Mendengar nasehat dari Naura, Ian langsung menyandarkan punggungnya pada badan sofa.
"Aku memang butuh istirahat, Na." Ian pun menghela napas berat seraya menutup mata. Malam ini serasa ada beban berat di pikirannya. Naura menelan saliva-nya lalu tersenyum. Dia mencoba mendekat dan mulai memijit bahu pria ini dengan penuh perhatian dan kelembutan.
"Mungkin sebaiknya aku pulang saja," kata Naura setelah sekitar lima menit menemani Ian yang hanya diam sambil memijitnya. Dia pun melepaskan tangannya dari bahu pria ini. Ian membuka mata. Perlahan menjauhkan sandarannya pada sofa. Lalu bergerak hendak bangkit dari duduknya.
“Tidak. Tidak perlu mengantar ku.” Naura menahan bahu Ian. “Kamu harus tetap istirahat sayang. Agar saat kita bicara lagi, pikiranmu fresh. Jadi biarkan aku pulang sendiri saja."
"Kalau begitu, aku akan meminta Danar untuk mengantarkan mu," kata Ian sembari mengeluarkan ponsel dari sakunya.
Sementara itu, Danar masih asyik makan malam di dapur. Dia benar-benar kelaparan saat ini. Masakan asisten rumah tangga keluarga ini memang enak. Apalagi, ada hal penting lainnya yang membuat pria ini senang.
itu adalah ... semua makanan yang masuk mulut Danar adalah gratis. Bagi bujangan seperti dia yang harus menghemat uang untuk biaya menikah, ini adalah anugerah.
Bahu Danar berjingkat kaget mendengar dering ponselnya. Apalagi saat melihat nama Ian di layar ponselnya. Tangannya segera meraih gelas berisi air di sebelahnya. Minum beberapa tegukan, lalu segara menempelkan ponsel itu di dekat telinganya.
"Ya, Pak," sahut Danar sembari sesekali menelan sisa makanan di mulutnya.
"Tolong antarkan Naura pulang. Aku ingin istirahat," ujar Ian memberi perintah.
"Baik Pak."
...***...
Karena Ian lelah, Danar yang mengantarkan Naura ke apartemennya. Perempuan itu tidak marah. Dia memilih setuju. Karena dia tahu, Ian tidak bisa di ganggu sekarang.
Selepas Naura pergi, Ian menelepon pengacara pribadi yang juga menjadi sahabatnya, Yuda. Pria yang membacakan surat wasiat Mina_ istrinya kala itu.
Melihat nama Ian di layar ponsel, Yuda di seberang, segera mengangkat ponselnya.
"Ya, Ian," sahut Yuda.
"Kamu sedang di luar?" tanya Ian.
"Oh, tidak. Aku ada dirumah. Ada apa?"
"Aku ingin bicara soal surat wasiat yang Mina tulis," kata Ian langsung pada intinya.
"Surat Wasiat? Ya. Ada apa dengan itu?" tanya Yuda penasaran.
"Apakah itu bisa di tangguhkan? Atau di ganti dengan orang lain?" tanya Ian tiba-tiba.
"Oh, soal itu." Yuda langsung mengerti.
"Ya. Soal aku yang harus menikahi Naura," ujar Ian mengingatkan lagi pada kejadian itu yang sedih itu. Dimana istrinya meninggalkan dirinya selama-lamanya. Ian nampak menghela napas dengan dalam teringat hal itu.
"Ya itu ... agak sulit ya. Sebenarnya untuk hal semacam itu, di dalam undang-undang belum ada peraturannya. Karena wasiat semacam itu bersifat bukan benda. Pokok isi dari surat wasiat yang diatur secara hukum adalah wasiat mengenai harta untuk pewaris."
"Jadi wasiat semacam itu tidak berguna?" Ian mengerutkan keningnya.
"Bukan tidak berguna, Ian," ralat Yuda.
"Jadi apa boleh jika aku melanggarnya?"
