Saat Luna pulang dengan seorang bocah di gendongannya, Bi Muti yang tinggal satu atap dengan Luna terkejut. Dia janda yang sudah di tinggal mati suaminya. Karena anak-anaknya tinggal bersama suami mereka, Luna yang saat itu cari tempat kost mendapat keberuntungan dengan tinggal satu atap dengan perempuan ini dengan harga tidak mahal.
“Anak siapa? Jangan bilang tiba-tiba kamu punya anak, Luna.” Bi Muti langsung menuduh Luna seraya memerhatikan si bocah.
“Tidak mungkin. Pacar saja belum ada. Tidak mungkin aku punya anak," sangkal Luna sambil melebarkan matanya. "Aku tidak tahu dia anak siapa, Bi.”
“Hah? Tidak tahu? Kalau tidak tahu, kenapa bisa bersama mu? Kamu menculiknya, ya?” tanya Bi Muti terkejut.
“Ih, Bi Muti. Bukan begitu. Aku memang tidak tahu siapa anak ini. Karena tiba-tiba saja ia menyusup masuk ke dalam ojek online tanpa aku sadari," kata Luna menjelaskan.
“Ojek online? Mobil?” Bi Muti memperjelas.
“Iya.”
“Gaya banget, berlagak elit,” ejek Bi Muti. Karena dia tahu gadis ini saja kost di rumahnya dengan biaya tidak begitu mahal. Namun ejekannya bukan benar-benar untuk menjatuhkan Luna. Sekedar olok-olok biasa saja.
“Ih, Bi Muti. Aku naik mobil online karena murah. Bukan mau bergaya elit,” protes Luna. “Bi. Tolong bukakan pintu. Aku enggak bisa masuk karena anak ini berat,” pinta Luna sambil menunjuk ke arah pintu kamar sewanya.
“Kuncinya mana?” tagih Bi Muti.
“Di saku tas,” kata Luna. Bi Muti pun menggeledah tasnya dan menemukan kunci. Lalu membantu Luna membuka pintu. Luna pun langsung masuk ke kamar tidurnya. Dengan hati-hati, ia rebahkan tubuh bocah itu di atas ranjang. Merapikan rambut anak ini yang gondrong juga keriting.
“Wajahnya tampan. Pasti bapaknya juga tampan,” pendapat Bi Muti.
"Sepertinya begitu," sahut Luna sambil mengusap kepala bocah laki-laki itu. "Tapi dia agak menyebalkan tadi." Luna masih ingat lagak bocah itu sebelumnya.
“Benarkah?" Bi Muti melihat ke arah bocah itu. Ayo katakan. "Lalu, siapa bocah ini?” Rupanya Bi Muti masih ingat soal pertanyaannya tentang siapa anak ini.
“Kita bicara di luar saja,” bisik Luna takut membangunkan bocah itu. Mereka pun keluar dari kamar. Lalu mengobrol di depan tv. “Aku tidak tahu anak itu siapa. Saat turun dari mobil tadi, tiba-tiba dia ada di sebelahku,” ujar Luna bercerita awal dia bisa bersama bocah ini.
“Kamu pasti ketiduran di mobil, ya? Kok bisa enggak tahu kalau ada bocah duduk bersama mu,” tebak Bi Muti yang sudah hapal dengan Luna karena tinggal di rumah ini bersama.
Luna meringis ketahuan. "Iya. Aku lelah, jadi mengantuk."
“Dasar anak ini,” kata Bu Muti sambil memijit bahu Luna gemas.
“Iya. Pundak ku lelah. Bi Muti bisa memijitnya terus,” kata Luna malah menyodorkan bahunya untuk di pijat. Plak. Bi Muti malah menghadiahkan pukulan di punggung perempuan ini.
“Sakiit ...” rintih Luna. Lalu memegang punggungnya agak lama. Memijitnya pelan demi menghilangkan pukulan Bi Muti tadi.
“Jangan bercanda terus. Lanjutkan kalimat mu tadi," kata Bi Muti sangat penasaran. Luna akhirnya mulai serius.
“Awalnya aku terus memaksanya mengaku, dia anak siapa. Namun setelah kita bicara dan dia mengatakan kalau dia lebih baik mati aku makan daripada ...”
“Kamu makan? Memangnya kamu sedang menjadi apa?" potong Bi Muti heran.
“Manusia kanibal." Luna terkekeh. "Aku menakutinya agar dia takut tinggal denganku dan meminta aku mengantarkan dia pulang. Namun ternyata dia lebih memilih mati daripada tinggal dengan mama tirinya.” Luna menaikkan alisnya prihatin.
Mendengar cerita Luna tentang kata-kata bocah itu, Bi Muti ikut prihatin. Akhirnya Bi Muti setuju Luna merawat bocah itu karena kasihan sementara waktu.
...***...
“Ngg ... Ngg ...” Bocah yang tidur di ranjang kecil milik Luna mengigau. Namun tidak ada reaksi apapun dari Luna yang tidur di bawah beralaskan kasur lipat.
“Ngg ... Ngg ...” Terdengar lagi igauan anak ini. Luna benar-benar terlelap karena kelelahan hingga dia tetap tidak mendengar igauan bocah yang makin lama makin keras saja.
“Mama! Mama!” teriak bocah itu. Baru karena teriakan ini, Luna akhirnya bangun.
“Apa? Apa?” tanya Luna setengah sadar dan panik karena terkejut. Ia sudah membuka mata, tapi masih dengan setengah jiwanya
“Mama!” teriak bocah itu lagi. Luna langsung bangkit dari tidurnya dan duduk di tepian ranjang.
“Tenang bocah. Tenang ... Aku ada di sini,” kata Luna sambil mengusap kepala anak itu. Lalu Luna bangkit dari duduknya dan mengambil tisu. Kening bocah ini berkeringat. Luna mengelap keringat dingin di kening Elio. Lambat laun, teriakan bocah itu berganti menjadi pelan. Mirip sebuah gumaman.
“Mama ...”
“Iya ....” Luna menepuk pantat bocah ini dengan lembut. Matanya yang tadi masih melek merem dengan separuh jiwa, kini sudah mulai cetar. Luna mengipasi bocah ini dengan karton sambil duduk di tepi ranjang. Bikin repot memang karena kenapa tidak menyalakan kipas. Namun Luna takut masuk angin karena dia tidak tahan dengan kipas angin. Perlahan ia pun mengantuk hingga tertidur sambil duduk.
...____...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Jar Waty
mampir kak
2023-11-07
0
Qiyam Maryam
cerita yg bagus alurnya menarik
2023-11-04
3
Praised94
terima kasih 👍
2023-11-02
1