"HH ..." Luna menghela napas melihat rumahnya yang berantakan. Kali ini bukan berantakan seperti saat Elio masih tinggal disini. Melihat ini, Luna jadi ingat lagi tentang bocah gondrong dengan rambut ikal itu. "Tidak ku sangka, bocah itu anak Pak ian. Aku pikir dia single.”
Luna menggelengkan kepala. Dia yang baru saja jadi staf keuangan kurang tahu dengan pasti soal atasannya. Jadi maklum jika dia tidak kenal dengan bocah gondrong itu.
Namun helaan napas tadi tidak berlangsung lama karena berganti dengan senyuman. Dia tidak perlu khawatir soal rumah yang berantakan. Karena ada orang-orang yang di kirim oleh CEO itu untuk membersihkan kekacauan yang sudah dibuat karena salah paham. Itu meringankan pekerjaan Luna. Jadi dia tidak perlu pusing soal membersihkan rumah.
“Untung saja Pak Ian sadar dia harus membantuku membersihkan rumah ini. Kalau tidak, aku jadi bad mood terus nih.”
"Lun, sini," panggil Bi Muti. Luna yang tadinya berdiri sambil memperhatikan orang-orang yang bersih-bersih, kini mendekat. "Gini. Orang-orang itu di kasih gorengan gini?" tanya Bi Muti yang ternyata beli camilan untuk orang-orang yang bekerja sementara di rumah mereka.
"Ya. Enggak apa-apa. Bi Muti pakai uang sendiri?" tanya Luna.
"Iya."
"Jangan. Entar aku minta gantinya pada pria yang ada di depan sana," kata Luna sembari menunjuk Danar dengan dagunya.
"Memang bisa?"
"Anggap saja bisa. Mereka kan sudah membuat kita hampir jadi bulan-bulanan orang sekampung, Bi." Luna melebarkan mata. Ngeri membayangkan jika tidak ada penjelasan soal kesalahpahaman ini. Dia akan di bully masyarakat sekitar.
"Oh, begitu. Ya, ya, ya." Bi Muti mengangguk.
...***...
Pemulihan nama Luna dan Bi Muti tidak berhenti di berkas kantor polisi saja. Karena pengepungan di rumah Bu Muti tentang dugaan penculikan, semua warga di sekitar sudah men-cap Bi Muti dan Luna adalah penculik. Itu lebih parah karena akan menjadikan dua orang ini bulan-bulanan warga.
Ian yang sadar sudah membuat keadaan kacau karena kesalahpahaman, menyuruh Danar untuk menyelesaikan semuanya.
Luna sendiri di perkenankan untuk ijin tidak masuk kerja. Karena selain dia harus membersihkan dan merapikan rumah, dia juga masih syok berat! Bagaimana mungkin dia bisa menjadi tersangka penculikan. Sepanjang sejarah hidup Luna, baru kali ini kejadian yang menimpanya sangat fantastis.
Dengan mengadakan pertemuan layaknya sebuah jumpa pers yang di adakan oleh pihak Ian di depan rumah Bi Muti, sejumlah warga sekitar di kumpulkan. Awalnya mereka tidak berkenan, tapi saat pihak ian memberikan penjelasan bahwa akan ada banyak bingkisan untuk warga, mereka setuju.
Bi Muti dan Luna juga di ajak berkumpul dalam pertemuan itu.
"Tante Lunaaaa!!!" teriak seorang bocah dari arah utara. Luna dan yang lain menoleh. “Bibi Mutiii!!! Bocah gondrong itu berteriak dengan wajah senang. Bibir Luna dan Bi Muti melukis senyuman. Mereka juga bahagia melihat bocah itu. Meskipun itu bocah sudah membuat banyak orang salah paham.
Di belakangnya, berdiri Ian yang ternyata juga ikut datang. Melihat dari reaksi Danar yang terkejut, itu berarti pria ini awalnya tidak muncul dalam pertemuan dengan warga.
Akhirnya klarifikasi soal penculikan itu pada warga, di katakan sendiri oleh ian. Pria ini juga meminta maaf sudah membuat kegaduhan di daerah sini.
Tubuh Ian membungkuk meminta maaf kepada semuanya.
"Saya harap semuanya tidak salah paham pada Luna dan Ibu Muti."
"Wah ... ternyata ini salah paham, ya?" Seorang bapak mengangguk paham.
"Iya juga. Masa sih mereka jadi penculik." Ibu lain menimpali. Dan masih banyak komentar lainnya bernada positif.
Mulut mereka mulai terdengar manis karena salah sudah menduga penculikan itu benar adanya. Setelah acara mengklarifikasi selesai, makan-makan pun di laksanakan.
...***...
Rumah Luna mulai kelihatan bersih. Namun Ian dan Elio di bawa ke rumah Bi Muti agar orang yang di kirim Ian ke rumah Luna, bisa segera menyelesaikan tugasnya.
"Tante Luna, maafkan Elio ya?" kata bocah yang duduk di pangkuan Luna.
"Kenapa?"
"Karena Elio, Tante di anggap penculik oleh papa." Elio bermaksud berbisik pada Luna, tapi suaranya terlalu keras jika di anggap sebagai sebuah bisikan. Ian dan semua orang pun mendengar itu.
"Oh, itu. Tidak apa-apa. Karena semuanya sudah di bereskan oleh orang-orang," kata Luna sambil tersenyum.
"Tante tidak akan di marahi orang-orang kan?" tanya bocah ini khawatir.
"Tidak. Semua orang sudah tahu kalau kamu itu bukan di culik oleh Tante, tapi ikut Tante pulang," jelas Luna. Elio manggut-manggut mirip orang dewasa.
"Silakan di minum, Pak." Bi Muti ternyata sibuk membuatkan minuman untuk tamunya. Pak Ian mengangguk.
"Terima kasih," ucap Danar. Kemudian Bi Muti ikut duduk di kursi ruang tamu.
"Atas semua kejadian yang menggemparkan itu, saya harap anda sekalian bisa memaafkan saya." ian mengucapkannya dengan sungguh-sungguh. Kepalanya ikut menunduk demi menunjukkan kesungguhannya. Danar sampai ikut menunduk.
"Ya ... karena Bapak sudah melakukan upaya pemulihan nama baik kita dan segala macemnya, kita juga wajib memaafkan." Bi Muti sebagai yang tertua dari korban ini memberi maaf untuk ian.
"Lalu bagaimana, dengan orang-orang di kantor, Pak?" tanya Luna yang langsung ditoleh dua orang itu. Dia yakin orang kantor pasti ada yang dengar. Pasti ada saja yang menyebarkan lewat media sosial.
...***...
"Beneran Lun, kamu di sergap polisi?" tanya Karin yang di duga sudah mengetahui soal pengepungan rumahnya waktu itu. Luna mengangguk saja. "Waahh asyik dong, seperti serial FBI itu."
Di sini Luna langsung menatap temannya lurus-lurus.
"Di tuduh menjadi penculik dan di jebloskan ke penjara, mana yang asyik?!" sembur Luna emosi.
"Eh? Itu semua beneran?" Karin malah bingung-bingung takjub.
"Kamu pikir aku di ijinkan enggak masuk kerja beberapa hari itu apa?" Luna makin dongkol.
"Ya ampun, Lun ... Aku enggak nyangka kamu mengalami kejadian tersebut." Karin baru menunjukkan wajahnya berbela sungkawa atas kejadian yang menimpa kawan karibnya. Karin menepuk-nepuk punggung Luna.
"Telat! Baru di sembur berulangkali baru paham kalau aku lagi kena musibah. Gak peka!" dongkol Luna. Karin terkekeh.
"Namanya juga ... baru dengar. Itupun setelah pak Ian yang memberi klarifikasi.” Karin terkekeh lagi. Luna manyun dan berwajah masam. "Tapi itu berarti kamu masih bisa selamat. Karena enggak semua orang tahu soal kejadian itu. Jadi kamu bisa tenang.” Luna menipiskan bibir. “Tapi emang katanya sempat ada jejak digitalnya, lho. Lalu gimana tanggapan pak Ian?”
“Soal apa?”
“Kamu membawa anaknya tinggal denganmu.”
“Ya, biasa sajalah. Aku kan bukan menculik. Dia sudah minta maaf atas semua keteledoran dia menjaga Elio. Hingga membuat keributan semacam itu.”
“Jadi Pak Ian enggak lagi dongkol karena keningnya merah itu?”
“Mungkin,” sahut Luna sambil mengangkat bahu. “Masa iya, dia tetap saja bersikap begitu walaupun sudah bikin aku menjadi tersangka.”
“Wah, bagus nih. Akhirnya kamu terbebas dari incaran Pak Ian soal kejadian waktu itu.”
“Benar. Aku juga lega.” Tampak sekali wajah lega Luna. Mereka pun terkekeh bersama-sama.
..._____...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Praised94
terima kasih
2023-11-02
3
Fatkhur Kevin
lanjut
2023-05-23
0
fifid dwi ariani
trus ceria
2023-05-06
0