Bagian 18

"Maaf, Kak, gue ke kantin sama teman-teman aja," ucap Cara lalu melenggang pergi diikuti Raca, Haidan, dan Gia. Zul hanya bisa pasrah, dia tahu jika Cara masih marah akan kejadian kemarin di kantin. Sebenarnya Zul tidak bermaksud bersikap seperti itu. Tapi setiap kali Cara bahas tentang kecurigaan gadis itu, rasanya Zul seperti dipojokkan.

Teman sekotak itu berjalan menuju ke kantin sambil bercanda. Membuat beberapa pasang mata melihati mereka. "Enak aja, yah, lo ngatain gue bau," ucap Gia mengejar Haidan yang sudah lari duluan. Cara dan Raca hanya tertawa dan berjalan berdua dengan santai.

"Lo kenapa nggak mau ke kantin sama si alis tebal?" tanya Raca yang sebenarnya sudah sedari tadi cowok itu penasaran. Tidak biasanya Cara menolak. Karena sudah sering sekali, gadis itu meninggalkannya sendiri hanya untuk bersama si alis tebal. Kalau kali ini sudah bisa ditebak alasan Cara menolak ajakan cowok itu. Pasti karena kejadian kemarin di kantin. "Lo masih marah sama si alis tebal karena kejadian kemarin di kantin?"

"Kalau udah tahu nggak usah tanya," kata Cara yang seperti tidak mau membalas tentang Zul. Sesampainya di kantin, mereka bergabung dengan Haidan dan Gia yang sudah membooking tempat duduk. "Gi, pesenin bakso 4 sama es jeruk 3, jeruk hangat 1. Nih, uangnya," ucap Raca memberikan uang 50 ribu pada Gia. Segera gadis yang disuruh memesan apa yang Raca ucapkan.

"Ini lo ada hal apa sampe nraktir kita?" tanya Gia setelah selesai memesan dan memberikan uang kembalian pada Raca.

"Gapapa. Gue lagi baik hati aja. Kapan lagi gitu gue nraktir kalian."

"Sering-sering, Rak. Kalau gitu kan gue bisa beli power bank di miniso, biar nggak pinjem anak mulu. Capek dikira miskin."

"Enak di lo dong."

"Bukan gue aja. Haidan sama Cara juga. Lo juga, Rak. Dapat pahala."

Pesanan mereka pun datang. Cara sudah menuangkan 3 sendok sambal, tapi rasanya tetap saja kurang pedas. Namun saat tuangan keempat, Raca mencegahnya. "Nggak boleh sering makan yang pedes-pedes."

"Kenapa emangnya?" tanya Cara kesal.

"Gue nggak mau perut lo sakit."

"Nggak bakal sakit, Ka. Perut gue kebal," kata Cara tetap berusah mengambil sesendok sambal lagi. Namun tangannya dipukul oleh Raca. "Gue janji bakal traktir lo setiap hari kalau lo nurut."

Sebuah tawaran yang begitu menggiurkan. Tanpa banyak pikir, Cara menuruti apa yang Raca perintahkan. Walau rasanya hambar makan bakso tidak pedas, tapi tidak apa-apa, demi traktiran setiap hari.

"Gue juga nggak pakai sambal banyak, nih, Rak. Jadi gue juga lo traktir tiap hari, kan?" tanya Haidan sambil mengangkat kedua alisnya, mencoba merayu Raca.

"Iya, nih, Rak. Gue juga, malahan putihan," kata Gia ikut-ikutan. Siapa yang tidak mau dengan traktiran yang Raca ucapkan.

"Nggak. Khusus Cara aja," ucap Raca. Bisa bangkrut dia jika harus traktir 2 ekor lagi setiap harinya.

"Yah, kecewa," kata Gia.

"Harus maklumin, Gi. Kan Cara spesial bagi Raca," ucap Haidan membuat Raca dan Cara menatapnya.

"Oh, iya, Hai. Gue lupa."

Detik berikutnya Raca dan Cara hanya bertatapan. Lalu mengangkat kedua pundak dan tertawa. Memang banyak yang mengira Raca dan Cara adalah sepasang kekasih. Apakah mereka sedekat yang orang kira?

"Eh, Ra. Gue mau ngomong tentang Kak Zul," kata Gia yang langsung menghentikan aktivitas Cara memakan bakso. "Tiap kali gue mau ngasih tahu ke lo, mesti gue lupa."

"Dasar pikun."

"Lo diem, Hai!" perintah Cara yang sukses membuat Haidan melipat bibirnya.

"Tiap sepulang sekolah, gue sering lihat Kak Zul ketemu sama cewek. Gue rasa sih mereka deket banget. Tapi gue nggak tahu apa hubungan diantara mereka berdua," ucap Gia yang akhirnya mengatakan apa yang selama ini gadis itu lihat. Sudah lama sebenarnya. Tapi, Gia baru ingat sekarang.

"Lo udah ngelihat berapa kali?"

"Sekitar 2 mingguan ini."

"Ada hal lain nggak yang lo tahu tentang Kak Zul?" tanya Cara membuat Gia berpikir. Sejauh ini Kak Zul memang dibilang misterius. Keberadaanya di sekolah ini pun baru muncul saat, "iya gue ingat. Waktu gue yang nungguin lo dijemput sama Kak Randy. Setelah lo pulang dia nanya sama gue siapa nama lo. Yah, gue jawab aja Cara. Trus waktu udah gue jawab gitu, wajahnya kayak putus asa gitu."

Info dari Gia cukup dapat membantunya untuk mencari tahu kebenaran. Sudah Cara putuskan akan membuntuti Kak Zul sepulang sekolah nanti. "Ka, mau bantuin gue, kan? Kemarin lo sendiri yang bilang mau bantuin gue nyelesain masalah ini."

"Sebagai chairmate yang baik, gue nggak bisa nolak," jawab Raca membuat sebuah senyum terukir diwajah Cara.

"Ada apaan, sih? Masalah apa?"

 

~•~

Raca menghentikan motornya di depan abang penjual siomay di depan Sekolah. Dia membelikan siomay untuk Cara dan untuk dirinya sendiri. Mereka memakan siomay itu sambil menunggu seseorang keluar dari gerbang Sekolah. "Mana sih, lama banget?" gerutu Raca yang turun dari motor untuk membuang sampah. Segera Cara menghabiskan siomay dan menitip sampah padanya.

Mata Cara tidak mungkin salah lihat. Seorang dengan motor ninja abu-abu dan helm full face, baru saja keluar dari gerbang Sekolah dan melewatinya. "Ka, ayo, cepetan. Kak Zul udah pergi," teriak Cara yang sukses membuat Raca gopoh. Cowok itu segera menaiki motornya dan menjalankan motornya. Membuntuti Zul yang jaraknya sudah lumayan jauh, namun masih bisa dilihat.

Pukulan dipunggungnya dan suara Cara yang tidak berhenti membuat Raca kehilangan jejak akan Zul. "Si alis tebal belok mana?" tanya Raca saat mereka berhenti di lampu merah.

"Mana gue tahu, kan ketutupan sama kepala lo. Gimana gue bisa lihat," jawab Cara kesal karena jejak Kak Zul hilang.

"Harusnya lo tuh nggak usah banyak ngomong, biar konsentrasi gue nggak pecah."

"Salah lo sih, jalanin motornya lelet banget. Kan gue nggak mau kehilangan jejak Kak Zul."

"Tapi sekarang udah hilang jejaknya, Ra."

Bukannya mencari solusi, keduanya malah adu mulut dan tidak sadar jika lampu sudah berubah warna menjadi hijau. Pengendara yang berada di belakang mereka juga sudah menekan klakson agar mereka berjalan. Tapi, adu mulut membuat mereka tuli.

