caca melangkahkan kaki menyusuri jalanan. Lagi-lagi panasnya cuaca di ibu kota membuat peluh nya bercucuran.
Sudah beberapa perusahaan ia datangi namun tak ada satupun yang mau menerima nya. Bahkan ada pula yang langsung mengusirnya begitu saja.
Ada yang mencemoohnya ketika mereka tau bahwa ijazah yang caca bawa hanya ijazah SMA. Sungguh kejam dunia kerja di ibu kota,pikirnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, setelag seharian caca berkeliling mencari pekerjaan yang tak kunjung ia dapatkan akhirnya ia memutuskan untuk kembali pulang kerumah rina meski dengan perasaan hampa.
.
.
"apa kamu sudah dapat pekerjaan ca?" tanya rina
Caca menggeleng, wajahnya terlihat murung entah karena lelah atau karena kecewa atau mungkin juga karena keduanya.
rina menepuk bahu caca pelan " semangat, masa caca sipendekar bisa selemah ini" ledek rina yang membuat caca kembali mengembangkan senyumnya. Caca memanglah wanita yang kuat dan pemberani. Ia tak seperti wanita lainnya yang lembek dan mudah sekali tersentuh hatinya. Ia tak gampang melow, dan tak mudah putus asa jika apa yang ia harapkan belum dapat terwujud. Ambisinya yang begitu besar juga keadaan yang memaksanya harus selalu kuat sekuat baja .
"aku pergi dulu ca" rina yang sudah tampil cantik dengan riasan wajah yang tak seperti saat dirumah membuat caca bertanya-tanya, kemana rina pergi sebenarnya.
Caca mengangguk tanpa mau menghentikan langkah rina dengan pertanyaannya.
"caca bisa bun, caca pasti bisa bahagian bunda dan adik-adik disana" batin caca..caca melihat foto kebersamaan mereka untuk melepas rindu di hatinya. ia berusaha menghubungi gempita namun panggilannya tak terhubung, "mungkin gempita lagi gak ada kuota" pikirnya.
.
.
Sebulan lebih caca sudah tinggal di ibu kota namun masih dengan harapan pekerjaan yang belum juga ia dapatkan. bahkan ia sudah mengajukam lamaran untuk segala macam jenis pekerjaan, mulai dari kantoran, perusahaan, pabrik, rumah makan, bahkan sampai mengajukan lamaran untuk menjadi kurir. Namun belum ada yang mau menerima lamaran pekerjaannya.
entah karena kepergiannya tanpa restu dari sang bunda, pikirnya.
"rin aku boleh ikut kamu kerja?" tanya caca ada rina yang caca sendiripun tak tau apa pekerjaan rina yang sesungguhnya.
"kamu yakin?" tanya rina sambil menatap caca. Terlihat caca begitu senang dan antusias mendengar jawaban rina yang mau mengajaknya bekerja.
caca mengangguk, tanda bahwa ia sangat yakin. Karena tak mungkin selama disini ia menggantungkan hidupnya dengan rina, belum lagi adik-adiknya dikampung yang sudah akan butuh biaya untuk sekolah.
"ayo bersiap, setelah ini ikut aku" ucap rina sambil berjalan meninggalkan caca yang masih duduk terpaku di depan televisi.
"kita mau kemana rin?" tanya caca namun sudah tak ada lagi jawaban dari rina yang sudah masuk kedalam kamarnya.
Caca pun bergegas masuk kedalam kamar untuk bersiap sesuai instruksi yang sudah rina berikan. caca pun keluar kamar dan berjalan ke arah rina yang sudah menantinya.
Mereka berdua bergegas pergi meninggalkan rumah.mobil yang dikemudikan rina kini telah menyusuri jalanan yang dipenuhi dengan lampu hias disepanjang jalan.
"kita mau kemana rin?" tanya caca pada rina yang terlihat sedang fokus mengemudikan mobil.
"nanti kamu juga akan tau sendiri ca" jawaban rina membuat caca menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal. Caca tak tau mengapa rina mengajaknya pergi malam-malam, dalam hatinya bertanya-tanya apa pekerjaan rina yang sebenarnya.
Mobil rina berhenti di depan sebuah gedung yang begitu asing bagi caca. gedung yang besar tapi bukan perusahaan dan bukan pula terlihat seperti toko, entahlah gedung apa itu? Caca sendiri pun tak tau. Caca turun dari mobil mengikuti rina yang sudah lebih dulu turun dari sana.
"ayo" rina menggandeng tangan caca, tanpa rasa curiga caca pun mengikuti langkah kaki rina. Mereka berjalan menyusuri lobi dan tibalah mereka disebuah ruangan yang diiringi irama musik dj dan lampu yang remang-remang. Aroma alkohol pun tercium menyengat di hidup caca yang membuatnya menutup hidungnya dengan sebelah tangan.
