Angkot yang dinaiki Cara berjalan dengan lambat. Gadis itu tidak mau telat dihari pertama di sekolah baru. Ini semua salahnya karena bangun lama, jadi tidak bisa nebeng Randy. Andai Cara nekat pergi ke Sekolah naik motor, pasti sekarang dia sudah duduk di kelas.
Seorang cowok masuk dan duduk di sebelah Cara. Dari samping saja, Cara bisa lihat betapa tampannya cowok itu. Sampai-sampai gadis itu membatin dalam hatinya. Selama dia hidup di bumi, belum pernah bertemu dengan cowok tampan seperti cowok di sebelahnya. Hidungnya yang mancung, bulu mata yang lentik, dan alis yang tebal. Andai saja, Cara bisa menjadi kekasih cowok itu, pasti dia sangat beruntung sekali.
"Lo ngelihatin gue?" tanya Zul yang merasa gadis di sebelahnya melihatinya sejak ia naik ke angkot itu. Ini adalah kali pertama Zul naik angkotan umum. Semua ini hanya untuk mencari tahu kebenaran dimana sekolah baru gadis di sebelahnya itu.
"Eng-Enggak. Ngapain gue ngelihatin lo?" tanya Cara yang gelagapan saat tiba-tiba saja cowok di sebelahnya membuka suara.
"Gue udah punya pacar, jadi jangan ngarep lo bisa jadi pacar gue," kata Zul asal ceplos saja. Dilihat-lihat, ini memang teman masa kecilnya yang ia cari. Tanpa foto masa kecil pun, Zul masih ingat wajah anak berumur 9 tahun. Wajah yang sudah lama tidak Zul lihat. Hingga Tuhan mempertemukan pada Zul, cewek kelas 3 SMP yang kala itu lagi beli cilok di depan Sekolahnya. Awalnya Zul tak yakin jika cewek SMP itu adalah teman masa kecilnya. Hingga ia membuntuti cewek itu pulang dan barulah dia yakin jika dia tidak salah. Hari ini, Zul memang sengaja untuk naik angkot saat melihat teman masa kecilnya ini. Sampai-sampai cowok itu menitipkan motornya di sebuah warung.
"Siapa juga yang ngarep. Gue juga udah punya pacar kali," kata Cara beralasan. Gadis itu tak habis pikir, cowok di sebelahnya bisa membaca pikirannya. Beberapa menit keduanya diam. Cara berdoa agar angkot yang ia tumpangi segera sampai di sekolah agar bebas dari cowok pembaca pikiran orang. Entah kenapa, makin lama suasana angkot yang mulai penuh membuat Cara gerah. Ternyata, ikat rambutnya putus. "Kenapa bisa panas gini, sih?" ucap Cara pelan yang mungkin hanya bisa gadis itu dengar.
"Lo mau gue kepangin biar nggak gerah?" tanya Zul yang membuat Cara melongo. Gadis itu masih tidak habis pikir bagaimana bisa cowok di sebelahnya tahu jika ia sedang gerah. Bahkan, dia tidak sadar jika dia menurut saja saat cowok itu menyuruhnya membalikkan badan. "Nah, udah selesai."
"Makasih, Kak," ucap Cara malu-malu setelah cowok di sebelahnya mengepang rambutnya.
"Sama-sama. Gue suka aja sama cewek yang rambutnya dikepang."
Cara hanya mengangguk karena otaknya masih loading. Masih tidak percaya jika cowok tampan di sebelahnya mengepang rambutnya. Saat angkot sampai di depan sekolahnya, segera Cara turun. Jantungnya sedang berdegup tak karuan. Sementara Zul hanya tertawa melihat tingkah Cara yang masih polos. "Ternyata kamu masih ingat janji kita."
Puas membuntuti teman masa kecilnya dan sebuah fakta ia dapatkan jika kini mereka satu sekolah. Cowok itu pun turun dari angkot, memesan ojol untuk mengambil motornya di warung.
Selama MOS hari pertama, Cara masih tidak bisa melupakan kejadian diangkot tadi. Gadis itu pun sudah berjanji untuk selalu mengepang rambutnya. Karena cowok diangkot tadi, Cara jadi ingat teman masa kecilnya yang selalu mengepang rambutnya. Sudah 6 tahun mereka tidak bertemu. "Apa dia juga ingat janji kita untuk sekolah di sini?"
Asyik berjalan dan mengingat kejadian romantis selama hidupnya diangkot tadi, tiba-tiba saja seseorang menabraknya membuat Cara terjatuh. Dengan tanpa bantuan dari cowok yang tidak merasa bersalah itu, Cara berdiri. Dilihatnya sang pelaku yang sudah kebanjiran keringat. Cara tidak tahu ada apa dengan cowok itu. Yang ia ingin, cowok itu bertanggung jawab atau sekedar minta maaf, tapi malah kabur.
