Usai pulang dari kantin, telepon ruang kerja Luna berdering. Ternyata itu Pak Ian. Beliau meminta Luna untuk datang ke ruangannya. Saat menuju ruangan Pak Ian, dia yakin bahwa ini ada hubungannya dengan Elio. Karena bocah itu dua kali kabur dan menjadikan rumah Luna sarang.
"Kamu tahu bahwa aku dan Elio sedang melakukan kesepakatan," kata Ian tanpa basa-basi saat Luna sudah sampai di ruangannya.
"Emmm ... soal yang mana ya, Pak?" tanya Luna mendadak canggung. Padahal pria di depannya terlihat biasa saja. Bahkan terlihat serius. Karena saat ini Luna tengah teringat oleh perkataan dari Elio saat itu. Bocah itu ingin perempuan yang jadi mama barunya adalah seperti dirinya.
"Soal Elio yang tidak ingin kalau Naura menjadi mamanya," ungkap Ian.
Luna lega sekaligus terkejut. Karena saat ini yang di bicarakan pria ini adalah permasalahan keluarga. Berarti itu adalah masalah pribadi. Dimana Luna sebenarnya tidak bisa ikut campur lebih jauh dari sekarang. Cukup sebagai rumah tampung kaburnya putra pria ini yang kebetulan saja memilihnya.
"E ... Itu ..." Luna bingung. Tangannya menggaruk pangkal hidungnya.
"Ada apa?" tanya Ian.
"Sebenarnya ... saya tidak nyaman kalau mendengarkan masalah pribadinya Pak Ian. Saya kan orang luar, Pak," kata Luna menyuarakan isi hatinya.
Ian menghela napas. Sepertinya pria ini juga paham kalau topik yang ia bicarakan sekarang bukanlah untuk di konsumsi publik.
"Aku tahu. Soal aku dan Elio adalah masalah pribadi. Juga soal Naura kekasih ku."
Luna mengangguk setuju dengan apa yang di bicarakan oleh ian.
"Apalagi saat ini saya sedang dalam jam kerja. Ini juga di perusahaan. Di ruangannya Bapak juga," jelas Luna menambahkan. Ian diam sejenak. Jari-jarinya mengetuk meja. Itu menimbulkan irama yang khas sebuah ketukan sebuah meja dari kayu.
"Jadi sekarang kamu tidak bisa di ajak bicara serius soal putraku, ya?" tanya Ian lagi. Luna mengangguk yakin sambil menundukkan pandangan. Tangannya mengepal gembira, merayakan kemenangan karena tidak akan lagi berurusan dengan Pak Ian di luar jam kerja. "Apa menurutmu lebih baik kita bicara di luar jam kerja saja?"
Ha? Luna mendongak dengan terkejut. Bola matanya melebar sekilas.
"Jadi kamu bisa mendengar aku membicarakan Elio dengan nyaman. Karena itu, kita akan bertemu nanti malam. Setelah pulang kerja."
Apa-apaan ini? Bertemu nanti malam? Berdua?
...***...
Meskipun awalnya ragu. Akhirnya Luna setuju. Semua itu yang membuat ia sampai di area parkir belakang. Dimana Pak Ian biasa memarkir mobilnya.
Dia jadi ikut memikirkan Elio juga sekaligus penasaran. Apa yang sebenarnya ingin di bicarakan Pak Ian padanya?
Terlihat Danar berjalan ke arahnya.
"Pak Ian menyuruhku mengantarkan kamu. Ayo," ajak Danar. Luna mengekor di belakangnya.
"Pak Ian datang sama kekasihnya atau enggak?" tanya Luna saat berjalan menuju ke mobil kantor yang biasa di bawa Danar.
"Kenapa? Kamu ingin berduaan dengan Pak Ian?" tegur Danar tidak bersahabat seraya membuka pintu mobil.
"Tentu saja tidak. Aku justru nyaman jika ada dia di sana. Berduaan dengan Atasan akan menimbulkan banyak masalah. Lagipula ada model itu. Aku pasti akan di tendang jauh-jauh olehnya,” bantah Luna.
