1 bulan sudah jiwa Song Hyu Meen menempati raga Chu Pian Ran. Dari hari ke hari tubuh gadis itu semakin lama semakin membaik secara ajaib. Tabib Lou merasa bingung dengan keanehan tersebut.
Selama 1 tahun lebih Tabib Lou rutin memeriksa kesehatan nona Chu Pian Ran. Dari hasil pemeriksaan pertama hingga pemeriksaan yang baru dilakukan sebulan yang lalu, kondisi tubuh putri tunggal Tuan Chu Jeong Byun itu menunjukkan kelemahan yang terus meningkat. Namun semenjak gadis tersebut dinyatakan hilang ingatan, dengan tidak terduga kondisi fisiknya malah membaik secara bertahap.
Kondisi terburuk yang dialami Chu Pian Ran adalah saat tubuhnya menjadi tak berdaya. Yang bisa dia lakukan hanyalah berbaring di ranjang sepanjang hari. Badannya semakin lama semakin kurus dan wajahnya memucat.
Banyak orang yang berpikiran bahwa hidup gadis itu akan berakhir dengan tragis. Tinggal menunggu waktu saja kapan dia akan menemui ajalnya.
Saat ini, keadaan buruk itu berubah secara tidak masuk akal. Tentu saja keluarga besar Chu beserta seluruh pelayan yang ada di kediamannya menyambut hal ini dengan sukacita.
"Ayo nak, makanlah yang banyak agar tubuhmu semakin pulih...," kata Nyonya Chu Jeong Byun sambil meletakkan sepotong daging ke mangkuk nasi putrinya.
"Terimakasih banyak bu...," jawab Chu Pian Ran singkat.
"Tabib Lou sudah berkata, bahwa mulai hari ini kamu sudah boleh makan makanan biasanya. Tidak ada pantangan makanan lagi. Jadi ambillah makanan apapun yang kamu sukai," tambah Tuan Chu Jeong Byun yang juga sambil menyumpit sayuran lalu meletakkannya di mangkuk nasi putrinya.
"Iya ayah, terimakasih...," balas gadis itu.
Hari ini, Chu Pian Ran kembali bisa makan bersama dengan orang tuanya di ruang makan. Di meja makan tersedia berbagai macam masakan yang bisa dimakan oleh 10 orang. Wanita paruh baya itu memang sengaja meminta para pelayan dapur untuk memasak lebih banyak. Tentu saja semua ini dilakukan untuk putri tercintanya.
Selama berbulan-bulan, putrinya hanya diizinkan oleh Tabib Lou makan bubur halus. Ini dikarenakan pencernaan Chu Pian Ran sedang bermasalah akibat penyakit yang dideritanya. Untuk itu, hari ini Nyonya Chu Jeong Byun menyiapkan banyak makanan kesukaan putrinya agar dia bisa memilih makanan apa yang ingin dia makan.
Setelah menyelesaikan acara makan bersama, wanita paruh baya itu mengajak putrinya untuk berkeliling di kediaman. Inilah pengalaman pertamakali bagi jiwa Song Hyu Meen benar-benar berada dalam dunia China kuno yang biasanya hanya bisa dia lihat di film-film.
Menakjubkan... Batin jiwa Song Hyu Meen.
Kediaman keluarga Chu lumayan besar dan mewah. Ada beberapa ruangan terpisah yang masing-masing memiliki kegunaannya sendiri. Kediaman itu juga memiliki kolam dan taman bunga beraneka warna. Jiwa Song Hyu Meen sedikit merasa tenang saat berada di taman bunga tersebut.
Nyonya Chu Jeong Byun kemudian mengajak putrinya duduk di gazebo yang ada di taman.
Anggap saja ini taman bunganya....
"Nak, inilah kediaman kita... Semua kekayaan yang kita miliki juga karena kerja keras mendiang kakek nenekmu," wanita paruh baya itu pun mulai bercerita tentang mendiang kakek nenek Chu saat mereka masih hidup.
Semenjak putrinya hilang ingatan, Nyonya Chu Jeong Byun berusaha merangsang memori putrinya dengan menceritakan banyak hal. Namun dilihat dari kenyataannya sekarang, apa yang pernah wanita paruh baya itu ceritakan seolah-olah terasa sia-sia saja.
Sekalipun tubuh putrinya semakin membaik, namun ingatannya masih tetap tidak ada perubahan. Bahkan Nyonya Chu Jeong Byun merasa bahwa putrinya yang sekarang ini jauh berbeda dengan sebelumnya. Putrinya yang sekarang terkesan lebih dingin dan pendiam.
"Kita sudah terlalu lama di luar, lebih baik sekarang ibu mengantarmu kembali ke kamar...," ujar wanita paruh baya itu.
"Baik bu..."
Tak lama kemudian, kedua perempuan itu pun beranjak meninggalkan taman lalu melangkahkan kaki mereka menuju ke kamar Chu Pian Ran.
🌹
Kamar Chu Pian Ran
"Nona, sudah waktunya minum obat," kata Xi'er sambil menyodorkan mangkuk berisi cairan berwarna hitam pekat pada Chu Pian Ran. Aroma obat itu sangat kuat hingga menyebar memenuhi kamar.
"Aku sudah tidak mau minum obat itu Xi'er, bawa saja kembali ke dapur, baunya membuatku mual...," balas gadis itu terus terang.
"Ayolah nona, nona harus minum obat ini agar cepat sembuh," Xi'er berusaha memaksa majikannya itu.
"Aku sudah tidak apa-apa Xi'er, aku sudah sembuh. Jadi tidak perlu minum obat yang rasanya sangat pahit itu," tolak Chu Pian Ran sekali lagi.
"Ehem, ehem... halo nona-nona cantik," sapa seorang pemuda sambil masuk kamar.
"Tuan Muda Lee...," Xi'er memberi salam sambil sedikit membungkukkan badannya setelah dia bangkit berdiri.
"Apa itu Xi'er, obat untuk nonamu?" tanya Lee Jiang Wook sambil matanya melihat mangkuk berisi cairan berwarna hitam pekat dan beraroma kuat yang dibawa oleh gadis pelayan itu.
"Iya tuan muda, tapi nona menolak untuk minum...," jawab Xi'er jujur.
"Kemarikan obatnya Xi'er... Dan kau, bisa melakukan pekerjaan yang lain." Setelah memberikan mangkuk obat itu pada pemuda tampan tersebut, Xi'er pun undur diri dari ruangan itu.
"Ayo sayang, minumlah obat ini agar kamu cepat sehat...," ujar Lee Jiang Wook sambil menyodorkan mangkuk obat itu yang langsung membuat mata Chu Pian Ran mendelik padanya karena mengucapkan kata 'sayang'.
"Aku kan hanya bercanda Ran'er, kenapa dianggap serius... Ini minum obatnya," sekali lagi putra tunggal Tuan Lee Jiang Xun itu menyuruh gadis tersebut untuk minum obat.
"Aku tidak mau, minum saja sendiri," tolak Chu Pian Ran untuk kesekian kalinya.
"Yang sakit kan kamu, kenapa aku yang harus minum obat," tukas Lee Jiang Wook.
"Tidak apa-apa kan, hitung-hitung untuk tambah stamina," ledek gadis itu.
"Ayolah Ran'er, minumlah obat ini... Orang tuamu sangat berharap kamu segera sembuh lo...," kali ini pemuda tampan itu mengulangi perkataannya dengan volume suara yang lebih rendah dari sebelumnya.
"Dengar Tuan Muda Lee Jiang Wook, aku sudah sehat. Jadi aku tidak akan minum obat bau itu lagi," Chu Pian Ran tetap kukuh menolak minum obat dengan memberikan penekanan pada kalimat 'Tuan Muda Lee Jiang Wook'.
"Haiiish, ya sudahlah," akhirnya putra tunggal Tuan Lee Jiang Xun itu pun menyerah dan meletakkan mangkuk obat tersebut di atas meja.
"Aku akan membawa obat itu ke dapur. Baunya benar-benar membuatku mual," gadis tersebut bermaksud beranjak dari tempat duduknya namun langsung dicegah oleh Lee Jiang Wook.
"Biar aku yang membawanya ke dapur, kau duduk manis saja di sini...," pemuda tampan itu pun bangkit dari tempat duduknya sambil membawa mangkuk obat itu keluar kamar.
Beberapa menit kemudian, tampaklah putra tunggalnya Tuan Lee Jiang Xun telah kembali ke kamar Chu Pian Ran.
"Kau benar-benar yakin sudah merasa sehat?" pemuda tampan itu bertanya sekali lagi untuk mendapatkan kepastian.
"Heem."
"Apa kau tidak bosan sering datang ke sini? Aku saja mulai bosan melihat wajahmu," kata gadis itu terus terang.
Lee Jiang Wook meringis mendengar perkataan Chu Pian Ran barusan.
"Aku tidak percaya kalau kau merasa bosan melihat wajah tampanku ini. Asal kau tahu ya, banyak perempuan-perempuan cantik di ibukota ini yang ingin sekali menjadi kekasihku," balas pemuda tampan itu dengan percaya dirinya.
"Heleh, aku tidak percaya dengan omongan playboy sepertimu," ucap putrinya Tuan Chu Jeong Byun.
"Playboy? Apa itu playboy? Perasaan baru pertama kali ini aku mendengarnya," sahut Lee Jiang Wook jujur bercampur bingung dengan 'kata aneh' yang diucapkan Chu Pian Ran tadi.
Gadis itu tidak menggubris keingintahuan pemuda tampan tersebut, dia malah asyik membaca buku yang baru saja dipegangnya.
Tiba-tiba saja putra tunggalnya Tuan Lee Jiang Xun merebut buku yang ada di tangan Chu Pian Ran. Alhasil, sikap pemuda tersebut membuat mata gadis itu mendelik lagi padanya.
Sejarah Kerajaan Qin. Itu kalimat yang tertulis di sampul buku itu.
"Kembalikan!" Chu Pian Ran mengulurkan tangan kanannya untuk meminta buku itu kembali.
"Nanti saja kukembalikan, sekarang aku ingin ngobrol hal penting denganmu," ucap Lee Jiang Wook sambil menyelipkan buku itu di bajunya dengan maksud agar gadis yang ada di depannya tersebut tidak berani mengambil buku itu lagi.
"Mau mengobrol apa lagi? Bukannya kau sudah bercerita banyak hal. Cerewetmu melebihi perempuan saja," tukas Chu Pian Ran terus terang.
Putra tunggalnya Tuan Lee Jiang Xun menatap gadis yang duduk ada di depannya itu. Hari ini wajah Chu Pian Ran sudah pulih seperti sediakala. Cantik, segar dan memikat. Tapi untuk perawakan tubuhnya, gadis cantik itu masih terlihat kurusan karena tabib Lou baru mengizinkan dia mengonsumsi makanan seperti biasanya sebelum dia jatuh sakit.
"Jangan menatapku seperti itu, aku tidak suka," ujar Chu Pian Ran sambil merengut.
"Memangnya kenapa kalau aku melihat wajah cantikmu seperti ini? Lagipula kita ini sangat serasi jika menjadi sepasang kekasih," gadis cantik itu langsung melotot pada Lee Jiang Wook. Tak berapa lama, dia membuang mukanya ke samping.
Dasar menyebalkan, rutuk Chu Pian Ran dalam hati.
"Sudahlah, sekarang katakan untuk apa kau ke sini. Jika tidak ada urusan lagi lebih baik kau pulang saja," kata Chu Pian Ran terus terang.
"Kau mengusirku?" tanya pemuda itu.
"Iya, kenapa?" lanjut gadis cantik itu.
"Malang nian nasibku ini... Ingat Ran'er, suatu saat nanti jika aku sudah punya kekasih dan tidak ke sini lagi pasti kau akan menyesal," balas Lee Jiang Wook terdengar dramatis.
Percaya diri sekali. Batin Chu Pian Ran.
"O iya, ada yang ingin kutanyakan padamu. Ayahku berkata jika 3 bulan lagi akan ada pemilihan selir untuk para pangeran. Apa kau sudah mendengarnya? Kau ikut mendaftar juga?" Kali ini pemuda itu menjadi lebih serius karena dia ingin tahu jawaban pasti dari gadis tersebut. Jika Chu Pian Ran berniat ikut mendaftar pemilihan selir itu pasti dia akan sangat patah hati.
"Aku sama sekali tidak tertarik ikut acara seperti itu," jawab Chu Pian Ran apa adanya.
"Benarkah? Apa kau tidak tertarik dengan ketampanan para pangeran itu?" tanya Lee Jiang Wook sekali lagi.
Gadis cantik itu diam saja yang malah membuat putra tunggalnya Tuan Lee Jiang Xun tersebut menjadi gemas dengan gadis itu.
"Hei aku bertanya padamu, kenapa tidak dijawab sih?" Lee Jiang Wook semakin tidak sabaran.
"Kan tadi sudah kujawab," balas gadis itu santai.
Gadis ini benar-benar tidak mengerti perasaanku sama sekali... Keluh pemuda tampan itu dalam hati.
"Kau tidak tertarik dengan para pangeran itu?" Lee Jiang Wook mengulang pertanyaannya lagi.
"Kenal saja tidak bagaimana bisa tertarik," tambah Chu Pian Ran terus terang.
Jawaban gadis cantik itu sedikit membuat pemuda tersebut lega.
"Bagaimana jika ayahmu berniat mendaftarkanmu?" buru Lee Jiang Wook.
"Aku akan menolaknya," ujar gadis cantik itu.
"Jika yang mulia kaisar menghendakimu menjadi menantunya bagaimana?" imbuh pemuda itu.
Lagi-lagi pemuda tampan itu mencecar Chu Pian Ran dengan pertanyaan seputar pemilihan selir, yang tentu saja membuat gadis tersebut akhirnya menjadi jengkel dengan sikapnya dan menatap Lee Jiang Wook dengan muka kecut.
"Kamu ini kenapa sih tanya-tanya seperti itu?!" tanya Chu Pian Ran dengan nada sedikit ketus lalu membuang mukanya lagi.
Ya dewaaaa, apakah gadis ini tidak tahu betapa cemasnya aku jika dia sampai menjadi selir salah satu pangeran itu.
Pemuda tampan itu pun merasa dongkol.
"Sudahlah, tidak perlu membahas hal yang tidak penting. Aku tidak suka dengan orang yang banyak bicara," ujar Chu Pian Ran terus terang.
"Baiklah, aku tidak akan bertanya masalah ini lagi... Oh ya, beberapa hari lagi akan ada perayaan festival lentera, apa kau akan menontonnya?" tanya Lee Jiang Wook mengalihkan bahan pembicaraan.
"Jika ayah dan ibu tidak mengijinkan, aku ya tidak bisa pergi... Mereka masih melarangku pergi keluar ruangan terlalu lama," jelas gadis cantik itu.
"Bagaimana jika aku yang meminta ijin pada mereka?" tawar pemuda tampan itu
"Itu ya terserah kamu," jawab Chu Pian Ran.
"Jika orang tuamu mengijinkan, kau mau pergi denganku kan?" lanjut Lee Jiang Wook.
"Sebaiknya kau minta ijin dahulu, masalah aku pergi denganmu atau tidak itu urusan nanti," balas Chu Pian Ran datar.
🌹🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Septi Verawati
ketua banget dah ahhh 😁😁✌
2022-10-31
1
fifid dwi ariani
trus bahagia
2022-10-14
1
Liswati Angelina
saking pendiamnya merasa kesal jika diajak bicara
2022-09-27
1