Karena melihat dua orang yang sejak tadi di cari, Elio berontak dari gendongan Danar. Ini sempat membuat Danar kebingungan.
"Ada apa?" tanya Ian.
"Turunkan aku! Turunkan aku! Aku ingin bertemu dengan mereka," kata bocah gondrong ini ingin lepas dari tubuh Danar. Karena kewalahan, Elio akhirnya kabur.
"Elio!" panggil Ian yang mengikuti bocah itu.
"Tante!!" panggil Elio. Luna yang saat itu tengah duduk dengan wajah sedih, mendongak. Bi Muti juga ikut mendongak karena mendengar suara bocah ini.
Namun sungguh mengejutkan saat melihat Ian dan Danar di belakang mereka. Luna panik setengah mati. Ia pun berpaling. Memunggungi Elio yang berlari ke arah sel tempatnya di tahan.
Bi Muti heran melihat sikap Luna. Akhirnya ia yang menyambut bocah gondrong itu.
"Elio, jangan mendekat!" teriak Ian menyambar tubuh putranya agar tidak mendekat ke arah sel.
Luna meringis berharap pria itu tidak melihatnya di dalam sel. Jangan sampai aku terlihat oleh Pak Ian. Sungguh memalukan menjadi tahanan. Ini aib!
Bi Muti yang sudah siap meraih tangan Elio, mengerjapkan mata karena bocah itu tidak bisa sampai di dekat sel.
"Tidak! Aku mau ketemu Tante!" teriak Ian membuat Ian dan Danar tidak paham.
"Di sini tidak ada tante mu. Di sini kantor polisi. Ini bukan di rumah. Tante mu ada di rumah," kata Ian yang berpikir Tante yang di sebut Elio adalah bibi pengasuh di rumahnya.
"Aku mau ketemu Tante! Itu Tante ada di sana!" tunjuk Elio pada pada sel di depan mereka. Ian dan Danar menoleh bersamaan pada sel. Bi Muti mengerjapkan mata terkejut saat keduanya terfokus pada dirinya. Tangannya menowel pundak Luna yang masih tetap memunggungi mereka.
"Kamu kenapa sih?" tanya Bi Muti geram. Luna hanya meringis tidak menjawab.
"Itu bukan Tante, Elio," jelas Ian.
"Tidak! Itu Tante! Itu Tante Luna!" Elio tetap pada pendiriannya untuk mendekat ke jeruji. Ginanjar dan beberapa polisi yang mendengar suara ribut ini mendekat.
"Ada apa, Pak Ian?" tanya Ginanjar.
"Putraku berpikir, mereka adalah bibi pengasuh di rumah," jelas Ian sambil menunjuk ke arah Luna dan Bi Muti.
"Oh, mungkin karena itu putra Anda mau ikut mereka saat para penculik itu mengajaknya. Karena berpikir mereka adalah pengasuhnya," kata Ginanjar langsung membuat Bi Muti melebarkan mata. Bahkan Luna langsung membalikkan tubuhnya ikut melebarkan mata.
"Penculik?!" seru mereka bersamaan.
Dari sini Ian dan Danar menemukan bahwa perempuan yang sejak tadi memunggungi mereka adalah Luna, staf keuangan perusahaan di perusahaan.
"Luna?!" seru Danar yang langsung menyebut nama Luna dengan keras. Ian hanya melebarkan mata. Mereka berdua sangat terkejut dengan adanya perempuan itu di sana. Bahkan setelah Ginanjar memberitahu kalau mereka itu adalah penculik.
"Oh?" Luna terkejut juga. Dia baru sadar bahwa dia sudah menunjukkan wajahnya. Dimana itu berarti Luna sudah mengungkap aib sendiri pada mereka.
Sialan!
Mata Ian menjadi tajam. Masih ingat dia tentang keningnya yang memerah karena perempuan itu mengebut di area parkir dan belok sembarangan, sekarang dia melakukan hal yang fatal. Yaitu menculik putranya.
Luna menelan ludah.
"Tante! Tante Luna!" panggil Elio dengan wajah senang.
"Jangan mendekat, Elio," cegah Ian.
"Kenapa?" tanya Elio kesal.
"Dia itu orang jahat, Nak," kata Ginanjar memberi penjelasan. Luna sudah hendak membantah. Namun dia urung karena Elio bicara.
"Tante Luna itu orang baik. Dia sudah menemani aku tidur dengan nyenyak," kata Elio membela Luna. Dia melihat pak polisi dengan wajah tidak suka.
Ian mengernyitkan keningnya. Ia tidak mengerti. Lalu Ian menatap Luna. Bahkan Danar ikut-ikut memandang Luna dengan tatapan kebingungan.
"Aku mau ke sana. Aku mau peluk Tante Luna." Bocah ini tetap memaksa untuk mendekati Luna.
