"Kenapa sih dek gak semangat gitu?" Tanya Dani.
"Apa karena gak ada bapak sama ibu?" Mita tidak bisa berterus terang dengan kakaknya takut ditertawakan. Hanya bisa menyimpannya sendiri. Mungkin nanti akan lebih nyaman menceritakan pada ibunya.
"Kapan bapak sama ibu pulang?" tanya Mita lirih sambil menundukkan kepala.
"Baru juga dua hari dek."
"Ibadah haji kan lama dek."
"Sabar ya!" Dani mengelus kepala Mita yang tidak tertutup hijab.
"Pake hijabmu dan sarapan. Tadi kakak beli bubur ayam. Habis sarapan kakak antar kamu pergi ke sekolah."
"Jangan nolak lagi kali ini gak ada bapak atau mau berangkat sendiri?" Dani memberikan penawaran yang langsung dijawab gelengan kepala.
Sebelum memasuki halaman sekolah Mita menghembuskan napas. Langkahnya terasa berat kali ini karena kejadian memalukan kemarin.
Baru juga beberapa langkah sudah dihadang sekelompok siswa yang tidak Mita kenal. Hanya sekilas tahu anak kelas sebelah.
"Oh jadi ini yang namanya Mita." Sapa Beni selaku ketua genk. Biasa saja tampangnya tapi berani. Beni mengamati Mita dengan seksama.
"Ini sih lebih dari Diandra yang sudah polesan."
"Cantik bro alim pula pantesan Alif suka...aku juga suka." Mita menahan diri untuk tidak terpancing emosi. Percuma melawan mereka berenam sedangkan Mita seorang diri.
"Kemana aja sih kita sampe gak tau ada yang bening dan asli begini." seloroh yang lain.
"Ha...ha..." Anak-anak itu tertawa seolah Mita bahan lelucon
"Iya bro..." Seorang yang lain menepuk pundak Beni sambil tersenyum miring lalu mengedipkan sebelah mata.
"Permisi mau lewat." Mita berusaha bersikap tenang walau sebenarnya takut setengah mati. Takut anak-anak itu bertindak diluar batas.
"Eits...tunggu dong buru-buru amat bisalah ngobrol sebentar." Mita mundur beberapa langkah ke belakang tapi anak itu ikut maju beberapa langkah mendekatinya.
"Tin...tin..." Tiba-tiba terdengar suara klakson mobil dari belakang. Lalu turunlah seorang pria muda dengan tampilan sopan. Mita bernapas lega bantuan datang.
"Ada apa ini?" Pria itu berdiri disebelah Mita sambil menatap anak-anak yang lagaknya seperti preman kampung.
"Kamu siapa?" Tanyanya berani. Berpikir bahwa pria itu bukan guru disekolahnya jadi bisa berbuat sesuka hati.
"Saya guru baru disekolah ini." Jawab pria itu singkat.
"Mampus...ayo cabut!" Bisik salah satu dari mereka.
"Lain kali jangan menghalangi jalan!" Mereka pergi begitu saja tanpa mengucap sepatah kata pun.
"Terima kasih pak..." Mita mendongak sebentar untuk melihat rupa guru barunya lalu menunduk hormat.
"Iya sama-sama."
"Permisi pak saya masuk ke kelas dulu!" Mita bergegas masuk ke kelas. Sampai dikelas dia menarik napas panjang menenangkan debaran jantung yang menggila akibat rasa takut sebentar tadi. lalu meneguk air putih yang sengaja ia bawa dari rumah.
"Alhamdulillah..." Mita mengelap keringat didahinya dengan selembar tisu.
Sosok Ita datang menghampirinya dengan senyum merekah.
"Mita sahabatku..." Sapa Ita sambil memeluknya gemas.
"Selamat kamu populer sekarang." Ita menaikkan alisnya sambil tersenyum menggoda. Mita melengos kesal.
"Dan aku...ikutan populer sudah seperti manager artis di berondong banyak pertanyaan tentang kamu." Sorak Ita senang.
"Banyak yang penasaran sama kamu." Bisik Ita lalu terkekeh.
Sementara Mita rasanya ingin menangis membayangkan akan ada yang banyak mengganggunya termasuk Beni and the Genk. Hari-harinya tidak akan sedamai dan setenang dulu.
"Denger-denger kemarin heboh banget ya?"
"Sayang banget aku gak masuk kemarin." Celoteh Ita yang tidak mendapat tanggapan dari Mita. Ita terus bicara ke sana kemari tanpa menghiraukan kesedihan yang dialami Mita. Sungguh menyedihkan.
Terlihat menyenangkan bagi orang yang melihat tapi tidak bagi yang menjalaninya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments