"Mita...aku merindukanmu!" Ita merentangkan kedua tangannya menyambut Mita dalam pelukannya. Namun Mita justru diam ditempat,menolak untuk dipeluk.
"Eh...kok gak mau dipeluk?" Protes Ita mendengus sebal.
"Jangan berlebihan deh Allah gak suka jadi aku juga gak suka." Alasan Mita langsung duduk ditempatnya meletakkan tas sekolahnya dimeja.
"Beib...hari ini keberuntungan mu ada pertandingan basket antar sekolah jadi pastinya jam kosong. Nanti kita cari tempat paling depan ya jadi suporter." Mood Ita cepat sekali berubah jika sudah berhubungan dengan kaum pria.
"Penasaran deh sama pemain sekolah lain aku yakin banyak yang keren dan kece punya." Ita tersenyum centil sambil membayangkan. Nah kan benar Mita sudah menduganya.
Dipikir-pikir tidak ada salahnya menjadi suporter. Mungkin bisa sedikit mengalihkan perasaannya. Karena jujur diwaktu senggang dia suka kangen sama almarhum orangtuanya.
Sekitar pukul 8 pagi ada pengumuman bahwa pertandingan akan segera dimulai. Ita langsung berteriak heboh mengajak Mita begegas melesat ke lapangan.
"Ayo Mit!" Ita menarik tangan Mita sambil berjalan cepat. Mita mengikuti saja.
"Ya ampun lihat mereka pada lari semua bisa-bisa gak dapet tempat VVIP." Ucap Ita panik. VVIP apanya palingan juga duduk dibawah pohon rindang. Mana mau kepanasan bakal keriting kuping Mita mendengarkan keluhan Ita sepanjang pertandingan.
"Ayo buruan Mita." Ita mempercepat jalannya membuat Mita kewalahan mengejar langkahnya. Maklum Ita keturunan bongsor sedangkan Mita keturunan semampai.
"Gila kamu ya napasku sampe ngos-ngosan." Mita menarik tangannya untuk berhenti sejenak sambil mengatur napas.
"Bodo amat sama pertandingan." Ucap Mita kesal.
"Aku masih sayang nyawaku."
"Sorry beib...aku terlalu excited."
"Ya udah ayok kita jalan biasa aja." Bujuk Ita dengan tampang memelas. Akhirnya Mita menuruti kemauan Ita.
Sampai dipinggir lapangan. Ita membawa Mita menerobos deretan anak cewek paling depan dan langsung mendapat sorakan. Ita cuek saja sementara Mita malu setengah mati.
"Mau ke mana?" Ita mencekal pergelangan tangan Mita saat menyadari Mita akan mundur ke belakang.
"Gak boleh pergi ke mana-mana kamu harus selalu ada disamping aku." Mita heran Ita bisa tahu kalau dia mau mundur padahal matanya fokus mengamati area pertandingan.
"Mita...lihat noh pemainnya kece badai. Ya ampun dia ngelihatin gue!" Teriak Ita heboh saat pemain berlari menuju lapangan,lagi-lagi disambut sorakan dari penonton lain.
"Sok kecakepan banget sih lu!" Sahut anak kelas lain dengan sewot.
"Kenape lu yang sirik,mulut gue bukan mulut elu." Balas Ita tak kalah sewot.
"Ya Allah bisa gak sih tenang sedikit. Lagian ya mereka mau tanding bukan milih kalian buat jadi pacarnya." Ucap Mita emosi.
"Dikit-dikit sorak...dikit-dikit ribut cuma gara-gara cowok,pacar bukan suami bukan malu-maluin aja. Jadi perempuan jual mahal dikit kek ini enggak..." Omel Mita sambil menghela napas.
"Kalian pikir mereka gak besar kepala diributin. Serasa aktor terkenal mereka."
"Mau dimainin sama mereka? Aku mah ogah mending belajar yang bener,bisa kuliah yang tinggi,dapet kerja bagus,gaji besar. Banyak duit beli rumah mewah,kemana-mana nyetir mobil sendiri beuh mau cowok macem apa pun insya Allah bisa." Entah keberanian darimana Mita bisa berkomentar sepanjang itu dan semudah air mengalir.
"Hidup itu it's real bro. Boleh sesekali main-main tapi jangan keterusan juga. Kita belum merasakan bagaimana susahnya cari uang."
"Kasihan orangtua kita. Ibaratnya kepala dikaki,kaki dikepala biar kita bisa sekolah."
"Hargai kerja keras orangtua kalian coba lihat aku sudah gak punya orangtua."
"Aku bukan ingin menasehati tapi mengingatkan. Mumpung masih diberi kesempatan manfaatkan sebaik-baiknya kalau gak pengen menyesal."
Benar sekali penyesalan selalu datang terlambat kalau diawal namanya pendaftaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments