Sebenarnya Tuan dan Nyonya Chu Jeong Byun merasa berat hati jika mengijinkan Lee Jiang Wook mengajak putrinya melihat perayaan festival lentera. Mereka berdua khawatir jika sepulang menonton acara tersebut, tubuh Chu Pian Ran akan melemah lagi akibat terlalu lama terkena angin malam.
Namun, karena pemuda tampan itu terus meyakinkan pasangan suami istri tersebut, akhirnya mereka pun mengijinkan Lee Jiang Wook untuk membawa putrinya tapi dengan syarat jika Chu Pian Ran sudah merasa tidak nyaman pada tubuhnya, putra tunggal Tuan Lee Jiang Xun harus segera membawanya pulang.
🌹
Setelah mendapatkan ijin dari Tuan dan Nyonya Chu Jeong Byun, Lee Jiang Wook dan Chu Pian Ran pun menapakkan kaki mereka keluar dari kediaman.
Begitu sampai di jalanan ibukota, jiwa Song Hyu Meen benar-benar terpesona begitu menyaksikan gemerlapnya cahaya lampion yang menerangi ibukota Qin pada malam itu. Lampion dengan beraneka bentuk dan warna menghiasi jalanan dan semua bangunan yang ada di wilayah tersebut.
Jalanan ibukota Qin malam itu benar-benar ramai dengan orang yang berlalu lalang untuk turut memeriahkan festival lentera.
"Apa kau senang?" Lee Jiang Wook bertanya sambil menoleh pada gadis yang berjalan di samping kirinya itu.
"Iya aku senang, lampionnya benar-benar luar biasa...," Chu Pian Ran menjawab dengan memperlihatkan senyuman yang tipis.
Selama sebulan lebih putri tunggal Tuan Chu Jeong Byun itu tidak pernah tersenyum, dan malam ini pemuda tampan tersebut menyaksikan senyumannya kembali. Sekalipun hanya senyuman tipis tapi hal itu sudah membuat putra tunggal Tuan Lee Jiang Xun merasa bahagia.
"Jika kau menginginkan barang-barang yang dijual di sini katakan saja, tidak perlu sungkan. Aku yang akan membelikannya untukmu sebagai rasa terimakasihku karena kau sudah mau menemaniku malam ini," terang Lee Jiang Wook yang mendapat balasan berupa anggukan kepala dari gadis itu.
Dua insan tersebut pun terus berjalan pelan sambil menikmati indahnya malam di ibukota Qin. Tiba-tiba saja, tanpa permisi, tangan kiri pemuda itu menggandeng tangan kanan Chu Pian Ran yang langsung saja membuat gadis tersebut mendelik ke arah Lee Jiang Wook.
"Kenapa, kau tidak suka? Malam ini terlalu banyak orang yang berlalu lalang, jadi aku menggandeng tanganmu agar tidak terpisah. Aku sudah berjanji pada paman dan bibi Chu untuk menjagamu dengan baik," putra tunggal Lee Jiang Xun memberikan alasan yang kelihatannya 'masuk akal', namun dibalik sikapnya itu, sebenarnya dia mempunyai motif yang lain.
"Tapi aku merasa tidak nyaman," protes putri tunggal Tuan Chu Jeong Byun terus terang dengan wajah mulai cemberut.
"Sudahlah, kau tidak perlu komplain seperti itu. Jika terjadi apa-apa denganmu nanti, aku yang akan menyesal ," Lee Jiang Wook tetap kukuh dengan pendiriannya.
Mau tidak mau Chu Pian Ran pun menuruti kemauan pemuda tampan itu. Bagi Lee Jiang Wook sendiri, tangan kanan gadis yang digandengnya sekarang terasa memberikan suatu kehangatan dan kebahagiaan di hatinya.
"Lihat, di sana banyak lampion-lampion cantik yang dijual. Bagaimana kalau kita kesana?" tawar putra tunggalnya Lee Jiang Xun sambil jari telunjuk kanannya menuding sebuah kios yang menjual banyak lampion yang juga hanya mendapat jawaban berupa anggukan kepala dari Chu Pian Ran karena hati gadis itu masih merasa sebal dengan sikap Lee Jiang Wook tadi.
Tak berapa lama, mereka berdua pun lalu berjalan mendekat ke arah toko yang menjual lampion itu, yang tampak agak banyak pembelinya.
"Kau suka lampion yang mana?" tanya pemuda itu sambil menoleh pada putrinya Tuan Chu Jeong Byun yang berdiri di samping kirinya itu.
Untuk sesaat, mata Chu Pian Ran mengamati lampion-lampion tersebut lalu jari telunjuk kanannya menunjuk ke arah salah satu lampion yang berwarna merah dan bentuknya lumayan bagus.
"Aku mau yang itu."