"Sudah aku katakan tadi. Di dalam hukum negara, tidak ada larangan untuk melanggar wasiat semacam itu. Namun perlu kamu ingat. Siapa yang menulis surat wasiat itu." Pria ini kemudian menjeda kalimatnya. "Wasiat itu semacam mimpi dari orang yang membuat wasiat. Karena yang membuat surat wasiat adalah istrimu, aku rasa itu adalah harapan dari istrimu, Mina." Yuda memberikan penjelasan lebih panjang.
"Aku tahu itu. Namun apa bisa aku boleh melanggarnya sekarang dan mematuhinya setelah pikiranku tenang?" tanya Ian seperti tertekan juga.
"Sebenarnya bisa. Itu terserah padamu. Kalau boleh tahu, kenapa kamu ingin melanggarnya? Padahal kalian berdua akan segera menikah," selidik Yuda.
"Elio belum bisa melupakan mamanya. Dia kurang setuju aku menikah dengan Naura," cerita Ian.
"Aku rasa wajar Elio masih ingat dengan Mina. Namun itu hanya sementara. Setelah kamu menikah dengan Naura, aku yakin dia akan tahu kalau Naura juga bisa menjadi mamanya."
"Tapi sepertinya itu sedikit sulit," sangkal Ian.
"Mina adalah istrimu. Saat dia membuat surat wasiat itu, dia berharap banyak kamu bahagia dengan mengikuti apa yang di tulisnya di dalam surat wasiat. Jadi kenapa kamu ingin melanggarnya? Memenuhi harapan wanita yang kamu cintai bukan hal yang aneh kan?" Yuda mengingatkan.
Ian menghela napas.
"Oke. Terima kasih."
Setelah menutup telepon barusan, Ian menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Memejamkan mata sejenak. Kemudian membuka mata dan menatap langit-langit kamar.
"Mina, apa menikah dengan Naura adalah keinginanmu? Apa kamu berpikir aku akan bahagia bersama sahabatmu itu?" desah lelah Ian. "Jika iya, kenapa aku ragu ..."
Tubuh Ian beranjak dari ranjang. Lalu berjalan menuju kamar putra satu-satunya. Bibi pengasuh baru saja keluar dari dalam kamar.
"Elio kenapa, Bi?" tanya Ian langsung cemas.
"Enggak apa-apa, Pak. Hanya mengigau saja," jawab bibi pengasuh. Ian melongok ke dalam.
"Malam ini biarkan aku yang menemaninya. Bibi bisa tidur di kamar," pinta Ian.
"Oh, baiklah. Kalau malam Elio kadang bangun buat ke kamar mandi, Pak. Jadi mungkin Bapak harus bangun," pesan Bibi.
"Ya. Enggak apa-apa. Ian masuk ke dalam kamar putranya. Elio sedang tertidur pulas. Ian mengecup kening dan pipi bocah itu.
"Tidur yang nyenyak ya, putraku."
...***...
Masih dengan gaun yang sama, Naura berdiri di depan apartemennya. Rupanya dia sedang menunggu seseorang. Tangannya bersedekap menahan jaket rajut yang dikenakannya. Kakinya berjalan mondar-mandir sambil sesekali melihat ke arah ponsel yang di pegangnya.
"Kemana dia? Ini keadaan mendesak. Seharusnya dia cepat datang," keluh Naura menggeram kesal. Tak lama, sebuah mobil berwarna abu-abu datang. Naura berhenti mondar-mandir. Ia menghela napas lega. Namun tetap saja raut wajahnya terlihat masam.
"Maaf, aku baru datang," kata seorang pria yang baru saja keluar dari mobil.
"Hh ... hampir saja aku mati membeku kalau kamu tidak cepat datang, Yuda." Naura mengerutkan keningnya dan menatap pria ini tajam.
...____...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Siti Nurjanah
oh ternyata yuda menikam lan dr belakang. apa ada kesepakatan antara naura dan yuda dgn surat itu?
2024-07-14
0
Nova Evita
waduh .... ada kolaborasi eh ... konspirasi seperti nya
2023-11-28
1
Widi Widurai
ak yakin ada konsipirasi antara yuda sama naura.
2023-11-27
1