Bab.10( Bertemu Randi)

"Maksudku kita jadi tidak banyak mengeluarkan biaya untuk merawat tempat ini, tidak juga harus membeli banyak barang karena akan semakin membuat tempat ini semakin sempit." kelakarnya, dia mulai merapikan barangnya, "Dengan begitu aku bisa mengumpulkan uang untuk mmebantumu melunasi utangmu." imbuhnya lagi dengan melemparkan bantal lusuh keluar.

Orang ini benar benar apik, padahal bantal itu masih bisa di pakai, malah di buang sembarangan. Aku yakin dia itu mungkin orang kaya. Raya membatin, dengan terus memperhatikan Dennis yang kini membersihkan kaca jendela.

Setelah semua bersih dan tertata rapi, Raya membaringkan tubuhnya di atas kasur yang berukuran kecil, sedangkan Dennis duduk bersandar di lantai.

"Hari ini cukup melelahkan, aku ingin tidur!" gumam Raya, dengan kedua mata yang mulai meredup.

"Bersihkan dulu dirimu Raya, kau bisa mengotori lagi ranjang yang kau tiduri itu."

"Hoaah!"

Raya menguap, dia hanya menatap Dennis dengan mata yang semakin meredup. "Nanti saja Mr Amnesia, aku capek!"

Dennis mengulum senyuman, dia terus menatap wajah Raya yang semakin terlelap. Dia juga melepaskan sandal yang masih menempel di kakinya.

"Ray ... Aku akan keluar dan mencari makanan!"

"Huumm!!"

Dennis akhirnya keluar dari kostan itu, melihat koridor panjang dengan 10 pintu. Tampak sepi namun juga dia melihat pria yang mengetuk pintu dan wanita yang membuka pintu dengan penampilan yang terlihat berbeda. Dennis mengernyit, lalu mengedarkan lagi pandangannya ke arah lain. Beberapa wanita juga tengah saling bercanda di depan pintu kamarnya. Pakaian seksi dan riasan berlebihan di wajahnya.

"Apa Raya sengaja mencari tempat seperti ini agar kita berdua tidak lagi di grebek warga? Oh Raya ... Maafkan aku, lagi lagi aku membuatmu semakin kesulitan." gumam Dennis.

***

Beberapa hari kemudian

Pria dengan T-shirt berwarna hitam melajukan mobil dengan bersenandung riang mengikuti irama musik, wajahnya berseri seri bertanda dia sedang bahagia. Peresmian rumah sakit di kota xxx yang baru saja dia datangi sebagai wakil CEO telah sukses menuai pujian. Ketiadaan Dennis menjadi jalan lurus tanpa hambatan baginya untuk di akui di para pimpinan, kinerjanya pun cukup di perhitungkan karena tidak lagi ada saingan berat.

"Apa jadwalku selanjutnya Eve?" ujarnya pada Asisten pribadinya.

"Kunjungan ke beberapa lokasi, salah satunya ke klinik di jalan xxx."

"Lagi? Haruskah aku juga melakukan hal remeh itu lagi? Apa tidak cukup aku melakukan kunjungan ke tempat tempat begitu, pasar, puskesmas."

"Ayolah tuan Randi, kau memang harus melakukannya demi menarik simpati masyarakat, bukankah kau juga dokter dan tidak boleh pilih pilih. Walaupun kau bernaung di rumah sakit swasta milik keluarga. Keluarga Artajasalim sedang mengawasimu. Bukankah kau juga ingin menggantikan posisi tuan Dennis yang sudah tiada."

"Tutup mulutmu Eve!"

Seketika sentakan Randi membuat asisten pribadinya terbungkam, dia tidak lagi berani bicara apapun lagi. Tidak banyak yang tahu sifat asli dari Randi yang arogan dan juga seenaknya.

"Sekali lagi kau mengungkit Dennis di depanku! Kau aku pecat Eve! Dia sudah mati, kau ingat itu." sentaknya lagi.

Ckitt!

Pedal Rem terdengar mencekit saat Randi hamoir saja menabrak seorang pedagang yang tengah melintas, beruntung dia tidak mengenainya. Pedagang itu terkaget dan hampir terjungkal ke belakang.

"Pedagang sialan! Hampir saja." umpat Randi, dia membuka kaca jendela dan melongo keluar.

"Kau tidak punya mata. Hah?"

Kebetulan yang tidak pernah di duga sebelumnya, Dennis yang memiliki kebiasaan yang entah sejak kapan dia melakukannya, melintas di sana. Rutinitias lari pagi sebelum berangkat ke kafe selama tiga bulan dia melakukannya.

"Bapak tidak apa apa?" tanyanya dengan menarik pria paruh baya yang masih terlihat kaget itu, dia juga menarik gerobak dagangannya ke tepi jalan.

"Apa terluka?"

Pria itu menggelengkan kepalanya, Dan Randi hampir tidak bisa mengerjapkan kedua matanya saat melihat siapa yang berdiri di depan mobilnya.

"Dennis?"

Begitu juga Eve, asisten pribadi Randi hang juga mengenal Dennis, menatapnya tak percaya dengan tangan menutup mulutnya.

"Tuan Dennis!" gumamnya pelan.

Dennis menatap mobil putih dengan plat luar kota, dia tetap menunggu sampai pengendara keluar untuk bertanggung jawab atau sekedar minta maaf.

Randi dengan cepat keluar dari mobil, dia ingin memastikan bahwa pria itu benar benar Dennis.

Deg

Kedua pria itu kini saling berhadapan, saling menatap satu sama lain.

"Dennis?"

Dennis mengernyit, dia sama sekali tidak mengingatnya. Tapi kewaspadaannya selalu tinggi setelah terakhir ada orang yang mengikutinya.

"Maaf? Apa aku mengenalmu?"

Randi memegang bahunya, namun Dennis menepisnya, membuat Randi tersulit emosi.

Bugh!

Dia memukul wajah Dennis dan mengenai bibirnya hingga sobek.

"Hei! Kenapa kau memukulku? Aku tidak mengenalmu dan aku bukan Dennis." kilahnya karena dia memang tidak ingat apapun.

"Kau masih hidup. Hah! Kau tidak mati dan kau mempermainkanku dengan pura pura mati?"

Bugh!

Randi kembali melayangkan pukulan pada Dennis, dan mengenai pelipisnya. Dia benar benar tersulut karena melihat Dennis masih hidup.

"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti."

Bugh!

Kali ini meleset, Dennis bisa menghindari pukulannya. Beberapa orang yang berada di sana melerainya, begitu juga dengan Eve yang menghalangi tubuh Randi.

"Hentikan! Kau akan membuat reputasimu buruk Tuan Randi, semua orang melihatmu sekarang."

"Minggir! Aku akan menghabisinya lagi kali ini." ucapnya dengan mendorong Eve ke samping.

Dennis yang merasa dirinya terancam pun memilih lari dari sana saat semua orang menghalangi Randi kembali menyerangnya. Dia masuk kedalam kerumunan agar tidak ditemukan.

"Siapa dia? Aku benar benar tidak mengingatnya, apa dia...?"

Sekuat tenaga dia berlari pulang ke kostannya dan membuat Raya tersentak kaget saat melihatnya terluka.

"Ray?"

"Astaga, apa yang terjadi. Kau kenapa?"

"Aku tidak tahu! Tapi sepertinya orang itu mengenalku Ray ...!"

Raya mengambil kotak obat, menarik tangan Dennis dan menyuruhnya duduk dilantai, dia membersihkan darahnya terlebih dahulu. "Siapa dia yang kau maksud?"

"Aku tidak tahu! Dia tiba tiba memukulku dan mengatakan hal yang tidak aku mengerti."

Raya mengernyit, memikirkan hal yang sama dengannya. "Orang yang pernah mengikuti kita?"

"Entahlah aku tidak tahu, aku berhasil kabur dan semoga dia tidak menemukan dimana kita tinggal Ray." Ujar Dennis dengan menyandarkan punggungnya di dinding.

Raya menempelkan plester yang sudah di olesi obat luka di pelipis matanya, dia juga mengolesi bibirnya. Menatap wajah Dennis yang saat itu memejamkan mata. "Siapa kamu sebenarnya Mr Amnesia?" gumamnya pelan.

Tiba tiba Dennis membuka kedua matanya dan menatap wajah Raya dan menghentikan tangannya yang masih berada di ujung bibirnya yang sobek. Dia menggenggam tangan kecil Raya dengan lembut, menatap kedua matanya dalam dalam.

"Aku tidak tahu Raya."

Terpopuler

Comments

Aidah Djafar

Aidah Djafar

kurang asem tuh c rendi 😡maen pukul aja 😡kenapa gk di tonjok balik sih den c kutu kupret rendi
dasar lucknut c rendi serakah bin tamak🤦
kesel aq 🤭😀kebawa emosi jadinye 😀😀😀

2023-04-06

0

lina

lina

bukan kaya lsgi, tp ceo

2022-12-06

0

Hennab

Hennab

mantap 👍👍

2022-10-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!