~•~
Tidak tahu kenapa, semenjak ia bertemu dengan cowok ngeselin yang wajahnya kebanjiran keringat, hidup Cara jadi sial. Sudah menunggu angkot selama 1 jam, tapi setiap ada angkot yang lewat pasti penuh. Hingga ia terpaksa jalan kaki. Untung saja rumah dan sekolahnya masih satu kompleks, jadi tidak seberapa jauh.
Dipikir-pikir cowok ngeselin tadi baik juga. Buktinya Cara dipinjami jaket jeans yang begitu harum. Entah kenapa, rasanya Cara tidak mau mengembalikan jaket ini.
"Bapak!"
Cara langsung lari dan memeluk bapaknya yang sedang duduk di teras. Pelukan yang selama ini Cara rindukan. Di dalam pelukan sang pahlawan, Cara menangis, menumpahkan kerinduannya. "Cara kangen bapak."
"Bapak juga," ucap Heri melepas pelukannya. Dihapusnya air mata yang turun dari mata sang putri tercinta. Ia tidak percaya, putrinya sudah sebesar ini.
"Bapak udah bebas?" tanya Cara sesenggukan. Heri mengangguk membuat Cara kembali memeluk sang bapak. Gadis itu sangat senang karena akhirnya sang kepala keluarga kembali ke rumah setelah 6 tahun lamanya.
~•~
"Lo bilang kalau si alis tebal balik ke rumahnya semenjak tahun baru. Trus apa dia juga murid baru semenjak tahun baru?" tanya Raca setelah mendengar semua cerita Cara.
"Gue rasa sih, enggak. Soalnya dia pernah bilang urusin serah jabatan ekskul jurnalis. Berarti dia bukan anak baru, Ka," jawab Cara setelah berapa lama mencoba mengingat. "Gue juga bodoh waktu itu nggak lihat seragamnya pas di angkot. Eh, tapi dia juga pernah bilang. Waktu gue tanya kenapa dia ngepang rambut gue. Katanya karena gue masih MOS, rambut gue nggak boleh diurai karena Kak Jeki bakal marahin gue. Itu tandanya dia udah lama sekolah di situ, Ka."
Raca manggut-manggut. Semua kecurigaan yang Cara bilang memang menyudutkan Zul. Balik ke rumah lama diam-diam dan tidak mengaku ke Cara jika dia adalah Zul teman masa kecil. Karena aneh jika Zul bilang tidak ingat wajah Cara, sementara wajah Cara tidak pernah berubah sejak kecil. "Karena gue teman yang baik. Gue bakal bantu lo selesain semua ini."
"Makasih, Ka. Akhirnya lo berguna juga buat gue," kata Cara dengan senyuman. Rasanya lega saat semua yang ada dipikirannya sudah ia ceritakan kepada Raca. Seperti berkurang bebannya.
"Nyesel rasanya bersedia jadi teman lo."
"Oh gitu? Besok gue cari chairmate lain aja."
"Cieee, ngambek. Jadi pingin cubit."
Cara tertawa. Andai dari dulu dia selalu terbuka pada Raca. Pasti masalah ini sudah hampir selesai sekarang. Selain chairmate yang ngeselin, Raca itu bener-bener pengertian dan peka sama Cara. Apapun mood Cara pasti Raca tahu dan bakal langsung beliin jeruk hangat. Jadi ingat awal mula ia terpaksa duduk dengan Raca.
~•~
Cara membuang muka ke samping. Dia tidak tahu kenapa Tuhan mentakdirkan dia sekelas dengan cowok ngeselin yang membuatnya kesal dan sial. Apalagi harus duduk sebangku. Andai tadi Cara segera pindah ke kelas baru dan tidak mementingkan makannya di kantin, pasti dia tidak akan duduk bersebelahan dengan cowok ngeselin yang sejak Cara datang tuh cowok senyum-senyum nggak jelas.
"Makasih sama Tuhan karena lo ditakdirin jadi chairmate cowok setampan gue," ucap cowok itu yang tidak ingin Cara dengarkan. "Nama gue Raca, lo?"
"Cara," jawab Cara tanpa mau menjabat tangan Raca yang sudah terulur. Entah kenapa namanya hampir mirip.
"Katanya kalau nama mirip, itu tandanya jodoh."
"Nggak usah halu."
"Hehehe... Eh iya, jaket yang gue pinjemin waktu itu, mana?"
Cara hanya diam saat ditanyai tentang jaket milik cowok ngeselin bernama Raca itu. Jaket yang membuatnya senyum-senyum sendiri saat mencium aroma wangi yang keluar. "Masih gue cuci."
"Oke, sip. Lo pinter juga jadi orang."
~•~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments