...Jika kau tak bisa membalut luka, setidaknya jangan kau berikan luka bertubi-tubi...
......~Pangeran Anyer~......
Tak terasa sudah satu minggu aku berada di rumah baru ini. Ku pikir karena mas Alzam jarang menemuiku, aku bisa kabur dengan mudah. Nyatanya mas Alzam telah menyiapkan seseorang untuk menjaga dan menemaniku berada di rumah ini. Dia adalah mbak Hani, wanita yang seumuran dengan mas Alzam.
Aku bagaikan seorang tawanan yang tak diizinkan untuk keluar rumah. Bahkan semua kebutuhan dan keperluanku sudah disiapkan oleh Mbak Hani.
Selama satu minggu ini juga, pikiranku tidak tenang karena memikirkan mas Kanna. Disana dia telah berusaha untuk membantuku, tetapi aku malah pergi tanpa kabar. Aku tak bisa menghubunginya karena saat ini ponselku telah diganti baru oleh mas Alzam.
"Mbak Hani, bisakah kamu memberikan izin padaku untuk keluar?" tanyaku pada seorang wanita yang setiap hari menggunakan pakaian serba hitam.
"Mau kemana?" tanyanya dengan dingin.
"Aku ingin menemui temanku. Ada sesuatu yang harus aku selesaikan," jawabku.
"Siapa?"
Aku bagikan sedang diintrogasi, padahal Aku hanya ingin meminta izin. Meskipun mbak Hani adalah seorang wanita, tetapi gaya rambut dan pakaiannya hampir menyerupai laki-laki. Hanya saja ada benjolan di depan dada yang menjadi simbol jika dia adalah seorang wanita asli.
"Apakah harus aku sebutkan namanya?"
"Iya. Karena aku juga harus memberikan laporan kepada pak Al," terang mbak Hani.
Aku hanya bisa mendengus kesal. Semakin hari semua kegiatan dan aktivitasku dibatasi oleh mbak Hani. Bahkan saat aku sedang jalan-jalan lagi pun mbak Hani selalu mengikuti ku.
"Memangnya kamu ingin bertemu dengan siapa?"
Aku terdiam. Tidak mungkin ku katakan jika aku ingin bertemu dengan mas Kanna.
"Aku ingin menemui Bu Endang. Sudah satu minggu aku tak memberikan kabar kepadanya. Aku takut jika dia akan mencariku.
"Untuk masalah itu, Pak Al sudah memberitahu Bu Endang jika kamu sudah di jemput pulang."
Aku hanya bisa melotot, sambil menghentakkan kaki aku memilih untuk meninggalkan mbak Hani di teras rumah.
"Mau kemana?" teriaknya.
"Aku hanya ingin cari udara segar, Mbak! Mbak Hani gak udah ngikutin aku!"
***
Perasaan kesal yang membubung tinggi membuatku merasa malas untuk kembali pulang. Langkah gontaiku tertahan oleh sebuah panggilan yang tertuju padaku.
"Mbak!" panggilnya.
Sebuah lambaian tangan mengarah padaku. Aku hanya bisa tersenyum pada seorang ibu tengah baya yang memanggilku.
"Iya, ada apa, Bu," jawabku ramah.
"Kamu baru tinggal disini, ya?"
"Iya, Bu. Baru satu minggu," jawabku jujur.
"Sudah lapor sama pak RT belum? Karena semua orang yang tinggi disini harus lapor sama ketua RT. Ibarat basa-basi gitu."
Aku tersenyum tipis. Memang kusadari jika aku belum melapor kepada ketua RT di kompleks ini. "Ah, maaf Bu. Saya tidak tahu. Nanti setelah suami saya pulang, saya langsung akan memberikan laporan kepada ketua RT," jawabku gugup.
"Baguslah. Jangan sampai nanti kalian kena grebek warga kalau gak segera laporkan sama pak RT," jelas ibu.
"Iya, Bu. Nanti saya lapor. Terimakasih sudah memberikan informasi," ucapku
"Iya, sama-sama. Tapi kamu bukan seorang simpanan 'kan?"
Mataku membulat dengan jantung berdebar saat mendengar pertanyaan yang seolah adalah sebuah tuduhan untukku.
"Oh, maaf jika ucapanku salah. Tapi kebanyakan pendatang baru itu hanya seorang simpanan. kalau kalian adalah pasangan suami istri yang sah, saran aku segera memberikan laporan kepada ketua RT. Aku hanya khawatir jika kalian akan diarah nantinya. Apalagi kamu masih muda, masih semua anakku. Semoga kamu bukanlah wanita simpanan ya."
Tanpa merasa bersalah sedikitpun, ibu itu langsung meninggalkanku dalam kebisuan. Hatiku berdenyut nyeri. Aku tidak tahu apakah aku hanyalah seorang simpanan dari suamiku sendiri?
Sesampainya di rumah, aku sangat terkejut dengan sosok mas Alzam yang sudah ada di dalam rumah. "Mas Alzam," lirihku.
"Kamu darimana?"
"Aku hanya cari udara segera saja. Tumben mas Alzam pagi-pagi mas Alzam kesini? Apakah tadi malam tidak mendapatkan jatah dari mbak Aira?" tuduhku dengan ketus. Karena setiap kedatangan mas Alzam hanya mengungkapkan tubuhku saja.
"Kamu ngomong apa sih, Ra?"
Aku tersenyum getir kemudian meninggalkan mas Alzam yang masih duduk di sofa. Entah mengapa terlalu sakit hati ini saat melihat wajah mas Alzam. Aku ingin egois, ingin memiliki mas Alzam seutuhnya. Namun, terlalu dalam luka yang dia goreskan.
Sesampainya di kamar aku merasa terkejut saat mendengar suara pintu di kunci. Saat ku balikan tubuhku dan melihat mas Alzam yang sudah mengendorkan dasinya. Aku sudah sangat hafal dengan niat kedatangan mas Alzam mengunjungiku.
"Ra." Kini tubuh mas Alzam sudah memelukku dari belakang. Dia pun menghujani ciuman di tengkukku.
"Mas," lirihku dengan mata yang berkaca-kaca. "Apakah mbak Aira tidak bisa memuaskanmu, sehingga kamu harus lari kepadaku?"
"Bukankah sudah ku katakan padamu, semua alasanku. Ra, untuk kali ini percayalah padaku, ku mohon!"
"Beri aku sedikit waktu saja."
Ku pejamkan mata dengan hati teriris. Saat mas Alzam telah menyentuhku lagi untuk menyalurkan hasratnya.
.
.
.
BERSAMBUNG
Halo-halo teh ijo cuma mau mengucapkan terimakasih atas dukungan kalian untuk novel receh ini. Seberapapun yang kalian berikan adalah semangat untuk teh ijo. 😊
Author receh ini gak minta banyak², cuma dikit aja. Bantu tekan bintang 5 untuk novel ini ya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Surati
pikirkan caranya Ara agar kau bisa secepatnya pergi dari Alzam
2023-02-04
1
Benazier Jasmine
kecewa bgt knp juga ara balik alzam, klo alzam msh sm aira
2022-11-05
0
Santi Liana
sebel aku sm azlam,selalu dan selalu DTG hny untk nafsu 😡😡
2022-11-04
1