"boleh aku pinjam handphonemu?" tanya caca pada lelaki itu . Lelaki itupun tersenyum lalu mengambil handphone dari dalam saku celananya dan memberikannya pada caca.
caca menerima handphone itu dan memandanginya "gimana cara ngaktifin nya?" ucap caca dalam hati karena handphone ini terlihat begitu canggih dan mahal, berbeda jauh dengan handphone miliknya yang jadul hingga ia merasa kebingungan bagaimana cara penggunaannya.
"kok belum digunain?" tanya lelaki itu.
"cara ngaktifinnya?" caca kembali menyodorkan handphone itu mendekat ke pemiliknya. Lelaki itupun hanya tersenyum lalu menyentuh layar handphone untuk mengaktifkan handphone nya yang sampai saat ini dalam hati caca masih dipenuhi dengan banyak pertanyaan bagian mana yang ia sentuh.
Caca mulai memasukkan nomor handphone rina dan menelpon nya. bukan tanpa alasan mengapa caca begitu mengingat nomor handphone rina. Karena nomor mereka hampir sama hanya berbeda dua angka diujung saja.
nomor itu sengaja mereka beli berdua saat mereka masih duduk di bangku SMA dulu.
.
"hallo" suara rina terdengar dari balik telpon.
"halo rin, ini aku caca" sahut caca
"halo ca, nomor handphone kamu baru? Kamu ganti nomor kok gak ngabarin aku?"
"ini bukan nomor aku rin, aku cuma minjem handphone orang, Nanti aku ceritain. oiya sekarang aku udah dijakarta kamu bisa kan jemput aku disini?" tanya caca pada rina yang pasti akan sangat banyak pertanyaan yang bertele-tele jika ia tak cepat berbicara pada inti pembicaraannya.
"kamu emang dimana? yaudah nanti aku jemput ya. Kamu sharelok aja"
"oke yaudah ya" caca segera mematikan panggilannya. Lalu memberikan handphone itu pada pemiliknya yang sedari sudah menyimak pembicaraan antara dirinya dan rina.
"sudah" tanya lelaki tersebut.
"bisa minta tolong bantu sharelok ke temen aku, biar dia bisa jemput aku disini"
Lelaki itupun tersenyum sambil mengangguk. Ia mengirimkan denah lokasi keberadaan mereka sekarang pada nomor yang baru saja caca hubungi.
caca terdiam sesaat setelah ia menghubungi rina. Selain merasakan nyeri pada tangan dan kakinya, hatinya kini mulai merasakan rindu pada sang bunda dan kedua adiknya.
lelaki yang berada disebelah caca itupun ikut terdiam seperti sedang menerawang isi hati dan pikiran caca yang sedang dipenuhi oleh lamunan.
.
.
Tak lama kemudian sebuah mobil putih telah berhenti di area taman. Seorang wanita dengan penampilan yang begitu modis keluar dari dalam mobil tersebut. Caca menatap ke arah mobil itu tanpa berkedip sedikitpun.
"caaaa" teriak rina sambil melambaikan tangan ke arah caca yang masih menatapnya.
"rina" nama sahabatnya yang lolos dari dalam mulutnya yang ternganga karena melihat penampilan rina yang kini nampak sangat berbeda.
"ca, akhirnya kamu sampe sini juga" rina memeluk tubuh caca tanpa menghiraukan peluh yang membasahi tubuh caca.
"ca kamu, kok luka. Ini... Kamu kenapa ca?" tanya rina dengan panik saat melihat beberapa anggota tubuh caca yang terluka.
"Nanti aku ceritain deh rin, yuk sekarang kita kerumah mu, aku udah gerah banget mau mandi" ajak caca yang sudah merasa tak tahan dengan panasnya kota jakarta yang begitu berbeda dengan suasana didesa.
"yaudah ayuk, aku bantu ya" rina menggandeng tangan caca membantu caca yang masih kesulitan untuk berjalan.
.
"makasih ya mas" caca menengok ke lelaki yang tadi duduk disebelahnya namun kini sudah menghilang. Caca memandang ke sekeliling yang terlihat begitu sepi tak ada orang sama sekali selain dirinya dan rina.
"mas siapa sih ca?? Kamu dari tadi sendirian kok" ucap rina yang juga melihat ke sekeliling yang memang terlihat sepi.
"tadi ada cowok duduk disebelah aku rin, tapi kemana ya dia??" caca masih melihat kesekeliling taman mencari-cari lelaki tersebut.
"ah mungkin kamu cuma halu ca" rina tak menghiraukan ucapan caca yang ia pikir hanya halusinasi.
"enggak rin bener, ini buktinya dia tadi kasih aku minuman" caca menunjukkan pada rina botol minuman yang lelaki itu tadi berikan .
"jangan-jangan...." rina menatap wajah caca dengan sedikit panik.
"hantu ??? Kamu ini rin gak berubah-ubah ya emang dari dulu kamu penakut" caca terkekeh saat ia melihat sifat penakut rina yang belum juga hilang sejak dulu.
Rina menepuk bahu caca pelan tanda bahwa ia sebal jika ia harus diledek karena sifat penakutnya.
"apa iya dia hantu yang menjelma menjadi manusia? Aah tapi kalo hantu kok dia baik, lalu apa dia malaikat??" pikir caca berkelana saat ia tengah berjalan dibantu dengan rina.
"siapapun kamu, aku berharap suatu saat kita bisa kembali bertemu" caca tersenyum saat menggantungkan harapan untuk bisa bertemunya kembali.
.
.
.
"ayo keluar ca" ajak rina saat mobilnya Telah terparkir di garasi halaman rumah rina.
caca menatap ke sekitar halaman rumah rina yang tak begitu luas seperti halaman rumahnya saat di desa. Namun halaman itu terlihat begitu bersih dan rapi
"sepertinya kebiasaan rajin rina tak berkurang sedikitpun meskipun kini ia sudah bekerja di kota" pikir caca.
Rina menuntun caca masuk kedalam rumahnya yang tak kalah bersih dan rapi seperti halaman luar.
"ini kamar mu ca, kamu mau mandi kan?? Didalam sana sudah ada kamar mandinya. abis itu kita makan bareng ya, aku tunggu di meja makan"
"baik rin, makasih ya" caca berjalan perlahan masuk kedalam kamar meski kakinya masih terasa nyeri untuk berjalan.
"kamu sudah sukses rin, aku ingin sepertimu" ucap caca perlahan sambil melihat kesekeliling isi kamar yang sudah rina sediakan untuknya. Kamar yang cukup luas tak seperti kamar tidurnya saat di kampung, namun kamar tidur itulah yang kini amat sangat caca rindukan karena di kamar itulah tempat ternyaman caca untuk menghabiskan waktu saat dirumah.
.
Caca segera membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaiannya, karena yang ia rasa cacing-cacing dalam perutnya sudah berdemo menanti asupan makanan. Setelah selesai Caca bergegas menuju ke meja makan karena rina pasti sudah menunggu nya disana. Benar saja bahwa rina telah stay duduk dimeja makan menunggu kedatangan caca. Mata caca seketika terbelalak saat ia lihat banyaknya menu makanan yang telah tersaji diatas meja makan.
"ini semua kamu yang masak rin?"
tanya caca dengan polosnya.
Rina hanya tertawa sambil menggelengkan kepala karena ia tau bahwa pertanyaan itu pasti akan keluar dari dalam mulut sabahatnya itu. Wajar saja jika caca bertanya seperti itu sebab saat mereka masih tinggal di kampung rina terkenal sebagai salah satu gadis yang rajin dan pandai memasak, berbeda dengan caca yang hanya bisa mengandalkan kedua orangtua nya. Bahkan tak jarang saat mereka di kampung rina sering menggoda caca dengan panggilan anak mami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments