"aku pun dulu sama sepertimu ca, betapa sulitnya aku pertama kali tiba dijakarta tanpa teman atau sanak saudara. aku hampir saja mati jika saat itu tak bertemu dengan seseorang yang menyelamatkan nyawaku yang tengah kelaparan di teras ruko"
lanjut rina menceritakan masa kelamnya.
Matanya berkaca-kaca namun hisaban benda kecil yang terselip dijarinya itu mampu memberi kekuatan untuk menahan buliran bening yang hendak lolos dari matanya.
"yaa..!!! Seseorang itu adalah dia"
rina menatap tajam kearah wanita parubaya dengan dandanan menor dan gaya yang stylish . wanita itu sedang berbincang akrab dengan seorang lelaki yang mungkin seusianya. Keberadaan Mereka terlihat dari ambang pintu yang sedikit terbuka.
"nama nya yolanda. Kami sering memanggilnya mami yola. dia lah yang telah menyelamatkan nyawa ku ca. Dia lah pemilik club ini, dia juga yang mengajakku bekerja di tempat ini. Entah aku harus menganggap dia baik atau jahat, intinya hidupku telah terselamatkan olehnya. Meski karena nya pula aku terperangkap dalam dunia malam seperti ini, tapi mungkin ini salah satu bentuk terimakasihku untuknya"
rina kembali menyalakan api pada lintingan benda kecil itu untuk menggantikan benda yang telah ia buang kedalam asbak.
"tapi rin, aku gak bisa !" caca dengan kekeh menolak pekerjaan itu.
"aku gak pernah memaksamu ca, tapi kamu fikir-fikir dulu. Apa kamu tega pulang ke kampung dengan tangan hampa sedangkan bunda dan adik-adikmu disana sudah bahagia dan berharap bahwa kau akan pulang dengan membawa uang !!" ucapan rina membuat langkah kaki caca yang ingin Keluar dari gedung itu pun terhenti.
"aku tau ca, kamu sudah bilang sama mereka bahwa disini kamu sudah mendapat pekerjaan. Ca...! mereka tak tau bagaimana sulitnya kita berjuang disini, yang mereka tau kita pulang dengan senyuman tanpa beban. Begitupun dengan kita, tak peduli bagaimana sakitnya kita, yang terpenting kita bisa melihat mereka disana hidup damai dan tersenyum bahagia. Bukankah itu tujuan awal kita. Ingat ca adik-adikmu masih butuh banyak biaya dan kau adalah harapan mereka satu-satunya "
perkataan rina kali ini mampu menembus tebalnya dinding hati caca yang semula keras seperti batu. Meski hingga saat ini hati dan pikirannya masih saling beradu argumen untuk dapat menerima atau tidak pekerjaan ini, namun ucapan rina memang mampu diterima oleh logika.
Zelia berdiri mematung ditempat ia menghentikan langkah saat mendengar ucapan rina. Rina mengeluarkan sesuatu dari dalam tas nya dan berjalan mendekati caca
"pakailah jika kamu mau mencoba pekerjaan ini, akan ku perkenalkan kamu dengan mami yola" ucap rina seraya memberikan bungkusan berisi baju yang caca sendiri pun tak tau baju seperti apa yang rina berikan pada nya kali ini.
Caca menggengam erat bungkusan baju itu. Sedangkan rina kini berjalan meninggalkannya masuk kesebuah ruangan lain yang caca sendiri pun tak tau itu ruangan apa.
Hati dan fikirannya masih belum bisa menyatu, hatinya yang tetap kekeh untuk menolak, namun fikirannya seperti memberi sinyal bahwa caca harus mencoba.
kenyataannya selama satu bulan sudah ia tinggal di jakarta dan berusaha mencari pekerjaan kesana kemari namun ia tak kunjung mendapatkan pekerjaan apapun itu. semua tak semudah bayangannya saat didesa yang ia fikir bahwa dikota sebesar ini pekerjaan akan dengan mudah ia dapatkan. Namun semua itu nihil bagi dirinya.
Harus sampai kapan hidup tanpa penghasilan dan bergantung pada rina? Belum lagi orang tua dan adik-adiknya yang sudah larut dalam kebahagiaan saat mendengar kabar bahwa caca sudah mendapat pekerjaan.
