Luna yang tadinya bertepuk tangan kegirangan, karena Elio berhasil mengatakan apa yang ada di pikirannya, kini langsung kicep seraya menghentikan tepukannya. Namun tangannya masih mengambang di sana. Senyumannya juga langsung lenyap.
Apa yang kamu katakan, bocah gondrong?
Luna kebingungan sendiri dengan kalimat bocah ini. Bukan hanya bingung. Dia panik. Tidak menduga kalimat tambahan yang akan di katakan Elio adalah itu. Manik matanya mengerjap berulang kali. Seakan-akan memori beberapa menit yang lalu lenyap seketika.
Bagaimana ini? Apa reaksi Pak Ian saat mendengarnya ya?
Dengan takut-takut, Saat melirik ke arah Pak Ian, pria itu justru melihat ke arahnya dengan tatapan tajam dan aneh. Seperti sedang memperhatikan dirinya dengan seksama.
"S-saya tidak tahu apa yang di katakan Elio, Pak. Sa-saya tidak mengerti," kata Luna langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat untuk klarifikasi. Ian diam seraya tetap menatap Luna. Agak lama. Luna mendadak gugup.
"Kenapa Tante Luna gugup?" tanya Elio dengan wajah polos. Dimana itu makin membuat suasana canggung untuk Luna. Perempuan ini menoleh pada Elio dengan cepat seraya melotot.
"Ini gara-gara kamu, tahu?" kata Luna geregetan. "Kenapa kamu mengatakan hal itu?"
"Mengatakan apa? Bukankah aku sudah jujur, Tante?" tanya Elio tidak mengerti.
"Tidak seharusnya kamu berkata seperti itu ..." Luna makin geregetan. Ia tidak bisa mengatakan dengan mulutnya sendiri kalau Elio ingin papanya menikah dengan perempuan seperti dirinya. Ingin rasanya mencakar wajah sendiri karena kesal dan malu.
"Luna hentikan," pinta Ian dengan suara dalam. Luna menoleh pada atasannya dengan tegang. Sialan. Lagi-lagi ia lupa bahwa dia tidak hanya berdua dengan Elio, tapi ada Pak Ian.
"Maaf, Pak." Luna membungkuk karena sadar dia heboh sendiri berkat kalimat bocah gondrong ini.
"Elio, apa papa pernah berkata bahwa papa akan menikah dengan Tante Naura?" tanya Ian lembut. Elio diam. Telunjuknya menyentuh kepalanya seperti orang sedang berpikir.
"Emmm ... tidak," jawab Elio sambil menggelengkan kepalanya. Luna membelalakkan matanya mendengar itu.
Jadi Pak Ian ini belum berencana untuk menikahi wanita itu? Lalu acara ngambek Elio untuk apa?
"Lalu kamu dapat dari mana, kabar papa akan menikah dengan Tante Naura?" selidik Ian.
"Emmm ... Kata orang-orang di rumah. Kata bibi pengasuh. Kata mereka, jika papa sudah dekat dengan seorang wanita sampai wanita itu di bawa ke rumah, kemungkinan akan ada mama baru," jelas Elio membuat Ian menghela napas panjang.
"Kenapa mereka bicara seperti itu," desis Ian tanpa sadar.
"Jangan marah, papa. Mereka tidak salah. Itu karena Tante Naura yang selalu memarahi mereka," bela Elio tidak ingin orang-orang yang ia sebutkan tadi kena marah oleh papa.
"Marah? Marah bagaimana?” tanya Ian.
"Iya. Tante Naura selalu memarahi mereka dan mengatur mereka jika sudah mengunjungi rumah kita. Jadi mereka bilang bahwa tante Naura sepertinya akan jadi mama untuk Elio." Sekali lagi Elio membela orang-orang itu.
Ian diam.
Apa yang di pikirkan Pak Ian? Dia pasti agak resah. Wanita itu sudah mengumumkan sendiri bahwa dia adalah calon nyonya di rumah itu, dengan segala sikapnya yang persis bagaikan seorang nyonya. Hingga semua orang yang bekerja di dalam rumah itu menganggap, Naura-lah wanita pilihan majikan mereka.
Jadi selama ini Pak Ian belum mengenalkan Naura secara resmi pada keluarganya? Itu agak aneh.
"Kita akan bicara lagi dengan santai di rumah kalau Elio pulang. Kamu bisa membicarakan semuanya dengan papa," bujuk Ian.
