Bab 11(Hasil Autopsi)

Raya mengerjapkan kedua matanya, saat Dennis terus menatapnya seperti itu, dia pun segera menarik tangannya.

"Kau tidak usah bekerja hari ini! Nanti aku mintakan izin sama bu Ambar." gumamnya dengan merapikan kotak obat, tertunduk tidak berani menatap Dennis lagi, bahkan hatinya berdebar debar kini.

"Mana bisa begitu! Aku tidak ingin gajiku dipotong lagi." Dennis bangkit, meringis saat meraba ujung bibirnya yang terasa perih.

Raya yang sudsh berjalan masuk ke kamar mandi kembali berbalik, dia hampir melemparkan handuk mandi ke arah Dennis, "Mana bisa begitu! Kau ingin ada orang yang mencelakaimu lagi. Hah? Dan luka luka seperti ini lagi? Atau bahkan menjadi mayat?"

Melihat hal itu, tentu saja Dennis kaget bukan main, namun dia juga mengulum senyuman setelahnya.

"Kau khawatir padaku Raya?"

Seketika Raya mengerjapkan manik hitamnya, "Ti--tidak! Aku hanya khawatir kalau kau tidak menepati janjimu untuk bantu melunasi hutangku! Itu saja!"

Raya berbalik, tapi tidak juga masuk membuka pintu kamar mandi, dia justu mematung dengan kepala yang sedikit tertunduk.

"Aaku...!"

"Masa?" Dennis perlahan melangkah maju, membuat Raya kembali membalikkan tubuh ke arahnya pelan pelan.

"Kau benar benar tidak mengkhawatirkanku. Hem?"

Jaraknya semakin dekat, Raya 1memundurkan tubuhnya hingga menempel di dinding dan tidak lagi bisa mundur.

Dennis terus mengulum senyuman, perih di bibirnya belum seberapa dibandingkan wajah Raya yang menggemaskan.

"Mundur! Kau mau apa?" Raya menutup wajahnya sendiri dengan handuk. Membuat Dennis harus menahan diri agar tidak tertawa karena tingkah Raya yang lucu.

"Memangnya kau takut aku melakukan apa?"

"Karyooo!"

"Namaku bukan Karyo!"

"Berhenti gangguin aku." Seru Raya di balik handuk.

Sejurus kemudian Dennis menarik handuk dari yang menutupi wajahnya. "Kalau kau tidak khawatir kenapa harus bersembunyi!"

"It---itu karena...."

Dennis mengkungkung tubuh Raya, dengan kedua tangan yang dia tempelkan pada tembok. Keduanya kini benar benar tidak lagi berjarak, mereka juga saling menatap satu sama lain.

"Ka---"

"Ray, ak---" Dennis memajukan wajahnya dan hampir mencium bibir Raya.

Bruk!

Gadis berusia 20 tahun itu berlari masuk kedalam kamar mandi dan menutup pintunya dengan keras. Dia menyandarkan punggungnya di balik pintu kamar mandi, dengan dada yang berdebar debar tidak karuan.

"Jantungku ... Jantungku kayak mau copot!" gumamnya dengan memegangi dadanya yang bertalu talu.

Sementara Dennis mengulum senyuman, namun kemudian meraup wajahnya dengan kasar. "Aku tidak boleh gegabah, aku mungkin saja menyukainya, tapi Raya belum tentu menyukaiku."

***

Sementara kepolisian memberi tahu Yoga tentang penemuan terbaru mereka, mobil yang dikemudikan oleh Dennis mengalami kerusakan pada bagian rem, hingga mobil tidak terkendali dan akhirnya menyebabkan kecelakaan.

Dan saat mereka lebih mendalami penyelidikannya lagi, mereka mencurigai seseorang terlibat dalam kecelakaan yang terjadi, mensabotase kendaraan milik Dennis.

Mendengar hal itu tentu saja membuat Yoga berang, dia diam diam menyuruh polisi membongkar makam Dennis dan mengautopsinya, tanpa awak media maupun sanak saudara yang mengetahuinya, bahkan Yoga juga merahasiakannya pada Sarah.

Tiga hari Yoga tidak bisa tidur dengan nyenyak karena hal itu, dia juga terus membayangkan Dennis pada saat kecelakaan. Selalu terbangun di malam hari tanpa bisa kembali tidur.

Hingga hari ke empat, polisi menghubunginya melalui sambungan telepon.

"Kami menemukan bukti terbaru!"

"Katakan!"

"Adanya bukti CCTV dimana hari itu putra anda terlibat perkelahian dengan seseorang."

Yoga membulatkan kedua matanya, "Dengan siapa?"

"Sepertinya kau harus melihatnya sendiri dan ini baru dugaan sementara, kami akan terus menyelidikinya dan hasil autopsi mayat putra anda sudah keluar."

Yoga akhirnya mendatangi pihak dokter forensik untuk tahu hasil autopsi. Dia masuk ke dalam ruangan yang tidak bisa dimasuki sembarangan orang.

"Bagaimana hasilnya?"

Dokter forensik yang tidak lain temannya sendiri pun menghela nafas, secarik kertas ditangannya berpindah pada Yoga.

"Kau harus melihatnya sendiri."

Yoga memeriksa hasil autopsi itu, dia menghela nafas panjang, rasa sesak di dadanya seolah ikut menghilang perlahan.

"Ini bukan Dennis?"

Bayu mengangguk, "Benar, mayat itu bukan putramu."

"Kalau mayat itu bukan putraku. Lalu ... dimana putraku saat ini?"

"Itu yang sedang kami selidiki juga, karena identitas atas namanya telah ditemukan, maka pencarian kami sedikit terhambat." ujar kepala kepolisian menambahi, "Tapi aku sudah memerintahkan beberapa orang untuk menyisir daerah kecelakaan serta menambah wilayah pencarian."

Yoga mengangguk. Betapa lega dan tenangnya Yoga saat tahu jika mayat yang dikuburkannya sendiri bukanlah anaknya, ada secercah harapan pada putra kebanggaannya, Yoga menjadi yakin jika Dennis.

"Semoga Dennis segera ditemukan!"

***

"Tuan Randi!"

Randi menoleh ke arah pintu dimana tiga orang polisi merangsek masuk walau Eve mencegahnya.

"Ya? Ada apa ini?"

"Silahkan ikut kami ke kantor, kami akan menjelaskan semuanya dikantor."

Randi tidak bergeming, dia masih duduk dengan santai di kursi kekuasaan miliknya di rumah sakit xx.

"Jelaskan padaku dulu kenapa aku harus ikut kalian ke kantor polisi?" Randi masih terlihat tenang.

"Status anda berubah menjadi saksi saat ini karena kami mendapat bukti rekaman CCTV dimana anda terlibat perdebatan dengan tuan Dennis dihari kecelakaan."

Deg

Sial ... Kenapa harus ada rekaman itu dan aku bisa melewatkannya begitu saja.

"Mari tuan Randi."

Polisi membawa Randi ke kantor polisi untuk dimintai keterangan terkait rekaman CCTV dimana di hari itu dia dan juga Dennis berdebat soal pekerjaan.

Rekaman CCTV itu memang benar, namun Randi bisa mengatasinya dengan baik. Tidak ada bukti yang mengarah langsung kepadanya jika dia yang mensabotase kendaraan milik Dennis.

"Ada lagi yang ingin kalian korek dariku? Aku dan Dennis memang kerap berdebat soal pekerjaan kami, dan semua orang di rumah sakit tahu hal itu. Apakah itu bisa dijadikan bukti jika aku yang mencelakainya? Membunuh sepupuku sendiri?"

"Maaf Tuan Randi, kami hanya menjalankan prosedur!"

Randi bangkit dari kursi setelah pemeriksaan selesai, dia menyibakkan jas miliknya dengan kasar.

"Kalian salah orang jika menjadikanku sebagai tersangka!"

Randi keluar dari ruangan dengan amarah yang membuncah, dia berjalan keluar dari kantor polisi, masuk ke dalam mobil dan memukul stir mobil dengan keras.

"Sialan!!! Aku harus segera menemukan orang itu! Aku yakin dia itu benar benar Dennis!"

Terpopuler

Comments

Aidah Djafar

Aidah Djafar

dasar licik c rendi 🤭😡kesel banget aq sama rendi licknut 🤦😀😀😀

thor jngn ketemuin denis sama rendi lahi ya 🙏

2023-04-06

0

Erna Riyanto

Erna Riyanto

lanjut thorr...mkin menarik

2022-09-13

0

Asmi☺☺

Asmi☺☺

Denis,, kyaknya like raya deh😃😃

2022-09-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!