Caca kembali teringat akan pembicaraan beberapa hari lalu dengan adik-adiknya melalui telepon.
"hallo kak, pita boleh kan mendaftar sekolah di SMA xxx. teman-teman pita banyak yang sekolah disana loh kak" ucap gempita adik bungsunya yang memang begitu dekat dengannya.
"jangan kak, jangan boleh. Disana kan sekolah swasta, di sekolahan elite seperti itu pasti bayarannya mahal kak" sahut gemilang yang tiba-tiba menggantikan suara gempita.
"tapi gak apa-apa kan kak?? Itu juga kan dulu sekolah idaman kakak juga, ya kan kak??" ucap gempita kembali.
"jangan boleh kak, biaya nya pasti lumayan. Kakak jangan ngebolehin gempita daftar sekolah disana"
terdengar suara mereka saling bersahutan berebut handphone agar dapat berbicara dengan kakaknya.
"kamu apaan sih?? Reseh banget deh !!!" cetus gempita pada gemilang
"ya tapikan kasian kak caca ta, dia kan baru dapet kerja. Kasian kalau harus membiayai sekolah mahalmu itu. Kamu hanya gengsi dengan teman-teman mu!" ucap gemilang pada gempita dengan nada tinggi.
Caca hanya mendengarkan perdebatan kedua adiknya dari balik telpon sambil memijat pelipis mata karena tak tau harus bagaimana untuk menuruti keinginan adik-adiknya.
"yaudah yaudah,, kalian harus sekolah di sana. Gemilang juga harus sekolah disana" ucap caca menengahi perdebatan kedua adiknya.
"tapi kak, milang gak berminat sekolah disana. Milang mau sekolah di SMK yang ada dikampung kita aja" jawab gemilang mencoba menutupi keinginannya yang sebenarnya pun ingin mendaftar disekolah yang sama.
"enggak lang, kamu juga harus sekolah disana. Biar kamu juga bisa menjaga gempita"
"tapi kak, apa kakak gak keberatan untuk membiayai kami berdua. Apa kakak yakin kakak sanggup??" tanya gemilang memastikan bahwa kakak nya benar-benar tidak keberatan.
"iya kakak pasti bisa membiayai sekolah kalian berdua" jawab caca dengan tarikan nafas berat.
Tak ada pilihan lain selain menyenangkan hati kedua adiknya dengan jawaban seperti itu. karena ia tau bagaimana rasanya mengalah karena tak ada nya dukungan moril dan materil dari keluarga yang memilih mundur saat mendengar biaya sekolah yang begitu mahal.
"ca, apa kamu yakin dengan keputusanmu membiarkan mereka berdua sekolah disana?" tanya bunda yang kini tengah mengambil alih untuk berbicara.
"yakin bun, biarkan mereka sekolah disana. Lagian disini caca kan sudah mendapat pekerjaan. Mudah-mudahan gaji caca cukup untuk biaya sekolah mereka juga biaya hidup bunda juga milang dan pita" jawab caca.
"makasih ya ca, maafin bunda karena dulu tak sanggup menyekolahkanmu di sekolah itu. Dan sekarang, bunda malah jadi merepotkanmu" ucap bunda sedih, terdengar dari suaranya seperti nya ada air yang sedang bunda tahan agar tak lolos dari mata nya.
"selow bun, tanpa sekolah disanapun nyatanya sekarang caca bisa bekerja di tempat yang nyaman dengan gaji yang besar " jawab caca dengan nada ceria.
Caca terpaksa berbohong agar sang bunda tak begitu larut dalam kesedihan.
"maafin caca bun, maafin caca. caca janji, caca akan terus berjuang untuk kalian semua"
Ucap caca dalam hati seraya memeluk handphone nya didada saat panggilan dengan bundanya sudah terputus.
.
.
Caca terdiam, matanya terpejam menahan hati yang sakit saat dirinya memihak pada fikiran yang bertumpu logika, bahwa ia memang butuh pekerjaan meski pekerjaan ini tak baik dan tak seperti yang ia harapkan. Namun kenyataan dan keadaan lah yang memaksanya harus memilih jalan ini karena tak ada lagi pilihan lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments