Part 5 Sedih

Gladis segera masuk ke dalam rumah ia berjalan sedikit pelan dengan tongkat pembantu yg membuat dirinya sedikit kesulitan namun memang cukup membantu hingga kini ia terduduk di kursi dengan suasana rumah yg begitu sunyi.

Ia mengedarkan matanya ke seluruh tempat tak ada lagi keramaian hanya kesunyian yg kini ia rasakan membuat rasa sakit itu lebih terasa daripada sakit yg kini ia rasakan.

''Eh non udah pulang, astaghfirullah non kenapa?" sahut bi Hanum yg begitu kaget saat melihat kaki Gladis berbalut dengan perban.

Ia segera memeriksa anggota tubuhnya yg lain seolah sedang mencari apa di anggota tubuhnya masih ada luka.

''Non kenapa?" panik bi Hanum yg masih kaget.

Gladis menyungingkan senyum nya ia merasa senang atas perhatian bi Hanum. Andai saja ibunya masih berada di rumah ini mungkin ada seseorang yg setidaknya akan memperlakukan dirinya dengan baik seperti bi Hanum tapi kenyataan begitu pahit kasih sayang itu tak kunjung ia rasakan lagi.

Gladis masih sangatlah kecil ia tidak tahu penyebab apa yg membuat ayah dan ibunya memutuskan untuk bercerai.

''Non?" panggil bi Hanum lagi.

''Bibi ambilkan air ya non,'' pamit bi Hanum segera pergi ke dapur.

Ia begitu khawatir akan kondisi anak dari majikan nya itu bahkan bi Hanum sudah menganggap jika Gladis seperti anaknya sendiri.

''Non minum dulu ya,'' bi Hanum menyodorkan segelas air putih yg berisikan penuh.

Gladis yg semula menatap air itu kini ia meneguk nya hingga tandas dengan air mata yg terus mengalir ia pun kembali menatap bi Hanum yg terlihat begitu sedih menatap dirinya.

Gladis buru-buru menghapus jejak air matanya menurutnya percuma saja ia menangis toh kenyataan memang sudah mentakdirkan dirinya seperti ini ia harus bisa tegar ia yakin jika memang ini adalah yg terbaik bagi dirinya.

''Aku mau ke aas bi, bibi bosa bantu kan?" tanya Gladis dengan suara yg hampir tercekat.

Ia bahkan sulit mengatur dirinya agar tak lagi menangis ia memang tidak pandai dalam menyembunyikan kesedihan nya meski banyak orang di luar sana yg melihat sosok berbeda dari Gladis karena ia terlihat begitu angkuh dan ceria tapi di rumah ini ia sangat berbeda ia hanya Gadis kecil yg merindukan kasih sayang akan kedua orang tuanya.

Bi Hanum hanya mengangguk ia pun segera membantu Gladis berjalan menaiki tangga hingga kini mereka telah sampai di depan kamar Gladis.

''Makasih ya bi,'' ucap Gladis dengan tulus.

Bibirnya menyungingkan senyum dan segera masuk ke dalam kamarnya.

''Non?" panggil bi Hanum yg masih setia berdiri di balik pintu.

Gladis yg hendak menutup pintunya ia sedikit menahan nya karena panggilan dari bi Hanum.

''Kalau ada sesuatu panggil aja bibi biar non gak udah turun lagi ke bawah,'' cicit bi Hanum pelan.

Gladis tersebut simpul namun pada akhirnya ia mengangguk menyetujui permintaan dari bi Hanum. ''Makasih bi,''

Ia pun segera menutup rapat pintu kamar nya yg Gladis butuhkan saat ini ia hanya ingin sendiri. Ia tidak ingin kembali merasa rapuh ia ingin menjadi lebih kuat lagi.

Sedih tak akan pernah merubah keadaan dan yg ia butuhkan saat ini hanya kekuatan untuk menghadapi masa depan meski bayang-bayang masa lalu kerap menghampiri dirinya dan memaksa dirinya agar menanyakan alasan kenapa kedua orang tuanya berpisah di saat dirinya membutuhkan kasih sayang penuh dari kedua orang tuanya.

Waktu terus berlalu Gladis yg sejak tadi diam di kamar ia bahkan sama sekali tak memanggil bu Hanum karena dirinya tertidur.

Sejak kepulangan dirinya ia bahkan sama sekali melupakan apapun.

.