"Baiklah, aku akan kesana untuk menemui penjualnya. Kau tetaplah di sini dan jangan kemana-mana ya...," pesan Lee Jiang Wook yang tak lama kemudian dia pun terlihat menerobos kerumunan pembeli yang lain untuk menghampiri si penjual.
Sambil menunggu pemuda itu membeli dan membayar lampion yang diinginkannya, gadis itu pun mengedarkan pandangannya melihat ke sekeliling. Sekali lagi dia dibuat kagum dengan suasana malam itu.
Beberapa menit kemudian, putra tunggal Tuan Lee Jiang Xun sudah ada di samping Chu Pian Ran dan menunjukkan lampion yang dibelinya tadi pada gadis itu.
"Terimakasih ya...," kata Chu Pian Ran sambil mengulurkan tangan kanannya yang berniat untuk mengambil alih lampion itu dari tangan Lee Jiang Wook namun pemuda itu mencegahnya.
"Biar aku saja yang membawanya... Sekarang kau ingin kemana lagi? Atau kau ingin makan sesuatu yang enak?" ucap Lee Jiang Wook menawarkan sesuatu yang lain pada gadis pujaannya itu.
"Aku masih ingin jalan-jalan, aku benar-benar terpesona dengan kecantikan lampion-lampionnya," balas Chu Pian Ran terus terang.
"Baiklah... Tapi jika kau sudah merasa tidak nyaman dengan tubuhmu, segera kau katakan padaku. Tidak usah memaksakan diri. Kita bisa langsung pulang," pemuda itu mengingatkan kembali putri tunggalnya Tuan Chu Jeong Byun yang hanya dijawab dengan anggukan kepala lagi oleh gadis tersebut.
Tak berapa lama, mereka berdua pun melanjutkan perjalanan dengan tangan kanan Lee Jiang Wook memegang lentera sedangkan tangan kirinya kembali menggandeng tangan kanan Chu Pian Ran.
Belasan menit kemudian, tibalah mereka di sebuah jembatan yang di bawahnya mengalir sebuah kanal yang lumayan lebar dan ada beberapa perahu yang sedang berlayar di atasnya.
"Apa kau mau menghanyutkan lentera permohonan?" pemuda tampan itu bertanya lagi pada putri tunggalnya Tuan Chu Jeong Byun.
"Iya aku mau," jawab Chu Pian Ran singkat.
Sesaat kemudian, tampaklah Lee Jiang Wook mengajak gadis itu untuk membeli lentera permohonan di sebuah kios lalu mereka berdua kembali berjalan menuju ke tepi kanal.
Saat ini, terlihatlah muda mudi itu mulai menuliskan permohonannya di lentera tersebut.
"Permohonan apa yang kau tuliskan?" tanya Lee Jiang Wook sambil melirik lentera permohonan miliknya Chu Pian Ran.
"Kau tidak perlu tahu, ini rahasia," ujar gadis itu dengan suara agak tinggi sambil menjauhkan lenteranya agar tidak dilirik lagi oleh pemuda yang ada di samping kanannya itu.
Karena tidak ingin berdebat, Lee Jiang Wook pun mengurungkan rasa ingin tahunya.
Saat ini, terlihatlah muda mudi itu sedang menghanyutkan lentera permohonan mereka di kanal, yang tak lama kemudian lentera itu pun bergerak dengan cepat sesuai arah arus air.
"Apa kau merasa baik-baik saja atau kita langsung pulang?" tanya pemuda tampan itu sambil tiba-tiba merapatkan kerah jubah bulu Chu Pian Ran.
"Aku baik-baik saja," jawab gadis itu sedikit gugup akibat sikap Lee Jiang Wook barusan.
"Kau yakin?" pemuda itu menatap lekat Chu Pian Ran untuk memastikan bahwa gadis itu benar baik-baik saja.
"Aku yakin Tuan Muda Lee," tegas Chu Pian Ran.
"Bagaimana kalau kita mencari rumah makan saja. Aku tidak mau kau terlalu banyak terkena angin malam," kata Lee Jiang Wook ingin mengambil cara yang teraman.
"Tapi aku masih ingin jalan-jalan," sahut Chu Pian Ran dengan wajah sedikit merengut.
"Aku tidak ingin terlalu mengambil resiko Ran'er... Jika setelah menonton festival lentera ini kemudian kamu jatuh sakit lagi, bisa-bisa ayahmu menggantungku," pemuda tampan itu berusaha memberi pengertian.
"Lagi pula festival lentera ini kan diadakan setahun sekali. Jika tahun depan tubuhmu benar-benar sembuh total, kau bisa melihatnya sampai puas," tambah Lee Niang Wook.
Chu Pian Ran pun akhirnya mengalah. Tak berapa lama, pemuda itu pun mengajak gadis pujaannya menuju ke salah satu rumah makan yang terkenal di ibukota. Kemudian Lee Jiang Wook memesan ruang makan khusus agar mereka berdua tidak terganggu dengan kebisingan di sekitarnya.