"kita dimana ini rin? Kenapa kita kesini??" tanya caca yang mulai gusar dengan perasaannya. jantung caca berdegup lebih kencang dari biasanya, mungkin karena faktor suara musik yang terdengar begitu keras hingga seperti menembus gendang telinga.
rina masih terdiam sambil terus menggandeng tangan caca. Mereka terus berjalan masuk kesebuah ruangan meski harus melewati orang-orang yang sedang berjoget mengikuti alunan musik.
"ini tempat apa?? Mengapa kita kesini???" caca menghempaskan tangannya agar terlepas dari genggaman tangan rina setibanya mereka diruangan yang tak terlalu bising itu.
"maafkan aku ca, tapi disinilah_.."
"jangan bilang kamu kerja disini rin" pungkas caca memotong pembicaraan rina dengan sedikit kecewa.
Rina hanya tertunduk diam. Ia tau bahwa caca akan kecewa jika tau apa pekerjaannya yang sesungguhnya. Namun ia sudah siap untuk menerima konsekuensi atas kekecewaan itu.
"o ooo aku tau rin, mengapa kamu selalu keluar tiap malam !! Jadi ini alasanmu !!" ucap caca tegas. Tak peduli atas rina yang kini tak berani menatap nya namun ia tak pernah menyangka bahwa sahabatnya telah terjerat dalam pekerjaan di dunia malam seperti ini.
"iya ca. Ini pekerjaanku yang sesungguhnya. Maaf ca, jika aku tak pernah memberitaumu tentang apa pekerjaanku yang sebenarnya"
caca terdiam, entah harus bagaimana melampiaskan kekecewaannya pada rina. Rina duduk di sofa, untunglah suasana ruangan itu sedang sepi hingga tak ada yang melihat perdebatan mereka.
Rina mulai mengambil sebuah lintingan benda kecil dari dalam bungkusan berwarna putih dan memetikkan api di ujungnya. Caca menatap tajam ke arah rina penuh rasa murka, sahabat terbaiknya yang dulu sangat baik dan sopan tega melakukan hal seperti itu di hadapannya. Rina mulai menghisab benda itu dan mengumpulkan keberaniannya untuk menghadapi caca yang sedang kecewa.
"jadi kau sekarang jadi seorang perokok!!" pekik caca dengan tatapan mengintimidasi.
Rina menghela nafas panjang setelah ia menghempaskan kepulan asap itu ke udara. "iya ca, beginilah kerasnya pekerjaanku. Aku sekarang tak hanya menjadi seorang perokok, namun aku juga menjadi seorang peminum. Mungkin ini saatnya aku jujur padamu siapa aku sekarang" ungkap rina.
Caca benar-benar kecewa mengapa baru sekarang ia mengetahui semuanya. Jika saja ia tau sejak awal begini pekerjaan rina, mungkin ia menolak untuk pergi mengadu nasib ke jakarta.
"kemana rina yang dulu aku kenal ?? Bahkan kamu sudah bukan menjadi dirimu sendiri rin?? Jangan bilang kau pun ingin mengajakku ke dunia malammu ini !!" ucap rina dengan ketus diiringi dengan urat syarafnya yang masih menegang menahan kekecewaan.
"aku tak pernah memaksamu untuk mengikuti jejak pekerjaanku ca. Tapi kamu harus tau !! bukan hal yang mudah untuk mencari pekerjaan disini, semua tak seperti bayanganmu saat didesa. Aku pun dulu berfikir sama sepertimu, memiliki pekerjaan yang mapan dengan gaji yang besar untuk menghidupi kedua orang tuaku. Tapi itu semua bulsyit ca !! bagi kita yang hanya bermodalkan ijazah SMA" rina kini mulai angkat bicara dan mulai menjelaskan alasannya memilih pekerjaan ini, meski matanya tetap tak mampu untuk menatap caca dan hanya menatap kepulan-kepulan asap yang terhempas dari mulutnya.
Mungkin ini saatnya ia melepas penat dihatinya yang selama ini ia pendam, rina memang tak pernah bercerita dengan siapapun tentang apa pekerjaannya. Yang terpenting baginya, orang tuanya didesa hidup dengan makmur dan sejahtera.
"terkadang hidup memang butuh perjuangan. Terkadang kita harus siap menerima pil pahit atas apa yang sudah takdir gariskan untuk kita. Aku yakin, bahwa ini lah takdir yang memang harus aku jalani, dan mungkin inilah bentuk perjuanganku agar kedua orangtuaku bahagia" lanjut rina.
Caca terdiam sambil menatap rina yang masih berbicara dengan santai sambil sesekali menghisap benda yang bagi caca sangat tak lazim untuk dinikmati oleh seorang wanita.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments