Bab.9(Menjual Motor)

Semua karyawan sudah mulai berdatangan, masing masing memiliki pekerjaannya sendiri, begitu juga Ambar yang senang melihat Raya kini sudah bisa bekerja lagi, disamping kebahagiannya karena bisa terus melihat pria tampan bak artis itu.

"Karena kau sudah datang, ikut aku ke kantor ku. Aku ingin bicara padamu Raya. Dan kau ganteng, bekerja lebih rajin lagi ya hari ini. Kafe ini semakin ramai semenjak kau bekerja di sini." ujar Ambar melenggang masuk, dan mengedipkan satu mata ke arah Dennis.

Raya tergelak dengan menyenggol lengan Dennis, "Cie ... Ada yang naksir! Hati hati lho, dia ganas!" Raya terkekeh dengan beranjak masuk, dia langsung menghirup udara sebanyak mungkin. "Aaaa ... Aku mencium wangi uang di sini."

Tak lama dia mengetuk pintu kantor dimana Ambar sudah menunggunya.

"Pagi bu!"

"Duduk Raya."

Raya mengangguk dan mendudukkan dirinya di kursi, tak lupa dia merapikan rok sebatas lutut yang di pakainya.

"Ada apa ya bu?"

"Ah santai saja Raya! Kenapa kau buru buru sekali." Ambar menjilat jari telunjuknya lalu dia membuka lembaran lembaran laporan harian. "Aku hanya ingin tahu lebih banyak tentang pria tampan yang pemalu itu, dia berani meminta pinjaman tapi sampai hari ini aku tidak tahu siapa namanya."

Raya terkekeh, ternyata hanya bertanya tentang Dennis, dia bisa bernafas lega karenanya. Sikap Ambar pun berubah 90 derajat saat ini, yang biasanya cerewet kali ini tidak, hanya saja dia terus bertanya tentang pria yang masih belum ingat siapa siapa itu.

"Namanya Karyo Bu, dan dia memang pemalu. Dia malu karena namanya Karyo, tapi agar dia gak malu panggil saja Yo."

"Apa dia punya pacar? Atau sudah menikah. Katakan saja Raya. Aku siap mendengarnya." Ambar meletakkan pulpen di atas meja. Menatap Raya yang kini menyengir.

"It---itu, Bu Ambar harus bertanya pada orangnya langsung."

Raya keluar setelah selesai bicara pada Ambar, pertanyaan yang dia sendiri bingung menjawabnya. Dia langsung menghampiri Tia, teman satu shifnya yang tengah mengelap meja. Namun Dennis dengan langkah cepat menghalangi jalannya.

"Bosmu bicara apa? Kau tidak di pecat kan. Atau kita ketahuan?"

Raya menarik tangannya agar tidak bicara keras keras, dia membawanya ke dapur. "Jangan bicarakan hal itu di sini, bagaimana kalau ada yang mendengarnya. Dan soal bu Ambar," Raya mengulum senyuman, "Dia sangat tertarik padamu, dia juga ingin tahu apa kau sudah menikah atau belum." kekehnya dengan menutup mulutnya sendiri.

"Kau bilang apa padanya?"

"Ya aku jawab aja suruh tanya langsung orangnya."

Dennis menganggukkan kepalanya, "Baiklah, kalau dia tanya padaku, aku akan menjawabnya dengan jujur. Kalau kemarin aku hampir menikah namun gadis yang aku ajak menikah menolakku." ucapnya dengan menutup Kepala Raya menggunakan serbet, setelah itu dia keluar.

"Ihhh ... Ngelunjak! Mulai berani kau yaa Karyo." ujarnya dengan mengulum senyuman. "Jawaban macam apa itu. Dasar!"

***

Hari demi hari berlalu begitu saja, Raya dan Dennis masih tetap tinggal di gudang kafe dan beruntung tidak ada yang mengetahuinya, mereka akan berpura pura pulang namun akan kembali melalui jalan samping menuju gudang, cukup nyaman walaupun hanya beralas tikar, mereka juga mempersiapkan makanan sebelum kembali masuk, karena area dalam dan depan memiliki CCTV. Dan Raya tidak ingin mengambil resiko jika dia nekad memakai dapur untuk memasak.

"Aku rasa kita sudah saatnya mencari tempat tinggal baru." gumam Raya saat menyantap makan malam. Sepiring nasi rames dengan ikan kembung merah.

"Aku akan membantumu mencari tempat Raya, aku akan izin sehari besok."

"Jangan ... Biar aku saja yang mencarinya! Aku tidak mau nanti ada orang yang mengikutimu lagi, ditambah kau tidak mengenal daerah sini. Lagi pula Bu Ambar keliatannya lebih suka kau ada di sini dibandingkan yang lain." Raya terkekeh, itu memang benar, Ambar selalu bersikap baik pada Dennis, walaupun dia sedikit risih karena secara terang terangan memperlakukannya berbeda.

"Kau yakin Raya? Kau tidak ingin kita cari sama sama?" Tatapan Dennis menelisik, berharap Raya mengajaknya sama sama, namun sia sia.

"Tidak usah, lagi pula tidak akan lama kok. Aku akan mencari tempat yang dekat dekat saja."

"Kalau begitu baiklah! Aku tidak bisa melakukan apa apa selain menurut padamu Ray."

Uhuk!

Raya tersedak, selain itu rona kemerahan terlihat jelas di kedua pipi Raya karena ucapan Dennis.

"Aku kenyang!"

Keesokan hari

Raya mendatangi bengkel langganannya, dia sudah mengenalnya sejak pertama datang di kota ini, dan abang montir itu pun sudah mengenalnya dengan baik.

"Hey Kenapa motormu Ray?" Tanyanya saat Raya baru saja menghentikan motor.

"Belum juga duduk bang!"

Bang montir bernama Yadi itu terkekeh, "Aha ... Iya, ayo duduk!"

"Sekalian minum bang aku haus." Raya terkekeh, mendaratkan bokongnya di kursi bambu, mendengar decakan Yadi yang masuk kedalam kios miliknya dan mengambil sebotol minuman dingin.

"Raya mau jual motor Raya Bang!" ucapnya tanpa menunggu Yadi duduk, bahkan botol minumannya saja belum berpindah dari tangannya.

"Serius Ray? Kenapa ... Bukannya motor ini peninggalan ayahmu?" Yadi duduk didepannya, menyimpan botol minuman itu di depan Raya.

"Iya bang, tapi Raya butuh uang."

Setelah beberapa lama mengobrol, Yadi pun meminjaminya sejumlah uang, Raya juga memintanya untuk tidak menjualnya kepada orang lain.

"Bang, kalau Raya udah punya uang, Raya bakal beli lagi motor ini." ujar Raya sebelum pergi, "Makasih ya bang, maaf Raya ngerepotin."

"Iya udah sono, katanya buru buru. Gampang soal itu, kamu bisa kemari lagi nanti Ray."

Setelah mendapatkan uang, Raya akhirnya bisa mencari kost kostan murah, dia pun ingat ada kontrakan murah yang tidak jauh dari kafe. Dia kesana dan beruntung masih ada kamar kosong di sana.

Pemilik kostan saat itu sedang tidak ada di tempat, namun seorang penjaga kostan sudah memberikan kunci padanya sebagai tanda jadi.

"Kok udah di kasih kunci pak?"

"Iya tidak apa apa, bawa saja dan segera pindah kesini. Kalau nunggu nanti, takutnya keduluan orang lain yang akan menyewa, yang kosong cuma satu kamar soalnya."

Beruntung sekali aku. Fikir Raya saat itu, dia pun segera pulang ke gudang kafe dan mengajak Dennis segera pindah dari sana, meskipun Dennis sendiri heran karena Raya tidak lagi menggunakan motor.

"Ray, kau menjual motormu?"

"Hum ... Aku rasa karena jarak kostan dekat, kita tidak memerlukan motor jadi aku jual saja."

Dennis terdiam, dia merasa tidak enak hati dengan semua kebaikan Raya padanya. Maafkan aku Ray.

Butuh waktu 20 menit untuk sampai ke sana, Raya yang belum melihat isi kostan itu pun tercengang saat membukanya, begitu juga dengan Dennis.

"Satu buah kasur berukuran kecil, satu lemari yang ada, jalan ke toiletnya sempit banget, ukuran kecil untuk kita berdua Mr Amnesia. Dan, aku sudah membayar tiga bulan ke depan." gumam Raya dengan mata menyisir seluruh ruangan sempit itu.

Dennis mengulim senyuman, "Memangnya kau tadi tidak melihatnya dulu Ray?"

"Tidak!! Karena murah, otakku gak bisa mikir."

"Berarti ini akan membuat hubungan kita lebih dekat." gumam Dennis dengan senyuman tipis.

"Hah!"

Terpopuler

Comments

Aidah Djafar

Aidah Djafar

🤦modus aja nih bang denis 😀kontrakan kecil bikin hubungan kebih dekat katanye 🤦🤣🤣🤣

2023-04-06

0

lina

lina

🤣🤣 begitu lah cewe denger murah y sikat

2022-12-06

0

sella surya amanda

sella surya amanda

lanjut

2022-09-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!