"Zahra," panggil mbak Aira padaku yang masih sibuk dengan kegiatanku.
"Iya Mbak," jawabku.
Langkah kaki mbak Aira semakin dekat melangkah kepadaku.
"Itu kamar mas Al kok dikunci ya? Kan aku ingin beristirahat," ujarnya.
Aku hanya membuang napas berat yang sejak tadi telah bersarang dalam dada ini. Aku sama sekali tidak tahu dengan pemikiran mas Alzam yang sebenarnya.
"Kamu tahu letak kuncinya dimana?" tanya mbak Aira lagi.
"Untuk masalah itu, aku tidak tahu Mbak," ucapku dengan senyum tipis di bibirku.
"Kamu jualan kue juga?" tanya mbak Aira yang memilih mengalihkan topik awal. Meskipun aku mengetahui di mana kunci itu berada, tetapi aku tidak bisa memberikan kunci itu pada mbak Aira karena perintah mas Alzam.
"Iya Mbak. Buat tambahan untuk pengobatan ibu," dustaku pada mbak Aira.
Di mataku, mbak Aira adalah seorang perempuan yang nyaris sempurna dengan kecantikan yang dia miliki. Paras ayu dengan kulit putih serta rambut panjang yang hitam legam. Hidung mancung dan bibir merona, pasti akan membuat pria manapun bertekuk lutut dihadapannya, termasuk mas Alzam.
"Kamu hebat, Ra. Semoga ibu kamu segera diangkat penyakitnya. Dia pasti bisa melewati cobaan yang datang karena pengorbanan anaknya yang luar biasa," puji mbak Aira yang sangat mempercayai ucapanku. Padahal saat ini aku tidak tahu dimana keberadaan ibuku. Namun, harapan dan doaku, semoga ibu dalam keadaan sehat walafiat dalam lindungan Allah, dimanapun dia berada.
"Terimakasih," ucapku.
Hening untuk beberapa saat karena mbak Aira yang sibuk dengan ponselnya. Mungkin saat ini dia sedang mengirimkan pesan pada mas Alzam untuk menanyakan di mana kunci kamarnya. Setelah menyimpan ponselnya, mbak Aira berusaha untuk membantuku.
"Aku bantuin ya, Ra."
"Nggak usah repot-repot Mbak. Ini juga udah mau siap," tolak ku. Memang hanya tinggal satu packingan lagi yang harus aku siapkan sebelum aku kirim ke pihak ekspedisi.
"Gak apa-apa, kok. Lagian aku juga gak ada kegiatan, kan bosan."
Kubiarkan saja tangan mbak Aira mengambil alih pekerjaanku. "Selamat ya Mbak, atas pernikahannya dengan mas Alzam." Bibirku tiba-tiba dengan lancar memberikan ucapan selamat kepada Aira. Padahal aku ingin acuh pada hubungan mereka, tetapi tidak bisa.
"Makasih ya, Ra," balas mbak Aira dengan raut wajah yang terlihat tidak bahagia.
"Ada yang salah dengan ucapan ku?" tanyaku yang merasa penasaran.
Mbak Aira tersenyum tipis kepadaku dan berkata, "Tidak ada yang salah. Hanya saja ...." Mbak Aira menjeda ucapannya, padahal aku sudah serius untuk mendengarkannya.
"Hanya apa, Mbak?" Aku benar-benar merasa kepo.
"Hanya saja pernikahan kami belum disah-kan di mata Negara, hanya sah di mata Agama saja. Mas Al masih menikahi ku secara siri. Aku tidak tahu mengapa jadi seperti ini, Ra. Bahkan aku tidak diizinkan untuk tinggal di rumah ini. Aku tidak tahu apa yang sedang disembunyikan oleh mas Al," ujarnya dengan mata yang nanar.
"Ra, bisakah kamu membantuku? Aku ingin kamu mengawasi setiap gerak-gerik mas Al selama di rumah ini. Aku yakin jika saat ini ada yang sedang disembunyikan oleh mas Al. Kamu lihat sendiri kan, bahkan kamarnya di kunci," lanjut Mbak Aira lagi.
Aku hanya bisa meneguk kasar ludahku dengan jantung yang berdebar. Aku tidak tahu bagaimana reaksi mbak Aira jika sampai mengetahui aku adalah istri sah-nya mas Alzam yang dinikahinya dua minggu lalu.
"Apakah selama kamu disini ada yang perempuan lain yang datang kesini?" tanya mbak Aira lagi.