''Astaga, kenapa bisa sampai tertinggal.'' Keluh Irfan yg baru menyadari jika tas Gladis tertinggal di dalam Mobilnya.

Ia bahkan sampai melupakan tas milik murid nya itu karena ia simpan di kursi belakang.

Irfan yg hendak keluar ia kembali duduk dan kembali menyalakan mesin mobilnya beruntung sekali jika dirinya tadi sempat mengantar Gladis hingga depan rumahnya membuat ia tidak susah payah harus mencari rumah anak didiknya itu.

''Kenapa mesti lupa sih,'' keluh Irfan kesal karena memang jalanan yg harus ia tempuh lumayan jauh.

Tiga puluh menit telah berlalu kini ia sudah sampai di depan rumah berwarna putih yg mendominasi. Ia pun segera masuk ke dalam rumah yg berukuran besar itu.

''Assalamu'alaikum?"

Bi Hanum yg hendak mengecek Gladis namun ia mendengar dalam dari arah pintu membuat dirinya kembali meletakan makanan berisi makanan di atas meja dan berbalik menghampiri pintu.

''Waalaikum salam,'' balas bi Hanum dan segera membuka pintu.

''Oh maaf apa ini benar kediaman Gladis?" tanya Irfan memastikan.

''Iya benar, bapak siapa ya?" tanya bi Hanum balik bertanya.

Namun sebelum Irfan menjawab sebuah mobil lain masuk ke dalam halaman rumah besar milik keluarga Gladis dan segera memarkirkan nya di samping mobil milik Irfan hingga seseorang dari mobil itu keluar.

Terlihat seorang laki-laki yg cukup berusia itu berjalan menghampiri Irfan yg masih diam diambang pintu.

''Bapak udah pulang?" tanya bi Hanum penuh rasa hormat.

Irfan hanya tersenyum hangat ia masih saja diam di ambang pintu.

''Kenapa gak di suruh masuk sih bi?" sahut lelaki yg cukup berusia itu. Irfan yakin jika lelaki itu adalah ayah dari Gladis.

Melihat penampilan nya saja terlihat memang jika dirinya adalah ayah dari Gladis.

''Oh gak usah pak saya hanya mau mengembalikan ini.'' Tutur Irfan dengan tulus.

Memang niat dirinya hanya itu ia sendiri tidak bisa menunda untuk mengembalikan tas milik anak didiknya terlebih ia mendengar bunyi ponsel Gladis dari dalam tas miliknya.

Seketika Ardi tertuju pada tas milik putrinya dan ia kembali menatap wajah Irfan yg kini menatap dirinya.

''Sebaiknya masuk dulu sebentar, saya rasa bapak seperti seorang guru apakan benar?" tebak Ardi merasa yakin atas tebakan dirinya.

.

''Oh jadi begitu, ya memang Gladis itu baru saja bisa naik motor.''Kekeh Ardi pelan.

Irfan hanya mengangguk ternyata benar dugaan nya jika memang Gladis belum terlalu paham saat mengendarai motor.

''Tapi terimakasih ya saya jadi merepotkan,''

''Ayah?" panggil Gladis dari arah tangga ia sedikit mempercepat jalan nya untuk menghampiri ayahnya yg sedang duduk bersama seorang laki-laki.

Gladis segera memeluk ayahnya ia bahkan menitikan air matanya. ''Kenapa terus di tunda.'' Ucap Gladis terlihat sedikit manja.

Irfan yg melihat itu ia sedikit canggung ia bahkan merasa tidak nyaman dengan pemandangan di depan nya itu.

''Tadi guru kamu bilang kamu jatuh dari motor? ayah udah sering bilang jangan pakai motor kenapa mesti bandel sih?" tegur Ardi kesal.

''Siapa yg jatuh orang tadi aku boncengan kok.'' Bohong Gladis berusaha meyakinkan.

Irfan seketika berdehem ia tidak menyangka jika Gladis akan berbohong di depan dirinya bahkan terhadap ayahnya.

''Ekhemmm,''

Gladis yg masih memeluk ayahnya seketika terkejut saat mendapati Irfan ternyata yg berada disana.

''Eh bapak,'' kekeh Gladis pelan ia bahkan merasa malu menyatakan kebohongan nya.

Bersambung.....

Terpopuler

Comments

Ani Vabbiani

Ani Vabbiani

semangat thor

2022-10-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!