"Woy, lampunya udah ijo!" teriak seorang supir pick up yang berhasil membuat kedua anak SMA itu berhenti adu mulut. Raca menjalankan motornya untuk belok ke kanan. Entah kenapa intuisinya mengarah ke sana. Sudah berjalan cukup jauh, tiba-tiba saja Cara memukul punggung Raca. "Berhenti, Ka!"

"Kenapa? Lo kebelet pipis? Atau haus?" tanya Raca setelah meminggirkan motornya.

"Bukan. Itu Kak Zul," jawab Cara menunjuk seorang cowok yang sedang berbicara dengan seorang cewek di seberang sana.

"Iya, itu si alis tebal. Intuisi gue selalu benar."

"Udah diem. Mending lo parkir motor di minimarket, trus kita duduk buat ngeliatin apa yang dua orang itu lakukan."

Tidak ada pilihan lain selain mengikuti apa yang Cara perintahkan. Duduk di depan minimarket dan terus melihati 2 orang yang juga sedang duduk di depan minimarket di seberang sana. Dari yang Raca lihat, gadis yang diajak bicara sama si alis tebal memakai baju karyawan minimarket.

"Kak Zul pergi, Ka. Ayo ikutin," kata Cara yang langsung mengambil helm di atas motor Raca. Ternyata teman sebangkunya itu memang tidak seberapa pintar. Kenapa juga harus membuntuti si alis tebal. Sementara alasan membuntuti hanya untuk mengetahui siapa yang alis tebal temui.

Raca mendekat dan mengendarai motornya untuk putar balik. Dihentikan motornya di depan minimarket itu. "Turun, Ra!"

"Ngapain? Harusnya kita ngikutin Kak Zul, kalau gini hilang lagi jejaknya," kata Cara yang masih bingung maksud Raca.

"Tujuan lo buntutin tuh cowok apa sih, Ra?"

"Buat tahu dia temuin siapa."

"Nah, yaudah. Ngapain lo buntutin dia lagi."

"Eh iya, yah," kata Cara yang akhirnya mulai paham juga. Cewek itu pun turun dari motor dan disusul oleh Raca.

Atas perintah Raca, ia disuruh untuk menunggu di depan, sementara cowok itu yang akan memanggil cewek yang ditemui Kak Zul. Tidak lama, cewek itu datang bersama Raca dan bergabung duduk.

"Ini, Cara. Cewek yang ingin ketemu sama lo."

Cara mengulurkan tangannya. Ternyata nama cewek itu adalah Zeline. "Kedatangan gue ke sini cuma mau tanya apa hubungan lo sama Kak Zul? Gue tahu lo sama Kak Zul sering ketemu."

"Zul itu sahabat gue. Jujur, gue masih nggak tahu kalian siapa dan apa yang kalian mau," kata Zeline yang masih bingung dengan kedatangan 2 orang yang tidak ia kenal. Namun, setelah gadis itu memperkenalkan diri, Zeline mengerti.

"Gue cuma mau tanya, apa yang lo tahu tentang Kak Zul? Mungkin dia pernah cerita ke lo tentang sesuatu?"

"Sesuatu?"

"Jadi, sebenarnya gue ngerasa ada masalah antara bokap gue sama bokap Kak Zul. Setiap gue tanya ke Kak Zul, dia selalu marah dan cari topik lain. Mungkin lo tahu sesuatu dari Kak Zul? Gue yakin lo sebagai sahabatnya pasti tahu."

Raca dan Cara kaget saat tiba-tiba saja Zeline berdiri hingga membuat kursi yang cewek itu duduki terjatuh. Wajah Zeline seperti menutupi sesuatu. "Maaf, gue nggak tahu tentang masalah itu," ucap Zeline yang langsung masuk ke minimarket. Cara ingin mengikuti namun dilarang oleh Raca.

"Jangan, Ra. Lo nggak bisa maksa gitu."

"Tapi cara bicara dia aneh, Ka. Pasti dia tahu."

"Iya gue tahu. Tapi lo nggak bisa maksa. Kapan-kapan kita balik ke sini. Lo harus sabar," ucap Raca yang membuat Cara kembali tenang.

 

~•~

 

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!