yang selalu diberikan oleh Bu Yeni, padahal aku hanya orang biasa yang tidak setara dengannya. Atau mungkin karena dia tidak memiliki anak perempuan, sehingga dia memperlakukanku dengan baik. Andaikan saja ibuku sebaik Bu Yeni, mungkin aku akan menjadi anak yang paling bahagia di dunia karena mendapatkan cinta dan kasih yang sesungguhnya dari seorang ibu.
...~BERSAMBUNG~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Surati
ngk Al ...nggk ibunya Ara semuanya kejam
2023-02-04
0
Xiaomi Redmi 4a
hah,,,apa mksd emaknya Zahra,,apa Zahra bukan anak kandung nya??? sekalipun bukan knp begitu kejam,Ng punya hati....
2022-10-15
2
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
kl mang ga dikasih uang knp ga cba ijin cari kerja aja ra
2022-09-25
0