"Om, nunggu lama ya?"
Budi mendongakkan kepalanya. Terlihat seorang gadis dengan hoodie berwarna coklat berdiri di dekatnya. "Duduk, Amel," kata Budi mempersilahkan gadis berhoodie itu duduk. Laki-laki paruh baya itu kembali meneguk kopi hitamnya.
"Sebelumnya Cara minta maaf ya Om. Karena Cara telat, Om jadi nunggu lama."
"Gapapa, Amel. Om juga gak lama-lama banget nunggu kamu," ucap Budi sambil menyandarkan punggungnya di sandaran kursi, "kalau boleh tahu, kamu mau ngomong apa?"
"Tapi, sebelumnya Om jangan panggil aku dengan panggilan Amel, lagi."
"Trus panggil apa?"
"Cara, Om." Budi hanya manggut-manggut lalu menyuruh Cara untuk melanjutkan pembicaraannya.
"Sebelumnya Cara minta maaf lagi, kalau nanti ada kata-kata Cara yang menyinggung perasaan, Om," ucap Cara, memberi kesempatan untuk Budi berbicara.
"Lanjutkan."
"Aku mau tanya, beberapa hari lalu, saat Om gak ikut makan malam bareng keluarga Om sama keluargaku, aku lihat waktu itu Om barusan pulang kerja dan bapak juga barusan pulang kerja. Cara yakin Om pasti lihat Bapak dan sebaliknya, tapi kenapa Om gak nyapa Bapak?" tanya Cara mengeluarkan apa yang ingin ia tanyakan sejak malam itu.
"Kenapa tanya sama Om? Kamu bisa kan tanya ke bapak kamu?"
"Cara mau jawaban dari Om dulu."
"Om mau nyapa waktu itu, tapi Bapak kamu malah masuk ke rumah."
"Tapi kan, Om masih bisa manggil Bapak?"
Budi mengelus puncak kepala Cara, "Om sama Bapak kamu gak ada masalah kok. Kamu gak perlu khawatir."
"Beneran, Om?" Budi mengangguk. Sedikit lega dengan perkataan Om Budi. Meskipun rasanya masih belum percaya sepenuhnya.
~•~
"Ngapain lo di sini?"
Raca mendongakkan kepala, lalu berdiri saat tahu jika yang ia tunggu sudah datang. "Nungguin lo."
"Kayaknya kita udah gak ada urusan yang harus dibicarakan. Gue udah ngembaliin jaket lo dan gue juga gak bakal ganggu hidup lo, lagi."
"Dengerin gue dulu, Ra," ucap Raca sambil memegang pergelangan tangan Cara agar gadis itu tidak masuk ke dalam rumah.
Cara melepas tangan Raca dengan pelan. Lalu duduk di teras rumah. Raca pun ikut duduk di sebelah Cara. "Cuma ada waktu 10 menit buat lo ngomong."
"Lo habis dari mana? Kok, lo pulang dianter sama om-om?" Mendengar pertanyaan itu langsung membuat Cara menatap tajam kepada Raca.
"Bukan gitu maksud gue, Ra. Maksud gue, Om itu siapa. Dia orang yang punya rumah kosong itu?" Cara hanya mengangguk, tidak mau mengeluarkan suaranya.
"Lo kenal?"
"Ka, mending lo langsung to the point aja."
Raca tersenyum, melepas kupluk hoodie Cara agar ia bisa mengusap rambut lurus itu. "Maafin omongan gue kemarin. Bukan bermaksud buat lo jauh dari hidup gue. Kemarin gue lagi kesel aja sama lo, gara-gara lo yang bohong tentang jaket gue. Lo tahu kan, gue gak suka sama orang yang sukanya bohong?"
"Sebenarnya, gue udah tahu semuanya. Udah sering gue lihat jaket gue di rumah lo. Kadang di lemari, keranjang kotor, sampai di jemuran samping. Tapi gue pura-pura bego, karena gue mau tahu lo itu orang yang jujur atau gak."
Cara hanya diam. Sedikit malu juga akan kebodohannya. Tapi, dia juga masih kesal akan sikap Raca kemarin.
"Tapi, gue tahu lo orang yang baik," kata Raca dengan senyum manisnya yang sayangnya tidak di lihat oleh Cara. "Lo suka sama jaket gue? Kalau lo suka gue kasih ke lo."
"Gak."
"Terus, kenapa lo simpen sampai setengah tahun? Gue tahu kok kalau jaketnya gak pernah dipakai sama kakak lo. Iya kan?"
Tidak ada jawaban dari mulut Cara. Gadis itu hanya diam melihat jalanan yang sepi. Raca melepas jaketnya, "gue kasih buat lo."
Cara menoleh, mengembalikan jaket itu kepada pemiliknya. "Gak perlu, Ka. Itu jaket punya lo. Gue juga masih punya banyak jaket mirip kayak gitu."
"Tapi gak ada yang sewangi ini kan, Ra?"
"Maksudnya?"
"Coba lo bau jaket ini," kata Raca sambil menyodorkan jaketnya ke hidung Cara, "bau apa?"
"Bau wangi."
"Kayak baunya siapa?"
"Lo."
Raca tersenyum, lalu mencium jaket miliknya. Mencium aroma wangi dari jaketnya membuat Raca tersenyum kembali. "Tapi gue kok bau wangi parfum lo?"
"Beneran? Tapi, gue kok bau parfum lo, padahal udah gue cuci pakai pengharum tapi gak gue kasih parfum."
