...Saat luka lama belum terbalut, kini kau siram lagi dengan air garam. Perih yang kurasakan tak bisa ku ungkapkan dengan kata-kata. Aku sakit ... aku merintih, tapi kau acuh. Aku ingin pergi jauh agar kau tak bisa menemukan diriku yang menyedihkan ini...
...~Pangeran Anyer~...
Aku tidak tahu saat ini berada di mana, karena mas Alzam tak membawa aku pulang ke rumahnya maupun ke rumah kontrakan ku.
"Ini dimana?" tanya ku heran saat mas Alzam membangunkan ku. Aku merasa menyesal telah tidur sehingga tidak tahu kemana tujuan mas Alzam.
"Ini di rumah kamu. Untuk saat ini kamu akan aman tinggal disini," ujar mas Alzam yang kemudian turun.
Ku pandangi rumah minimalis berlantai 2. Setelah kulihat kanan kiri, aku baru tahu jika saat ini aku sedang berada di sebuah perumahan.
"Ini dimana?" tanyaku lagi.
Seperti biasa, mas Alzam tak menjawab pertanyaanku. Dia langsung menyuruhku untuk mengikuti langkahnya masuk ke dalam.
"Meskipun suatu saat nanti kita berpisah, rumah dan segala fasilitas yang ada di sini akan menjadi milikmu," terang mas Alzam.
"Kenapa harus menunggu suatu saat nanti, jika saat ini kita bisa berpisah," sahutku.
"Karena aku masih membutuhkanmu. Ada kalanya kita dipaksa berkorban untuk menolong seseorang. Anggap saja saat ini kamu sedang menolongku."
Karena hari sudah larut, mas Alzam segera membawaku sebuah kamar. Aku juga sudah lelah dan mengantuk. Melihat bantal dan guling membuatku ingin segera memeluknya.Tak peduli dengan pakaian yang aku kenakan, aku segera merebahkan tubuhku diatas tempat tidur.
***
Rasanya baru sebentar aku memejamkan mata, kini sang fajar sudah menyapa. Ku lihat di sampingku mas Alzam masih hanyut dalam lelapnya. Ini adalah pertama kalinya mas Alzam aku bisa melihat dengan jelas wajah mas Alzam.
Wajah yang nyaris sempurna tanpa celah. Dengan bulu mata yang lentik dan hidung mancung. Berbeda denganku yang hidupnya tenggelam. Wajahnya mulus tanpa bekas jerawat, mungkin dia selalu perawatan wajah di salon. Bibirnya yang tipis tapi rasanya pedas.
Aku hanya bisa mendengus pelan, buat apa punya wajah nyaris sempurna tetapi isi kepalanya kurang satu ons.
Percuma saja aku memujinya jika cintanya saja telah dilimpahkan pada wanita lain yang lebih sempurna dari pada aku.
Saat aku ingin bangkit, tiba-tiba tangan mas Alzam mencekal lenganku. "Mau kemana?" tanyanya.
Aku segera menoleh. Ku lihat matanya masih memejam. Berarti mas Alzam masih berada di alam bawah sadarnya.
"Aku ingin ke kamar mandi, Mas," jawabku pelan sambil berusaha untuk melepaskan cekalannya.
"Jangan lama-lama."
Aku merasa heran, jika hari-hari sebelumnya aku akan mengalami mual yang hebat saat pagi hari, kini perutku aman tak sedikitpun merasa mual.
Bahkan saat ini perutku juga terasa lapar. Aku tak ingin memikirkan berlebihan, yang paling penting saat ini aku tidak akan tersiksa lagi setiap paginya.
Setelah dari kamar mandi, langkahku tak kembali ke tempat tidur, melainkan turun ke lantai bawah. Meskipun tak sebesar rumah yang di tempati oleh mas Alzam dan mbak Aira, rumah ini sudah jauh lebih megah di bandingkan dengan rumahku sebelumnya.
Aku mendengus kesal saat tak menemukan sesuatu yang bisa aku makan. Bahkan aku juga tak melihat perlengkapan memasak di dapur.
"Heran, rumah kok gak ada perlengkapan memasak ya?"
Saat langkahku menuju ruangan lainpun ternyata masih banyak yang kosong. Aku semakin yakin jika ini adalah tempat untuk menyekap ku.
Tak lama ku lihat mas Alzam menuruni anak tangga. Rambutnya masih berantakan dan wajahnya juga masih kusut.
"Ini rumah baru ku beli dua Minggu yang lalu. Aku juga belum sempat untuk melengkapinya. Apakah kamu lapar?"
Tak ada kata yang ingin ku katakan, hanya anggukan pelan sebagai isyarat dari jawabanku.
"Kamu tunggu saja, nanti juga ada tukang bubur lewat," lanjut mas Alzam lagi.
Tak berselang lama, aku mendengar mas Alzam sedang melakukan panggilan video call. Aku sudah yakin jika mas Alzam sedang melakukan panggilan video call bersama dengan mbak Aira.
"Sayang, sekali lagi aku minta maaf belum bisa pulang hari ini. Ada sedikit masalah jadi aku harus menyelesaikannya," kata mas Alzam dengan dustanya.
"Jadi kamu akan pulang kapan? Aku pasti akan selalu merindukanmu, Mas."
"Kamu tenang saja, aku akan segera menyelesaikan pekerjaanku agar bisa segera pulang. Ya sudah kamu jangan lupa untuk tetap banyak beristirahat."
Lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum kecut saat melihat bagaimana mas Alzam sangat mencintai mbak Aira. Lalu apakah aku masih harus mempercayai jika mas Alzam tidak mencintai Mbak Aira? Tidak! Mulut mas Alzam licin bagaikan lumut.
"Mas! Aku salut dengan lidahmu yang sangat lihai dalam berdusta," ujar ku dengan sedikit menertawakan ucapan mas Alzam.
"Jadi apakah aku harus mengatakan jika aku sedang bersama denganmu?" tanya mas Alzam yang menatapku dengan dalam.
"Ra, ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu. Semoga setelah ini kamu bisa paham dengan sikapku selama ini," kata Mas Alzam yang kemudian meninggalkanku dalam seribu rasa penasaran.
.
.
.
.
.
BERSAMBUNG
Maaf belum sempat edit, sinyal hilang² timbul 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Surati
yg jelas dong Alzam jgn beretele tele
2023-02-04
0
ian machmud
apa mungkin aira pernah kecelakaan dan penyebabnya alzam dan alzam merasa bertanggungjawab pada hidup aira dan berpura-pura mencintai aira...
2022-12-10
0
Santi Liana
ini azlam bikin pnsaran aja
2022-11-04
1