''Sayang kamu masih tidur?” panggil ayah Hadi dari balik pintu.
Gladis yg sejak tadi hanya diam diri di kamar ia segera bangun saat suara sang ayah terdengar di balik pintu kamar nya ia dengan cepat membuka pintu kamarnya yg kini masih memperlihatkan ayah Hadi di balik kamar nya.
“Kamu masih sakit sayang?” tanya ayah Hadi dengan tangan satunya telurur mengusap puncak kepala sang putri kesayangan nya.
“Enggak kok yah udah udah sedikit baikan.” Balas Gladis dengan senyum manis nya.
Gladis kembali berjalan masuk ke dalam kamarnya dengan tongkat yg masih ia gunakan.
Sementara ayah Hadi ia pun masuk ke dalam kamar sang putri.
Gladis yg kini mulai duduk kembali di kasur nya ia menatap wajah teduh sang ayah yg selalu ada untuknya bahkan bukan hanya sosok ayah melainkan menjadi sosok seorang ibu baginya karena memang sejak perpisahan ayah dan ibunya terjadi Gladis sudah terbiasa hidup bersama sang ayah.
“Sayang bagaimana kalau besok kamu tinggal bersama mami? ayah harus pergi kembali tapi ayah tidak bisa meninggalkan kamu seperti kamu seperti ini,” tutur ayah Hadi.
Gladis tak bisa lagi menjawab hatinya kembali sakit saat ayah nya mengatakan kata maminya.
Bagaimana tidak sudah sangat lama tidak merasakan kasih sayang dari sang mami namun hingga saat ini tak pernah kembali ia mendengar kabar dari sang mami.
“Aku gak mau yah, kalau memang ayah harus pergi aku bisa tinggal disini sama bi Hanum.” Tukas Gladis yg tak ingin lagi mendapat bujukan.
Ayah Hadi menarik napasnya panjang ia pun mendekati sang anak yg memang tidak tahu apa-apa. “Ayah hanya sebentar mungkin hanya dua atau tiga hari saja.” Bujuk nya lagi.
Gladis menatap tajam sang ayah ia kembali bersikukuh dengan pendirian nya andai saja ibunya sedikit saja lebih sering mengunjungi dirinya mungkin rasa benci itu tidak akan pernah ada namun ia harus kembali kecewa bahkan di saat dirinya rindu rasa itu harus ia pendam kuat-kuat.
Ya rasa rindu terhadap seorang ibu tentunya akan selalu ada namun selalu tak mampu ia ungkapkan.
“Ya sudah kalau begitu kita makan dulu ya kamu mau makan disini?” tanya ayah Hadi mengalihkan topik pembicaraan.
.
.
Kini mobil yg ia bawa sudah masuk ke dalam kediaman yg ia tuju setelah hampir setengah jam ia tuju.
Kediaman yg dulu sering ia datangi dan baru kali ia datangi lagi terlihat jelas berbeda dari ingatan nya sejak terakhir ia kunjungi.
Irfan pun segera turun dari mobilnya dan berjalan mendekati kediaman sahabat baiknya itu.
“Assalamualaikum?” Salam Irfan dari balik pintu pintu.
Tak ada jawaban yg terdengar ia hanya diam dan membalikan badannya memunggungi pintu.
Namun tak lama terdengar sahutan seorang wanita yg mulai mendekati pintu.
“Waalaikum salam,” balas dari seorang wanita itu yg kini berdiri tepat di ambang pintu.
“Maaf cari siapa ya?” cicit wanita itu pelan.
Irfan yg sedang membalikan tubuhnya ia pun spontan membalikan tubuhnya dan betapa ia terkejut nya saat matanya melihat sosok wanita yg pernah singgah dalam hatinya dalam beberapa tahun lalu.
“Amira,” ucap Irfan pelan.
Semantara wanita yg memang bernama Amira itupun tak jauh berbeda dari Irfan ia pun sedikit gugup namun ia kembali menetralkan dirinya saat terdengar suara dari arah belakang dirinya.
“Siapa sayang?” Sahut Dika yg tak lain adalah sahabat dari Irfan.
