“Kekasihnya? Perempuan cantik itu?” tanya Luna menegaskan. Karena bisa saja info yang Karin katakan tidak akurat. Elio mengangguk lemah. Luna dan Bi Muti saling pandang.
“Memangnya kamu tahu kekasih itu apa?" tanya Bi Muti keibuan.
"Orang yang akan jadi mamaku,” jawab Elio polos.
"Kata siapa?" tanya Luna.
"Tante itu yang bilang.”
“Tante siapa?” tanya Luna penasaran.
“Tante Naura. Perempuan cantik kata Tante Luna tadi.”
"Jadi ... kamu tahu kalau itu kekasih papamu dari mulut perempuan itu sendiri?" selidik Luna. Elio mengangguk dengan bibir cemberut. Luna manggut-manggut. Lalu dia menoleh pada Bi Muti yang ikut berwajah serius saat mendengarkan Elio bicara.
"Terus kenapa kalau sekarang Pak Ian sedang makan malam? Apa dia akan marah karena terganggu? Bukannya ini informasi penting,” tanya Luna dengan meringis. Merasa miris jika kenyataannya akan seperti itu.
“Bukan papa yang marah. Kalau papa sedang bersamanya, mungkin perempuan itu yang akan marah," kata Elio.
“Memarahimu?” selidik Luna. Elio menggeleng.
“Bukan, tapi bibi pengasuh dan pelayan di rumah ku.”
"Bibi pengasuh dan pelayan?" Bola mata Luna melebar. Elio tertunduk lesu. "Gila banget enggak sih? Kenapa jadi dia yang marah, bukan papamu?" Luna mendadak dongkol.
"Karena dia bakal jadi calon nyonya, Lun. Jadi dia sudah pasang sikap sebagaimana nyonya sesungguhnya. Dia mulai belajar dari awal," kata Bi Muti paham.
"Kalau begitu, Pak Ian nih yang perlu di kasih tahu. Perlu di beri pelajaran." Luna sok-sokan ingin menghajar atasannya.
"Jangan gitu. Bagaimanapun itu papanya Elio," ingat Bi Muti sambil menowel Luna. Luna melirik ke arah Elio yang ternyata sedang memandang ke arahnya. Namun tiba-tiba Elio tertawa terbahak-bahak.
"Kamu mengejek aku?" tanya Luna pada bocah ini.
"Tante Luna lucu. Aku senang. Kalau bisa Tante Luna yang kasih pelajaran untuk Papa." Rupanya bocah ini setuju jika papanya di beri pelajaran.
"Hei ... kamu membenci papa mu ya?" tanya Luna dengan wajah serius. Elio diam. Namun kemudian mengambil ancang-ancang untuk bicara.
"Aku mencintai papa, tapi aku tidak menyukai perempuan itu,” tegasnya.
Rupanya masalahnya ada pada perempuan itu. Elio kabur karena Ian punya hubungan khusus dengan model cantik. Dia tidak menyukai wanita yang akan menggantikan mamanya yang sudah meninggal.
"Kenapa? Apa dia jahat atau ..." tanya Luna tidak lanjut karena suara bel di pintu gerbang depan.
Teett! Teettt!
Ada seseorang yang menekan bel di pintu depan. Seseorang tengah bertamu ke rumah Bi Muti malam ini. Bi Muti dan Luna menoleh bersamaan.
"Ada tamu sepetinya, Bi," kata Luna.
"Iya, tapi sepertinya aku tidak sedang ada janji," kata Bi Muti heran.
"Apa temanku ya? Ah, tidak. Aku juga tidak ada janji bertemu dengan seseorang." Luna menggeleng. Merasa orang di depan bukan tamunya juga.
"Jangan-jangan hantu." Bi Muti menebak dengan asal. Elio sampai mendekat pada Luna karena takut. Luna memeluknya.
"Jangan menakut-nakuti Bi Muti. Enggak perlu Elio, aku pun ikut takut nih," protes Luna.
"Jadi siapa yang akan membuka pintu?" tanya Bi Muti.
"Bi Muti dong. Bi Muti kan ya paling tua," kata Luna.
"Jangan pakai kategori yang paling tua dong, Lun. Kalau soal tua memang aku lah yang jadi pemenangnya," protes Bi Muti.
"Apa anak ini saja yang di suruh membuka pintu?" tanya Luna menunjuk Elio. Bocah ini menggeleng. Jika situasi begini, bocah ini kembali pada kodratnya sebagai anak yang masih kecil dan polos. Menyebalkan sekali bukan?
"Bagaimanapun yang pas adalah kamu, Luna. Ayo cepat buka pintu. Kalau tidak aku akan mengusir mu dari sini," kata Bi Muti mengancam.
"Curang," keluh Luna.
Akhirnya keputusannya adalah mereka bertiga bersama-sama berjalan ke pintu depan. Pintu utama yang akan menuju ke dalam pelataran milik Bi Muti.
