Bab.3 (Dennis Atmajasalim)

Keesokan pagi

Raya terbangun di ranjang rumah sakit, dokter telah melakukan operasi penyambungan kembali tulang lengannya, dan kini lengannya telah terpasang gips.

"Astaga, kalau aku di sini terus, aku tidak kerja dan kuliah, terus gimana caranya aku bayar perawatan di rumah sakit?" gumam Raya menatap langit langit kamar yang berwarna putih.

"Kau tenang saja, masalah biaya, pria yang menabrakmu yang bertanggung jawab," ujar pria amnesia menyibak gorden berwarna pink dan membawa segelas air. Dia menyimpannya di rak samping ranjang beserta obat milik Raya.

"Dan soal pekerjaan, aku yang akan menggantikanmu bekerja di kafe itu, aku sudah bicara pada bosmu dan mereka mengerti asal ada yang mau menggantikanmu."

"Benarkah? Kenapa bos baik hati padamu? Sedangkan padaku dia tidak."

Pria itu mengerdik, seraya mengangkat kepala Raya agar bersandar pada sandaran ranjang

"Mungkin karena aku tampan," kelakarnya lalu mengambil gelas beserta obatnya dan memberikannya pada Raya.

Raya mengulum senyuman, itu memang benar, pria itu memang tampan, postur tubuhnya juga sangat proporsional, dengan kedua manik meneduhkan.

"Kenapa? Kau mengakuinya, ‘kan?" ujarnya saat melihat Raya yang menatapnya tanpa berkedip.

"Ih, apaan! Percaya diri sekali kau Mr. Amnesia."

Dan di belahan sisi kota lain, berita hilangnya CEO muda rumah sakit mewah milik Healtystarr Grup, Dennis Atmajasalim, telah santer diberitakan, kepolisian sudah dikerahkan untuk mencarinya, dan beberapa orang sewaan yang di perintahkan keluarga Atmajasalim. Pemilik perusahaan farmasi terkemuka di tanah air, dan memiliki 20 mitra rumah sakit mewah yang tersebar di berbagai kota.

Bahkan menjadi pembicaraan hangat antara suster di rumah sakit di mana Raya terbaring.

“Andai saja aku tahu wajah dokter Dennis yang katanya seperti artis Korea.”

“Memangnya kalau kau tahu mau apa? Kau mau memeriksa setiap pasien kecelakaan bahkan yang sudah menjadi mayat sekalipun? Sudahlah ayo bekerja, urusan itu biar polisi yang menangani, lagi pula itu di Jakarta, mana mungkin Dennis berada di kota terpencil kayak di sini.”

Raya mendengar dengan jelas percakapan dua suster yang tengah berkeliling memeriksa pasien.

"Dennis Atmajasalim?" Raya menggelengkan kepalanya, benar apa yang dikatakan suster, "Tidak mungkin, ‘kan? Orang dia dokter di Jakarta, mana mungkin bisa kemari."

Sementara pria tanpa nama itu sudah pergi menggantikan Raya bekerja di sebuah kafe kecil di pesisian kota, kafe yang ramai oleh siswa siswa sekolah maupun anak anak kuliah, karena harganya cukup ramah di kantong mereka.

Pemilik kafe tentu saja senang, dari pertama kali dia datang dan memberitahu akan menggantikan Raya bekerja. Dia tahu jika pria tampan itu akan menarik perhatian para pengunjung dengan paras dan memiliki tubuh tinggi tegap.

Tak harus menunggu lama, hari ini juga dia bekerja paruh waktu dengan melakukan semua pekerjaan yang dilakukan oleh Raya. Mulai dari membersihkan meja, mencuci piring dan mengantarkan makanan.

"Ternyata begini pekerjaan Raya, cukup melelahkan. Ditambah dia juga harus berangkat kuliah setelahnya."

Perasaannya pun mulai berkembang, diam-diam dia mengagumi Raya yang pekerja keras dan baik hati. Juga mengkhawatirkannya saat Raya sakit dan kelelahan. Pria itu berdiri di depan mesin kasir dan memikirkan Raya.

"Apa yang kau pikirkan, heh?" tanya Ambar, pemilik kafe.

"Tidak, aku tidak memikirkan apa pun! Tapi apakah aku boleh minta tolong?"

"Apa? Apa yang kau butuhkan, Tampan?" Ambar mulai berani menggodanya.

"Bisakah kau meminjamiku uang? Aku membutuhkan uang untuk memperbaiki sesuatu."

Ambar terlihat berpikir, lalu dia tersenyum dan memberikan pinjaman.

"Karena kau sangat tampan dan rajin, aku akan memberimu pinjaman, tapi setelah pekerjaanmu selesai."

Pria bertubuh tegap itu mengulas senyuman yang membuat Ambar semakin semangat. Setelah pekerjaannya selesai, dia pun kembali menemui Ambar.

Ambar menepati janjinya dengan memberikan pinjaman padanya, dia juga memperbolehkannya bekerja sampai Raya sembuh total.

Hari berganti hari, Raya sudah diperbolehkan pulang dan pria itu tetap bekerja di kafe menggantikannya. Hubungan keduanya semakin akrab, terlebih pria tanpa nama itu menebus sepeda motor miliknya di bengkel menggunakan uang pinjaman dari Ambar.

"Benar-benar pilih kasih! Dia memberimu pinjaman sebanyak itu?" ujar Raya menyuapkan ayam crispy yang dibeli Mr. Amnesia. "Ambar itu terkenal pelit! Tapi dia bisa luluh padamu, Mr. Amnesia."

Pria itu tergelak, "Tapi dia menyuruhku bekerja full time, Raya, dan itu sangat menguntungkan bagi kita. Cepatlah sembuh! Agar kita bisa bekerja di tempat itu sama sama!" ujarnya mengacak pucuk rambut Raya.

Raya bergeming dengan perlakuan manisnya, dia mengulum senyum dan mengangguk.

"Aku pergi bekerja dulu ya," ujarnya dengan mencuil hidung Raya.

Lagi lagi Raya mengangguk, kali ini ada rona kemerahan dari pipinya karena pria itu semakin hangat saja.

Tak lama Mr. Amnesia pergi bekerja, dia juga menggunakan sepeda motor milik Raya agar bisa menghemat ongkos. Dan tidak membutuhkan waktu lama, dia telah sampai di kafe.

Pengunjung semakin banyak, bukan hanya anak anak sekolah dsn mahasiswa, namum juga teman teman Ambar yang sengaja ingin melihatnya.

Namun dia tentu saja tidak peduli, yang dia pikirkan sepanjang bekerja yaitu wajah manis Raya, yang tertawa renyah dan cemberut atau bahkan meringis saat tangannya yang sakit.

"Woi! Melamun mulu! Ini pesanan meja nomor 21," ujar Pak Deni mengagetkannya. "Mikirin Raya ya?" ujarnya lagi.

Pria itu hanya tersenyum, lalu mengambil nampan berisi kopi dan camilan untuk meja 21.

Langkahnya terhenti saat melihat sosok pria mengenakan setelan jas berwarna hitam yang tengah mengotak-atik ponsel, ada cincin berwarna hitam yang melingar di jarinya, dan sekelebat bayangan mobil menabrak pembatas jalan dan berguling-guling dengan cincin hitam yang terus berputar, lututnya tiba tiba melunglai dengan tangan bergetar sampai kopi di atas nampan itu hampir tumpah.

Pria yang tengah duduk itu mengenadahkan kepalanya, melihat ke arah kiri dan kanan lalu ke arahnya, sontak pria tanpa nama itu memutar tubuhnya ke belakang. Sampai kopi di atas nampan kembali tumbah.

"Kau tidak apa-apa?"

Kepalanya terasa berdenyut hebat, dia bahkan merasakan tubuhnya bergetar hebat dengan keringat yang bercucuran.

"Hei, kau tidak apa-apa?"

"Raya, bawa aku pergi dari sini! Aku mohon."

Raya yang sengaja datang untuk mengantarkan makan siang untuknya mengangguk, dan mengambil nampan dari tangannya, setelahnya dia membawa pria tanpa nama itu keluar dari kafe.

Pria yang duduk di kursi membulatkan mata saat sekilas melihat sepupunya yang hilang, dia segera bangkit dan mengejarnya.

"Dennis? Tidak mungkin."

Terpopuler

Comments

Aidah Djafar

Aidah Djafar

Deniskah namanya tuan amnesia🤔

2023-04-06

0

Embun Kesiangan

Embun Kesiangan

ada yg ngenalin😮lanjut

2022-09-06

1

TK

TK

fav sudah dari awal 👍

2022-09-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!