Rumah makan berlantai 3 itu tampak lebih ramai dari biasanya dikarenakan memang hari ini ada perayaan spesial yang sudah ditunggu-tunggu oleh banyak orang.
Penduduk ibukota Qin lebih memilih untuk menghabiskan waktunya menikmati perayaan festival lentera daripada berdiam diri di dalam rumah.
"Bagaimana tanggapan orang tuamu terkait pemilihan seleksi selir para pangeran? Apakah mereka sudah membicarakannya denganmu?" pemuda itu mengungkit kembali masalah yang dibahasnya beberapa hari yang lalu, dia masih belum merasa puas dengan jawaban Chu Pian Ran saat itu sehingga hari ini ia menanyakannya kembali.
"Sudah," jawab Chu Pian Ran pendek.
"Lalu?" buru Lee Jiang Wook sambil menatap lekat pada gadis pujaannya.
"Sepertinya kau sangat antusias membahas masalah ini," bukannya menjawab pertanyaan pemuda tampan itu, putrinya Tuan Chu Jeong Byun malah membuka masalah yang lain.
"Aku hanya ingin tahu saja," balas Lee Jiang Wook berbohong.
Sebenarnya Chu Pian Ran sudah tahu perasaan pemuda itu padanya dari Xi'er. Pelayannya itu sudah bercerita banyak hal tentang perjuangan Lee Jiang Wook untuk mendapatkan hatinya.
"Ayah tidak ingin aku mengikuti acara itu," ujar gadis itu.
"Bagaimana jika kaisar meminta ayahmu untuk mendaftarkanmu?" pemuda itu kembali bertanya.
"Ayah sudah menemui kaisar secara langsung hari ini. Dan dia mengatakan dengan jujur pada kaisar bahwa dia tidak akan mendaftarkanku menjadi kandidat calon selir mengingat kondisi fisikku yang belum pulih sepenuhnya," jelas Chu Pian Ran yang membuat Lee Jiang Wook benar-benar merasa lega. Beban berat dalam hatinya seolah-olah terlepas.
"Pasti kau merasa senang mendengar berita ini kan?" gadis itu mencoba memancing pemuda yang duduk di samping kirinya tersebut.
"Tentu saja aku senang. Coba bayangkan, jika kaisar benar-benar memilihmu menjadi selir dari anaknya tentu kita tidak akan bisa dekat lagi," kata Lee Jiang Wook berdalih.
Kedua insan itu menghentikan pembicaraannya saat pelayan rumah makan datang untuk mengantarkan pesanan mereka.
"Lebih baik sekarang kita cepat menyelesaikan acara makan ini. Jika terlalu lama, pasti paman dan bibi akan cemas karena terus mengkhawatirkanmu," saran pemuda tampan itu.
Tak berapa lama, mereka berdua pun lalu makan dengan tenang tanpa obrolan apapun.
🌹
Saat ini, Lee Jiang Wook dan Chu Pian Ran sudah berada di depan kediaman keluarga Chu. Seperti perkiraan pemuda itu, paman dan bibi Chu Jeong Byun telah menunggu kepulangan putri tunggalnya dengan gelisah.
"Ran'er sayang, kau sudah pulang nak? Apa kau baik-baik saja?" tanya wanita paruh baya itu dengan perasaan cemas sambil memegang kedua pundak putrinya.
"Aku baik-baik saja bu... Ibu tidak perlu cemas...," balas Chu Pian Ran.
"Ah syukurlah...," Nyonya Chu Jeong Byun pun merasa lega mendengar jawaban putrinya.
"Maaf paman dan bibi, aku sudah membuat kalian cemas," ucap Lee Jiang Wook terus terang.
"Tidak apa-apa Lee, yang penting sekarang Ran'er sudah kembali ke rumah dengan selamat. Paman mengucapkan terimakasih karena sudah menjaga Ran'er dengan baik hingga sekarang ini," jawab Tuan Chu Jeong Byun.
"Paman tidak perlu berterimakasih. Lee tulus melakukan semua ini karena Lee sudah mengganggap keluarga paman seperti kerabat sendiri," ujar pemuda tampan itu.
"Sekarang sudah malam, sebaiknya kamu segera pulang. Jangan lupa ya sampaikan salam kami pada kedua orang tuamu," lanjut pria paruh baya itu.
Beberapa detik kemudian, Lee Jiang Wook pun berpamitan dengan keluarga Chu. Langkah kakinya terasa ringan setelah mendapatkan kejelasan dari Chu Pian Ran bahwa dia tidak ikut dalam pemilihan calon selir.
🌹🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Septi Verawati
Lee yg baik 🥰🥰🥰
2022-10-31
0
fifid dwi ariani
trus ceria
2022-10-14
1