Raca mendekatkan wajahnya kepada Cara, yang berhasil membuat gadis itu diam membeku. "Itu tandanya lo suka sama gue," bisik Raca lalu menjauhkan wajahnya.
"Berarti, itu tandanya lo juga suka sama gue?"
"Emang."
Mendengar jawaban itu rasanya Cara seperti terbang ke atas langit. Meskipun masih tidak yakin akan jawaban Raca yang kadang hanyalah candaan.
Melihat ekspresi Cara yang terkejut seperti sebuah hiburan bagi Raca. Wajahnya begitu lucu hingga Raca tidak ingin pulang. Sebenarnya Raca juga tidak tahu akan kebenaran dari jawabannya itu.
"Gue pulang dulu, yah. Jangan kangen, kalau kangen peluk jaket itu," ucap Raca menunjuk jaket jeansnya yang ada dipangkuan Cara.
Cara masih diam, melihati Raca yang menaiki motor. Lalu, dengan tiba-tiba gadis itu berdiri saat Raca sudah keluar dari pekarangan rumah Cara.
"Pakai," ucap Cara menyodorkan jaketnya.
"Gue gak mau pakai, kan sekarang jaket itu milik lo."
"Karena ini milik gue. Gue mau lo pakai."
"Gak. Nanti kalau lo kangen, gak bisa peluk dong. Kalau pakai hoodie itu, gue mau," ucap Raca menunjuk hoodie coklat milik Cara.
Cara diam, lalu menaruh jaket milik Raca di pagar rumahnya. Dilepasnya hoodie yang sedari tadi melekat di tubuhnya. Lalu diserahkannya kepada Raca.
"Pakai Ka, jangan dicium," kata Cara saat Raca tak kunjung memakai hoodienya.
"Hoodie lo wangi, jadi gak mau ngembaliin."
"Yaudah gak usah dikembaliin."
Raca tersenyum manis. Memakai hoodie milik Cara, lalu menjalankan motornya. Entah kenapa Cara merasakan sesuatu meletup-meletup dihatinya.
~•~
Zul menutup tirai jendelanya dengan rasa kesal. Amarahnya sudah di puncak kepala. Cowok itu tidak terima melihat gadis kecil yang ia suka di dekati oleh cowok lain.
"Amel, cuma gue yang harus miliki Amel. CUMA GUE!" teriak Zul sambil memukul-mukul samsaknya.
Pelampiasan dengan memukul-mukul samsak mulai membuat amarahnya berkurang. Dengan lemas, Zul langsung menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Memejamkan mata untuk membuatnya tenang.
Tangan Zul mulai meraba meja kecil di dekat kasurnya. Mengambil sebuah obat lalu menelannya. "Gue sayang lo, Amel. Cuma gue yang pantas untuk dapetin lo," ucap Zul pelan.
~•~
"Assalamualaikum, Bu," ucap Cara lalu duduk di seberang Nani.
"Waalaikumsalam," jawab Nani tanpa mengalihkan pandangannya. Wanita berumur 38 tahun itu sedang fokus memotong wortel, walau sebenarnya ia sangat mengkhawatirkan putri satu-satunya. "Urusan sama Racanya udah?"
"Sudah, Bu." Cara menuangkan air ke dalam gelas untuk dirinya. Sambil menunggu pertanyaan dari Ibunya. Cara ingin tahu apa Nani khawatir akan dirinya yang barusan pulang.
Tapi, pertanyaan yang ditunggu-tunggu, tak kunjung keluar dari mulut ibunya. "Bu, Cara ke kamar dulu."
Perkataan Cara barusan pun hanya mendapat gumaman dari sang Ibu. Dengan rasa sedih karena sang Ibu tidak mengkhawatirkannya, Cara pun berjalan menuju kamarnya.
Ingin menangis, tapi air matanya tak kunjung keluar. "Gak, ibu pasti khawatir tapi malu-malu."
Cara mengambil handphonenya saat melihat alat canggih itu bergetar. Ternyata Raca menelponnya. "Halo, Ka."
Tiba-tiba sambungan terputus. Cara jadi was-was. Takut terjadi sesuatu yang tidak baik dengan Raca. Dengan segera gadis itu mengetikkan pesan.
Ka, lo gapapa kan?
5 menit setelah pesan itu terkirim, Cara belum juga mendapat balasan. Tanpa berpikir lama, Cara menelpon Raca. Gadis itu masih takut jika sesuatu terjadi pada Raca.
"Halo, Ka. Lo kenapa?" tanya Cara saat sambungan terhubung.
"Lo yang kenapa telpon gue? Masih dijalan nih. Kangen yah?" tanya Raca balik di seberang sana yang sedang duduk menikmati kopi di dalam warung.
"Ihhh...lo yang telpon dulu."
"Kepencet kayaknya. Tapi kalau kangen bilang aja, gak usah malu-malu."
"Gak jelas banget sih. Sekarang lo dimana?"
Raca tertawa. Senang sekali rasanya menggoda Cara. "Khawatir banget nih? Fix lo sayang sama gue."
Cara terdiam. Otaknya berpikir, apa iya gue sayang Raca? "Gue mau tidur. Ngantuk. Malas juga ngeladeni orang gak jelas kayak lo."
"Tapi lo sayang kan?"
"Saran buat lo, pulang, jangan nongkrong. Belajar, besok ulangan."
"Makasih sarannya. Good Night,"
Dengan cepat Cara memutuskan sambungan telepon saat mendengar suara lembut Raca. Dipegangi jantungnya yang berdegup kencang. Good Night too, my love.
~·~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments