Praaaang!
Vaia tersentak saat gelas kaca yang ia pegang tiba-tiba lolos dari tangannya dan jatuh menghantam lantai.
"Kak Vaia! Ada apa?" Tegur Ezra yang buru-buru pergi ke dapur, saat mendengar suara gelas pecah.
"Aku tidak tahu!" Jawab Vaia tergagap.
"Tadi aku hanya sedang mengambil minum dan tiba-tiba gelasnya jatuh dan pecah," ujar Vaia lagi yang kini terlihat bingung.
"Awas! Biar Ezra yang membersihkannya, Kak!" Ujar Ezra yang langsung sigap membimbing Vaia agar menyingkir dari pecahan gelas di dekatnya. Ezra lalu mengambil sapu dan pengki serta kain lap untuk membersihkan pecahan gelas yang berserakan.
"Ada apa, Ezra? Kau memecahkan gelas?" Tanya Bunda Vale yang juga sudah keluar dari kamar. Ayah Arga terlihat mengekori Bunda Vale.
"Kak Vaia yang tak sengaja menjatuhkannya, Bund!" Lapor Ezra masih sambil membersihkan pecahan gelas.
"Kau baik-baik saja, Vaia?" Tanya Ayah Arga khawatir. Pria paruh baya itu sudah menghampiri Vaia yang kini duduk di kursi di dekat meja makan.
"Iya, Ayah! Tangan Vaia hanya sedikit tremor. Makanya tadi gelasnya jatuh," ujar Vaia beralasan.
"Coba Bunda lihat!" Bunda Vale meraih tangan Vaia, lalu memijitnya dengan lembut.
"Kamu kebanyakan melukis mungkin," pendapat Bunda Vale menerka-nerka.
"Sedang banyak pesanan kemarin, Bund!" Vaia kembali beralasan.
Vaia memang menekuni usaha craft melukis di atas berbagai media. Belakangan ini pesanan yang sering masuk adalah melukis di atas talenan kayu yang kemudian dijadikan pajangan di rumah atau dapur-dapur bertema shabby chick.
"Jangan terlalu ngoyo, Va!" Nasehat ayah Arga.
"Iya, Yah! Vaia menikmatinya, kok!" Ujar Vaia beralasan.
Tidak tahu kenapa, pikiran Vaia seolah sedang tak berada di tempatnya sekarang. Vaia merasakan sebuah firasat yang kurang baik yang sepertinya baru saja menimpa seseorang.
"Hoayam goreng!" Suara Gavin yang baru datang sembari menguap membuat semua anggota keluarga Diba menoleh ke arah pemuda dua puluh dua tahun tersebut.
"Kenapa semua ada di sini? Sedang ada acara?" Tanya Gavin yang merupakan putra bungsu di keluarga Diba tersebut.
"Itu apa, Bang? Makanan?" Tanya Gavin lagi pada Ezra yang sedang memegang kantung berisi pecahan gelas yang sudah selesai ia bersihkan tadi.
"Iya! Makanan kuda lumping! Mau?" Jawab Ezra sedikit berkelakar yang sontak membuat semuanya tertawa.
"Makanan kuda lumping?" Gavin menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Itu pecahan gelas, Gavin! Tadi aku tak sengaja memecahkan gelas dan Ezra yang membersihkannya," jelas Vaia pada sang adik bungsu.
"Oh!"
"Tapi kok kalau Gavin yang mecahin gelas itu, Bunda langsung ngomel dan nyuruh Gavin bersihin sendiri, ya?" Tanya Gavin merasa bingung.
"Bedalah! Kamu kan anak cowok! Jadi nggak boleh manja!" Jawab Bunda Vale cepat.
"Wanita selalu benar! Terima saja!" Ujar Ayah Arga seraya menepuk punggung Gavin. Lalu semuanya kembali tertawa.
"Vaia ke kamar duluan, Bund!" Sela Vaia yang masih merasa ada yang salah dengan perasaannya. Vaia akan menghubungi Bintang saja. Mungkin kekasih Vaia itu belum tidur dan butuh teman mengobrol.
"Baiklah! Langsung istirahat dan jangan begadang!" Pesan Bundq Vale seraya mengusap lembut kepala Vaia.
"Iya, Bunda!" Jawab Vaia patuh, sebelum kemudian gadis itu berlalu dari dapur dan masuk ke kamarnya.
"Lihat, kan! Kalau anak perempuan, diusap-usap kepalanya," celetuk Ayah Arga yang langsung berhadiah cubitan dari Bunda Vale.
"Gavin dan Ezra juga sering aku usap-usap kepalanya!" Sergah Bunda Vale mencari pembenaran.
"Masa, sih?" Gumam Gavin dan Ezra berbarengan seraya mengusap kepala masing-masing.
"Pas kalian sudah tidur! Makanya tidak tahu!" Ujar Bunda Vale lagi memberitahu.
"Oooo!" Sekarang bibir Gavin dan Ezra membulat berbarengan.
"Sudah! Bunda juga mau istirahat!" Pamit Bunda Vale seraya berlalu dan ikut masuk ke kamar.
"Gavin lapar, Bund!" Seru Gavin seraya memegangi perutnya yang keroncongan.
"Tukang makan!" Cibir Ezra sebelum pemuda itu berlalu ke belakang rumah untuk membuang pecahan gelas tadi.
"Ada makanan di atas meja itu, Vin! Makanya jangan suka melewatkan makan malam! Biar nggak terbangun jam segini cari-cari makanan!" Omel Bunda Vale pada sang putra bungsu.
"Kan! Cuma mengeluh lapar malah diomeli!" Gumam Gavin seraya membuka tudung saji untuk melihat makanan yang ada di atas meja makan.
"Wanita selalu benar!" Celetuk ayah Arga sebelum ayah kandung Gavin itu berlalu dan ikut masuk ke kamar menyusul Bunda Vale.
****
"Halo!"
Vaia mengernyit, saat mendengar suara di seberang telepon yang berbeda dari suara Bintang.
"Halo, Bintang!" Sapa Vaia ragu.
"Maaf, Mbak! Saya bukan Bintang! Saya temannya!"
"Lalu Bintang dimana?" Tanya Vaia mulai cemas.
"Ini juga baru saya cari, Mbak! Tadi kami berhenti di rest area dan saya pikir Bintang sudah naik duluan ke mobil karrna tasnya sudah ada di dalam mobil. Tapi setelah saya keluar dari tol, ternyata Bintang tidak ada di dalam mobil dan hanya tasnya saja yang terbawa oleh saya."
"Jadi Bintang masih tertinggal di rest area?" Tanya Vaia semakin khawatir.
"Baru dicek oleh rekan saya, Mbak! Karena saya tidak mungkin kembali ke sana. Saya harus mengirimkan barang secepatnya."
"Iya,aku mengerti!"
"Bisa kau langsung menghubungiku jika sudah ada kabar tentang Bintang?" Pinta Vaia pada rekan Bintang tadi.
"Iya, Mbak! Nanti saya hubungi lagi."
"Baiklah, terima kasih!" Pungkas Vaia seraya menutup telepon. Vaia meketakkan ponselnya, lalu gadis itu merem*s kedua tangannya dan mendadak merasa khawatir.
Bintang tertinggal di rest area tanpa tas dan barang-barangnya. Semoga pria itu baik-baik saja!
****
"Pa!" Seorang pria muda menghampiri pria paruh baya yang kini terduduk di ruang tunggu di depan UGD.
"Apa yang terjadi?" Tanya pria muda itu pada pria paruh baya di hadapannya.
"Papa bertemu anak buah Ley di rest area, Elang!" cerita pria paruh baya tersebut.
"Mereka menyakiti Papa?" Tanya pria muda yang tadi dipanggil Elang.
"Mereka hampir menabrak papa, tapi seorang pemuda menyelamatkan Papa-"
"Tuan Frans Mahardika!" Panggil Dokter menyela cerita pria paruh baya tadi pada Elang.
"Iya Dokter! Bagaimana keadaan pemuda tadi? Dia selamat, kan?" Cecar Tuan Frans pada dokter yang sepertinya sudah ia kenal.
"Ya! Tapi kondisinya kritis dan dia butuh banyak donor darah," terang dokter pada Frans Mahardika.
"Apa golongan darahnya, Dokter?" Tanya Elang cepat.
"A plus. Kebetulan stoknya tinggal dua kantong saja. Bisakah-"
"Golongan darahku A plus! Apa aku bisa jadi pendonor?" Tanya Frans Mahardika cepat.
"Papa yakin?" Tanya Elang khawatir.
"Ya! Papa sehat dan pemuda tadi sudah menyelamatkan nyawa papa, Elang! Jadi tak ada salahnya papa ganti mendonorkan darah untuknya," ujar Frans Mahardika panjang lebar memberikan pengertian pada Elang.
"Baiklah jika anda bersikeras, Tuan Frans!" Doktrr lanjit memanggil perawat, lalu meminta Frans Mahardika untuk mengikuti perawat tersebut. Elang ikut juga untuk memastikan kalau sang papa memang sedang dalam kondisi sehat dan layak menjadi pendonor.
.
.
.
Oh, iya!
Ini timingnya sebelum Gavin ketemu Zeline, ya!
Anggap aja setahun sebelumnya.
Jadi disini Gavin masih unyu dan Ezra juga belum nikah sama Joanna.
Terima kasih yang sudah mampir.
Jangan lupa like biar othornya bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Sari Novarizal
jelas aja bunda vale nggak bisa usap kepala ezra dan gavin pas lagi bangun kalian berdua pasti tinggi-tinggi, entah kenapa ketika anak-anak sdh dewasa ibu jd yg paling pendek dirumah 😆
2022-09-24
0
keke global
Dan skripsi Gavin msh dalam angan
2022-09-04
0
keke global
ini nih biangnya Ayam...tiap nguap bunyinya Hoaaayam Goreng
2022-09-04
0