"Tanpa Tante Naura." Elio membuat kesepakatan.
"Tanpa Tante Naura," ucap Ian berjanji.
"Dan aku ingin dengan Tante Luna juga," kata Elio menoleh pada Luna. Lagi-lagi nama Luna di ikut sertakan. Ini membuat Luna mendelik hebat.
"Maafkan papa, sayang. Itu tidak bisa," kata Ian. Elio cemberut.
"Tante Luna punya rumah di sini. Jadi Tante Luna tidak akan kemana-mana." Luna ikut bicara tanpa di minta.
"Pindah saja rumah Tante Luna ke rumah papa ku," kata si Bocah mengambil keputusan sendiri. Ekspresi Luna meringis mendapat undangan untuk tinggal di rumah pria ini. Namun Luna segera memasang wajah normal saat Pak Ian melihat ke arahnya.
Yang benar saja ...
"Tante Luna punya tanggung jawab sendiri pada rumahnya. Jadi dia tidak bisa tinggal di rumah kita," jelas Ian.
"Sayang sekali. Padahal Tante Luna itu lucu." Elio tergelak sebentar. Mungkin dia ingat momen saat perempuan ini membuatnya senang. Ian mengerjapkan mata melihat putranya dengan polos menutupi mulutnya saat tertawa.
Ian mengganti arah pandang pada Luna lagi. Buru-buru, Luna menundukkan kepala menghindari tatapan Pak Ian.
Setelah itu Ian melihat ke arah Elio lagi. “Jadi Elio mau pulang ke rumah dan tidak kabur lagi?” tanya Ian berharap.
“Asal mama baru ku nanti bukan Tante Naura.” Bocah ini membuat kesepakatan. Ian menghela napas. Mungkin agak berat menepati janji karena perempuan itu adalah kekasihnya wasiatnya. Elio tidak tahu itu.
...***...
Naura muncul dengan Danar dari rumah Bi Muti. Bola mata wanita ini beredar mencari tahu apa kemungkinan pembicaraan yang di bicarakan mereka.
“Danar, ajak Elio ke mobil,” perintah Ian.
“Baik Tuan. Ayo, bos muda. Kita akan pulang ke rumah,” ajak Danar jenaka. Elio ragu. Dia menoleh pada Luna dan Bi Muti.
“Apa aku boleh mengunjungi mereka lagi, papa?” tanya Elio. Bibir Naura menipis dan menggeleng kepala samar. Ia tidak suka sepertinya. Raut wajah Elio di buat sangat mengiba.
Ian diam sejenak. Bi Muti dan Luna tengah menatapnya. Akhirnya Ian tersenyum pada putranya.
“Bisa. Asal kamu tidak datang sendiri dan kabur seperti ini,” kata Ian mengabulkan permintaan putranya. Raut wajah Elio sangat bahagia.
“Baik Papa. Boleh aku peluk Tante Luna dan Bi Muti dulu?” pinta Elio lagi.
“Boleh.” Ian memberi ijin. Bi Muti melebarkan tangan menyambut pelukan pertama Elio padanya.
“Elio anak pintar,” puji Bi Muti sambil menepuk punggung bocah ini. Setelah itu menghampiri Luna yang menatap lurus-lurus bocah itu. Kemudian menghela napas.
“Jangan kabur. Jangan bikin masalah. Aku yang kerepotan kalau kamu datang lagi ke rumah ku karena kabur. Ingat baik-baik bocah,” pesan Luna dengan gaya seperti biasanya. Naura menaikkan alis terkejut dengan cara Luna bicara.
“Aku enggak mau bikin masalah. Papa sudah janji. Jadi aku enggak akan membuat Tante Luna kerepotan lagi,” kata Elio bangga bahwa papanya akan menepati janji.
“Bagus. Sip.” Luna menunjukkan jempolnya. Lalu merentangkan tangan. Siap menerima tubuh Elio untuk di peluk. Kemudian mereka justru berpelukan lagi bagai serial anak-anak Teletubbies.
..._____...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
murniati cls
mgkn istrinya uga mati gr2 tuh prmpuan, wasiat nya uga mgkn akal akalan dia
2023-11-20
4
Iyana Computer
ninggalin👣👣 lagi
2023-11-18
0
Elly Sari Narulita
gpp ceritanya..aku bahagia ko bacanya😍
2023-11-04
0