Ian menatap Ginanjar. Polisi itu mengangguk. Meyakinkan bahwa para penculik itu sudah di amankan dengan baik.
"Baiklah." Ian melepaskan pegangan tangannya pada Elio. Bocah itu berlari kesenangan menuju ke jeruji.
"Tante Lunaaaa!!!"
"Elio." Tangan Luna terjulur keluar untuk memeluk tubuh bocah tengil ini. Namun sekarang bocah ini terasa membuat rindu. Mereka berpelukan. Bahkan Bi Muti juga ikut mendekat.
Semua mengerjapkan mata. Heran dan bingung terus merambat. Sebenarnya bagaimana dengan semua cerita penculikan ini?
...***...
Setelah kejadian mengharukan sekaligus membingungkan tadi, Ian memutuskan untuk mengajak Luna dan Bi Muti bicara. Dia ingin tahu ada apa sebenarnya dengan keduanya.
"Tidak ada apa-apa dengan kita berdua, Pak. Kita ini hanya mencoba menampung bocah itu_"
"Aku Elio Tante. Jangan lupa," tegur Elio membuat Luna menipiskan bibir. Bisa-bisanya bocah itu menegurnya di saat seperti ini.
"Ya. Aku dan Bi Muti ini hanya menampung Elio di rumah. Karena bocah ini tidak mau pulang ke rumahnya sendiri," tunjuk Luna dengan geregetan pada bocah rambut ikal itu. Bi Muti mengangguk. Membenarkan pernyataan Luna barusan.
"Itu tidak mungkin. Kenapa bocah yang ada di rumah bisa berada denganmu?" tanya Danar menyalahkan. "Menurut sopir ojek yang kamu pesan, bocah itu ikut denganmu."
"Di rumah? Kalau di rumah, tidak mungkin ada di mobil ojek online yang aku pesan, Danar ...," tegas Luna. Danar jadi bingung juga. Karena apa yang di katakan Luna benar. "Mungkin saja putra Bapak, ikut mobil tanpa sepengetahuan bapak. Seperti yang terjadi padaku. Lalu dia berkeliaran kesana kemari tanpa pengawasan. Lalu akhirnya ikut aku yang pulang dari kerja."
Luna mengatakan semuanya tanpa menutup-nutupi. Dia terpaksa menghilangkan rasa sungkan pada atasannya, karena ini menyangkut nasib hidup dan karirnya. Luna tidak mau karir dan hidupnya hancur karena salah paham yang menyebalkan ini.
Ian diam. Sepertinya ia membenarkan kalimat Luna. Ginanjar yang duduk di sebelah Ian ikut mendengarkan.
"Sebagai orang asing yang tidak mengenal bocah ini, kenapa kamu harus bersedia menampungnya? Bukan melaporkan ke kantor polisi sebagaimana dengan prosedur menemukan anak hilang." Ginanjar bertanya pada Luna.
Luna terdiam. Ia melirik ian. Melihat ini semua ikut terdiam menunggu jawaban. Dia ragu untuk mengatakan soal Elio yang memilih di makan hidup-hidup, daripada tinggal dengannya. Di sini Luna pikir adalah Ian. Mungkin antara Elio dan Ian punya sesuatu yang tidak sepakat.
Meskipun ia bertekad untuk tidak menutup-nutupi apapun, tapi dia punya hati nurani untuk tidak mengungkap soal itu. Luna menatap Elio. Bocah itu sedikit menunduk. Mungkin dia tahu bahwa Luna bersedia menampungnya karena tangisan itu.
Ian yang tahu arah bola mata Luna, ikut melirik putranya. Dia menemukan ada interaksi yang cukup rahasia.
"Soal itu sebaiknya dibicarakan tanpa banyak orang yang tahu," kata Luna mengejutkan. Ginanjar dan Danar menoleh pada ian. Pria ini hanya diam.
Bi Muti mengerti. Ia yang tahu apa yang menyebabkan bocah itu di terima Luna. Akhirnya ia ikut menambahi kalimat.
"Ya. Sebaiknya alasan itu hanya orang-orang tertentu saja yang tahu. Atau cukup Bapak ini saja yang mendengar." Bi Muti menunjuk Ian dengan sopan.
Ia menatap lurus karyawannya. Setelah berpikir sejenak, Ian mengambil keputusan untuk mencabut dakwaan soal penculikan. Lalu dia meminta pada Ginanjar untuk membersihkan nama Luna dan Bi Muti dari berkas kepolisian. Harus bersih seperti sebelum ada kejadian ini.
... _____...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Zarin Mayresa
tuuh kan bener elio tengil tp nggemesin
2023-12-05
0
Praised94
terima kasih 👍
2023-11-02
0
Natha
inilah Indonesia
orang orang takut berbuat baik dan peduli.. karena mereka akan menjadi tersangka.. karena prinsip praduga tidak bersalah seperti dongeng di negara ini...
2023-10-31
5