"Tidak ada mbak. Selama aku tinggal disini, mas Alzam selalu menghabiskan waktunya di kantor. Bahkan dia juga selalu pulang larut," ujar ku dengan sebuah kejujuran. Memang begitu keadaan yang terjadi.
Mbak Aira hanya menganggukkan kepalanya. "Nah, udah siap." Mbak Aira menyinggung senyumnya saat packing terakhir sudah siap.
"Kamu mau langsung mengantarkan pesanan ini, Ra?" Mbak Aira bertanya lagi padaku. Aku hanya bisa mengangguk karena menang tebakannya betul.
"Aku antar ya, tapi nanti kita singgah ke rumahku sebentar untuk mengambil mobilku. Aku merasa suntuk karena mas Al melarang ku untuk bekerja lagi."
"Bersyukurlah kamu mbak, bisa mendapatkan pria yang sangat mencintaimu, meskipun saat ini kalian hanya menikah siri. Berbeda dengan diriku yang menikah secerah sah di mata Agama dan Negara, tapi aku tidak bisa mendapatkan cintanya Karena kami hanya dua orang asing yang sama-sama terpaksa menikah karena keadaan," batinku dengan ukiran senyum getir di bibirku.
Aku menyetujui ajakan dari mbak Aira. Sebelum berangkat kami juga berpamitan kepada mbok Inah yang hanya bisa menyemangati ku dengan kata sabar.
Tujuan kami memang kesalahan satu ekspedisi pengiriman barang. Akan tetapi sesuai dengan permintaan mbak Aira, kami singgah ke rumahnya terlebih dahulu untuk mengambil mobilnya.
"Ini rumahku. Jika sewaktu-waktu kamu ada waktu kamu boleh singgah kesini. Disini aku tinggal sendiri, tapi sekarang aku tidak sendiri lagi karena ada mas Al yang akan menemaniku kedepannya.".
Aku mencoba untuk tetap tersenyum meskipun sejak tadi dadaku terasa sesak.
"Iya. Aku pasti akan singgah jika ada waktu senggang," ucapku datar.
Tak terasa kini kami sudah berada di sebuah ekspedisi pengiriman jasa. Setelah menyelesaikan tugasku, aku ingin langsung pulang. Namun, mbak Aira menahanku dan mengajakku untuk singgah sebentar ke supermarket. Dia berencana menyiapkan makan malam untuk Mas Alzam.
"Kamu kan pinter masak, jadi malam ini aku ingin menikmati masakan mu. Lain kali kamu harus ajarin aku untuk memasak, agar aku juga bisa menyiapkan bekal untuk suamiku," kata Mbak Aira dengan wajah berbunga-bunga.
Berulang kali aku membuang napas beratku. Seharusnya aku sadar diri, siapa aku sebenarnya. Aku hanya katak dalam tempurung yang ingin menggapai bintang di langit, sungguh mustahil.
"Ra, kamu serius gak mau melanjutkan kuliah? Kebetulan aku punya salah satu kenalan dosen di Universitas terbaik di kota ini. Jika kamu berminat, aku akan usahakan agar kamu bisa mendapatkan beasiswa, bagaimana?"
Aku membulatkan mataku dengan lebar. Kuliah adalah salah satu daftar cita-cita dan harapanku, tetapi saat ini aku adalah seorang istri yang harus meminta izin sebelum mengambil sebuah keputusan.
"Bagaimana? Kok malah diam aja? Untuk masalah biaya lainnya, aku bersedia untuk membantumu. Kan sekarang aku adalah istri dari majikanmu, berarti kamu juga adalah tanggung jawabku juga."
Aku masih terdiam belum bisa memberikan Sebuah jawaban meskipun dalam hati aku memang sangat menginginkannya.
"Aku pikir-pikir dulu ya, mbak. Aku kan belum meminta izin kepada mas Alzam. Bagaimana kalau ternyata mas Alzam tidak mengizinkanku untuk bekerja sambil kuliah?"
"Kamu tenang saja, aku yang akan mengurusnya. Katakan kepadaku jika mas Al tidak memberikan izin."
.
.
.
.
.
.
~BERSAMBUNG~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Bidan Simba
jika NT ayra tau Ara istrinya maka akan Jd perang
2022-10-20
1
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
pergi kermh ibunya aja alzham udh marah apalagi kl ara kuliah....
2022-09-25
0
Fatma Kodja
lanjut thor 👌👌👌👌👌
2022-09-22
0