Perlahan-lahan mereka keluar menuju pintu gerbang utama yang tidak besar.
Teet! Teet!
Bel masih berbunyi. Itu pertanda bahwa orang yang tadi, masih di luar gerbang. Dengan rasa takut karena dugaan Bi Muti adalah hantu, Luna membuka pintu.
"Selamat malam, Luna,” kata Ian dengan suara baritonnya.
Sungguh mengejutkan bahwa di depan pintu adalah Pak Ian dan seorang perempuan. Itu model cantik yang Luna lihat di ruangannya Pak Ian. Tangannya menggandeng lengan Ian dengan erat.
"Ma-malam, Pak." Luna menanggapi sapaan atasannya dengan canggung. Apalagi pakaiannya kusut karena tadi pulang kerja langsung tidur. Luna panik dan gugup.
Elio mendelik melihat papanya datang.
"Papa?" sebutnya terkejut. Dia langsung menunduk takut.
Pandangan Ian turun ke arah bocah di samping Luna. Bocah ini menunduk di lihat papanya.
"Ayo masuk, Pak." Bi Muti mempersilakan.
"Ah, iya Pak. Silakan masuk." Luna yang masih di liputi rasa terkejut baru sadar harus mempersilahkan pria ini masuk setelah mendengar suara Bi Muti. Ternyata Pak Ian juga muncul bersama Danar.
...***...
Elio tetap merapat ke tubuh Luna. Bocah ini masih enggan mendekat pada orangtuanya. Luna tidak mendorong Elio menjauh darinya. Dia mengerti. Mungkin karena ada Naura di sana.
Naura mengamati Luna dengan seksama. Mungkin aneh mengetahui putra kekasihnya berada di rumah orang lain yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan keluarga Ian.
"Kamu karyawan di perusahaan Ian, bukan?" tanya Naura sepertinya masih ingat secuil pertemuan mereka di dalam ruang kerja Pak Ian.
"Iya," sahut Luna dengan sopan. Dia sudah mencoba merapikan rambut dan pakaiannya di sela-sela mempersilakan mereka duduk.
Ian masih diam seraya menatap putranya lurus-lurus. Sementara Naura melihat ke sekeliling rumah Luna yang jauh dari kesan mewah. Ada rasa ngeri di wajah perempuan itu. Mungkin dia tidak pernah melihat rumah orang miskin secara langsung. Luna paham itu. Jadi dia bisa mengabaikannya.
Bi Muti ada di belakang membuat minuman untuk tamu-tamu Luna.
"Bisa kami bicara hanya berdua saja?" tanya Ian pada Luna. Perempuan ini mengangguk. Namun kaki Luna tidak bergerak maju. Tangan bocah itu menarik ujung pakaiannya.
"Ada apa?" tanya Luna pada Elio. Bocah itu memandangnya dengan tatapan melas.
"Papa ingin bicara denganmu, Elio," kata Pak Ian pada Elio. Namun bocah itu enggan melepas pegangannya.
"Biarkan karyawan papamu ini pergi. Karena papa akan bicara," pinta Naura dengan melembutkan suaranya.
Elio makin menarik baju Luna dengan erat dan kuat. Itu membuat tubuh perempuan ini muncul sejenak mengikuti tarikan tangan Elio. Luna membalikkan tubuhnya.
"Papa kamu mau bicara sebentar," kata Luna pelan. Elio menggelengkan kepalanya. Ia tidak mau. "Kamu harus mau."
"Aku tidak mau."
"Kamu bisa tetap di sini Luna," kata Ian akhirnya. Luna menoleh sebentar pada Ian kemudian menatap bocah yang berwajah marah dan sedih di depannya.
"Kenapa dia harus tetap di sini, Ian. Bukannya kamu harus bicara secara khusus dengan Elio? Sementara karyawan mu ini hanya orang lain," ujar Naura mengingatkan.
Dia pikir mungkin saja Ian lupa bahwa Luna bukanlah siapa-siapa di dalam keluarganya. Hanya karena bocah itu menahannya, Ian sampai harus membuat orang lain masuk dalam pembicaraan pribadi dengan putranya.
“Aku tahu.”
“Itu karena ...K-karena Elio mau Tante Luna tetap di sini menemani,” ujar Elio tiba-tiba sambil memeluk erat Luna. Naura dan Ian langsung menoleh dengan cepat ke arah bocah itu.Ini membuat Luna tidak nyaman. Karena jelas jelas ia di tolak berada di sini oleh kekasih Pak Ian, tapi justru Elio memilih dirinya tinggal.
..._______...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Maizaton Othman
kelakar
2024-04-15
0
Elly Sari Narulita
bacanya sambil ketawa 😀
2023-11-04
1
Iluhwid Ajha
duhhh ngakak bik muti,, takut ada hantu🤣
2023-09-29
1