Danar tergelak pelan.
"Hei, kenapa tertawa? Aku bukan sedang bercanda."
"Aneh saja kamu enggak mau berduaan dengan pria tampan semacam Pak Ian."
"Duda ganteng," ralat Luna. Danar mengangguk. "Kalau buat aku, pria seperti Pak Ian terlalu tinggi kualitasnya. Jadi aku enggak ada mimpi bersama pria seperti itu. Lagipula enggak mungkin kita berduaan kan?”
"Bagus. Jangan berharap terlalu tinggi. Jika jatuh sakitnya minta ampun."
"Kenapa kamu yang anterin aku? Pak Ian-nya kemana?" tanya Luna akhirnya sadar. Sedikit aneh, jika Pak Ian meminta tangan kanannya ini menjemputnya. Bukannya mereka tadi sama-sama berada di kantor.
“Pak Ian sedang ada perlu dengan seseorang," kata Danar tidak jelas.
...***...
Mobil yang di tumpangi Luna tiba di sebuah cafe. Tidak begitu mewah tapi begitu cantik.
“Kenapa Pak Ian ada di sini?” tanya Luna ke arah cafe di depan mereka.
“Aku tidak tahu. Lebih baik kamu tanyakan sendiri saja nanti. Toh kamu akan bicara dengan Pak Ian, kan?” Sepertinya Danar malas menjawab pertanyaan Luna. Perempuan ini menipiskan bibir.
Danar mengeluarkan ponselnya. Sepertinya ia sedang menelepon Pak Ian. Kaki Luna berjalan menjauh dari Danar. Ia bosan hanya menunggu. Saat itu ia mencoba melihat situasi di dalam cafe. Tampak atasannya itu sedang berbincang dengan seorang pria.
“Luna!” panggil Danar. Luna langsung menoleh. “Pak Ian minta kamu tunggu sebentar. Beliau masih bicara dengan pengacaranya.”
“Pria yang ada di sana?” tunjuk Luna ke dalam Cafe.
“Ya,” sahut Danar. Luna masih melihat ke depan. Ke arah dalam cafe. Ia merasa tidak asing dengan pria yang sedang duduk di sana.
Tubuh Luna berjingkat saat ponsel di tasnya berdering. Itu Karin. Luna menekan tombol tolak. Ia kembali melihat ke dalam cafe. Namun lagi-lagi ponselnya berdering. Luna mencoba mengabaikan tapi dering itu makin menjadi-jadi.
“Apa sih Rin?!” tanya Luna geram.
“Aku akan siarkan ke seluruh kantor kalau kamu pacaran tanpa konfirmasi dulu. Jadi katakan padaku sejujur-jujurnya, sejelas-jelasnya, serinci-rinci-nya, kenapa kamu satu mobil dengan Danar?” Karin di seberang sudah heboh banget.
“Hei! Jangan asal njeplak! Pacaran apanya? Aku dan Danar enggak ada hubungan apa-apa, tahu!”
Karena Luna berteriak, Danar yang duduk di dalam mobil dengan jendela terbuka menoleh keluar.
“Ini hanya karena ada tugas dari Pak Ian," sangkal Luna.
“Pak Ian? Aku lihat kamu sama Danar kok, kenapa nyebut nama Pak Ian?' Karin tidak percaya.
“Karena emang ada perlunya sama Pak Ian, bukan Danar!" sembur Luna.
Luna masih bicara di telepon dengan Karin saat pengacara Ian keluar. Ini membuat Luna melewatkan momen untuk melihat dengan jelas wajah pria yang sedang bersama Ian tadi.
..._____...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Siti Nurjanah
jangan " yuda pengacara lan adalah mantan luna
2024-07-14
0
Laksmi Amik
jngan2 mantan luna wkwk
2023-10-26
1
Hartaty
wah wah sptnya Luna kenal Yuda,apakah mantannya?
2023-10-04
1