Dika memang tidak pernah mengetahui hubungan khusus yg pernah kekasihnya jalin bersama dengan dengan sahabat baiknya itu.
“Mmmm,” gumam Amira tak yakin mengatakan siapa yg kini sedang menunggu kekasihnya di depan.
Namun belum sempat Amira mengatakan Dika sudah lebih dulu mendekat dan melihat siapa yg sedang mengunjungi kediaman nya.
“Eh bro, sorry gue lupa.” Desis Dika dan langsung menjabat tangan Irfan yg masih diam mematung.
“Oh gue kira gue salam alamat,” kekeh Irfan pada akhirnya.
“Ayo masuk-masuk astaga lo makin pangling aja,” kekeh Dika sedikit bersemangat.
Mereka pun beralih ke arah ruang tamu bersama Amira yg mengikuti mereka dari belakang.
“Oh ya kenalin ini Amira pacar gue.” Ucap Dika mengenalkan Amira pada Irfan.
Irfan pun tersenyum dan menganggukan kepala. “Gue udah kenal kok Amira kan? dia adik kelas gue waktu kuliah kalau gak salah benarkan?” ungkap Irfan jujur.
Sementara Amira ia tersenyum malu dan menerima jabatan tangan dari Irfan yg seolah hanya mengenal dirinya sebagai adik kelas dirinya.
Irfan sengaja mengatakan kebenaran itu saja terlebih tak ada lagi yg menurutnya penting karena menurutnya itu hanya masa lalu mereka saja.
“Oh gitu lo gak pernah cerita kalau gitu, ya udah duduk-duduk biar lebih enak.” Kekeh Dika lagi bersuara.
Mereka pun saling bertukar pembicaraan tak ada yg lain lagi meski sesekali Amira melirik ke arah Irfan namun tidak dengan Irfan ia lebih tidak menghiraukan itu karena baginya memang saat ini itu lebih baik dan lagi mereka sudah tidak lagi memiliki hubungan special.
“Oh pantes saja gue kira lo udah pindah aja ke luar kota atau ke luar negri,” kekeh Dika tak percaya.
Irfan pun tertawa menanggapi ucapan Dika tak ada yg berubah merka tetap sama sejak pertemanan mereka saat dibangku sekolah.
“Oh ya ngomong-ngomong gimana sekarang dengan bisnis lo? gue denger dari si Jodi lo udah jadi pembisnis handal.”
“Apaan gue biasa aja lah, justru kedatangan gue kesini gue butuh bantuan lo,” kekeh Irfan jujur.
Dika hanya menggelengkan kepala namun ia kembali tertawa mendengar ucapan dari sahabat baiknya itu.
Irfan pun menjelaskan kedatangan nya karena memang ia sedang membutuhkan orang yg ahli dalam bidang pembangunan dan yg ia tahu Dika memang adalah arsitek yg cukup handal dalam masalah pembuatan desain clasik bahkan modern.
“Oke soal itu lo serahin sama gue.” Kekeh Dika dengan percaya dirinya.
Amira hanya diam bahkan sejak kedatangan Irfan yg tak pernah ia duga membuat pikiran nya tak bisa teralihkan dari kenangan masa lalu mereka.
Ia memang sangat mencintai Irfan bahkan disaat ia ketahuan berselingkuh dengan pria lain ia tetap mencintai Irfan sampai pada saatnya Irfan memutuskan dirinya dan sejak saat itu mereka tak pernah bertemu kembali hingga saat ini mereka bertemu kembali rasa cinta itu tetap sama bagi Amira cinta itu tetap ada meski ia sudah menerima cinta dari Dika.
“Ya udah ayo diminum dulu fan, gue tinggal dulu ya biar gue ambil dulu laptop nya.” Ucap Dika dengan bersemangat.
“Nanti lagi lah soal itu gampang,” balas Irfan menahan Dika.
Ia tidak nyaman jika dirinya ditinggal berdua bersama wanita yg sempat membuat dirinya sakit hati tapi apa daya Dika malah tidak menghiraukan dirinya.
“Tunggu sebentar ya sayang,” ucap Dika sambil mengusap lembut Amira di hadapan Irfan.
Bersambung….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments