Hari ini rencananya Jingga akan bertemu dengan Ibunya Fahri, dia sengaja berdandan cantik untuk bertemu dengan calon mertuanya.
Jingga nampak berlenggak lenggok di depan cermin dengan memoleskan make up yang tebal, dan dia juga mengenakan pakaian yang seksi supaya lebih menarik perhatian orang yang melihatnya.
Bu Rima yang melihat anaknya sudah berdandan rapi pun memberanikan diri untuk bertanya.
"Kamu mau pergi kemana Nak? kelihatannya kamu sudah rapi dan terlihat sangat cantik," tanya Bu Rima.
"Aku mau ketemu sama calon mertua aku Bu," jawab Jingga dengan ketus.
"Jadi kamu sudah punya pacar ya? kenapa gak pernah di bawa kemari, Ibu dan Bapak juga kan pengen kenal sama calon menantu Ibu," ujar Bu Rima.
"Nanti aku bawa pacarku ke gubuk ini kalau sudah berubah menjadi istana," jawab Jingga.
"Kamu kok berkata seperti itu sih Nak?" ujar Bu Rima.
"Ibu mikir dong, aku malu kalau harus bawa pacarku ke gubuk derita ini, apalagi harus mengenalkan keluargaku yang miskin, jadi kalau ngomong itu pikir dulu !" teriak Jingga.
"Jingga, kamu tidak seharusnya berkata seperti itu kepada Ibu kamu !" teriak Pak Hasan.
"Apalagi kalau pacarku harus bertemu dengan Bapak yang ca*cat, aku akan lebih malu lagi. Sebaiknya aku segera pergi dari sini, daripada mood ku jadi berantakan gara-gara kalian," ujar Jingga dengan berlalu keluar dari rumahnya.
"Pak apa dosa kita, sehingga kita mempunyai Anak seperti Jingga," ujar Bu Rima dengan menangis.
"Astagfirulloh kok Ibu bilang seperti itu, istighfar Bu, mungkin ini ujian untuk kita," ujar Pak Hasan.
"Astagfirulloh..ampuni hamba Ya Allah, maaf Pak, Ibu khilaf," ujar Bu Rima.
"Kita sebagai orangtua harus selalu sabar ya Bu, bagaimanapun juga Jingga adalah anak kandung kita," ujar Pak Hasan mencoba untuk menenangkan Istrinya.
......................
Fahri kini sudah sampai di depan rumah tetangga Jingga yang diakui Jingga sebagai rumahnya.
Ketika Fahri hendak menekan bel, Jingga keburu datang untuk menghentikan Fahri.
"Sayang, kamu rupanya sudah datang ya," ujar Jingga dengan memeluk tubuh Fahri.
"Kamu darimana saja sayang? daritadi aku nungguin kamu lho," ujar Fahri.
"Aku tadi habis dari rumah tetangga nganterin sumbangan, kasihan mereka keluarga kurang mampu," ujar Jingga yang kembali berbohong.
"Aku bahagia sekali karena mempunyai pacar sebaik kamu," ujar Fahri dengan mengelus lembut kepala Jingga.
"Kan sudah kewajiban kita untuk saling membantu sayang," jawab Jingga.
"Kamu sudah membuat aku bangga sayang, kalau begitu ini hadiah untukmu," ujar Fahri yang memberikan sebuah kartu ATM kepada Jingga.
"Tapi sayang aku gak enak menerimanya, setiap bulan kamu juga selalu memberikan aku uang," ujar Jingga.
"Aku ikhlas memberikan semuanya kepada kamu, kamu kan calon Istri dan Ibu untuk anak-anakku kelak," ujar Fahri, sehingga Jingga berhambur memeluk kekasihnya tersebut.
"Makasih ya sayang, aku beruntung banget deh bisa memiliki kamu," ujar Jingga dengan mengambil kartu ATM yang diberikan Fahri.
Untung saja tadi Fahri belum sempat menekan Bel rumah Bu Desi, kalau aku telat sedikit saja pasti kebohonganku akan terbongkar, batin Jingga.
Akhirnya Fahri melajukan mobilnya menuju Restoran milik Ibunya.
Sesampainya di restoran, Fahri dan Jingga yang nampak serasi pun menjadi perhatian para pengunjung. Angga yang pada saat itu kebetulan sedang makan siang di sana pun terkejut melihat Jingga.
Angga bukan tertarik dengan Jingga yang cantik, tapi dia mengamati Jingga karena heran sebab Jingga mengenakan pakaian yang sama dengan pakaian yang pernah ia berikan untuk Mentari.
"Bro biasa aja loe kalau lihat cewek cakep," sindir salah satu teman Angga.
"Gue tuh lihat pakaiannya, kenapa bisa pakaiannya sama persis dengan gaun yang pernah gue berikan kepada Mentari," jawab Angga.
"Mungkin bajunya emang sama, wajar kan?" ujar teman Angga.
"Tapi gak mungkin ada yang bisa nyamain karena gue pesannya khusus dari luar negri," ujar Angga.
"Udah mending loe makan aja, apa spesialnya sih Mentari sampai loe tergila-gila sama dia," ujar teman Angga.
"Loe gak tau aja daya tarik cewek lugu, dia itu polos Bro, dan gue suka yang polos, karena pasti dia orangnya gak macem-macem," ujar Angga.
"Iya deh terserah loe aja Ga," ujar teman Angga yang malas untuk berdebat.
Mentari yang melihat Jingga dan Fahri berjalan dengan bergandengan pun kembali merasakan sesak dalam dada nya, sehingga tidak terasa airmata Mentari lolos begitu saja.
Mengapa hatiku terasa sakit seperti tertusuk ribuan duri, sadar Mentari kamu itu gak pantas untuk bersanding dengan mas Fahri, batin Mentari.
Bu Asih yang melihat Mentari menitikkan airmata pun kini berhambur untuk memeluknya.
"Kamu kenapa sayang? apa kamu sedih karena melihat Fahri berjalan dengan perempuan lain?" tanya Bu Asih dengan mengelus lembut kepala Mentari.
"Ibu, maaf saya permisi dulu," ujar Mentari dengan mengelap airmata yang jatuh di pipinya.
"Tunggu Mentari, Ibu tau kalau kamu menyukai Fahri anak Ibu, dan Ibu juga berharap Mentari menjadi menantu Ibu," ujar Bu Asih.
"Maaf Bu, karena saya sudah lancang mengagumi anak Ibu, tapi saya tidak pantas untuk mas Fahri, dan tidak mungkin juga saya merebut pacar Kakak saya sendiri," ujar Mentari.
"Apa? jadi Jingga adalah Kakak kandung Mentari?" tanya Bu Asih yang merasa terkejut mendengar penuturan Mentari, karena selama ini Fahri selalu bercerita jika orangtua Jingga adalah pengusaha kaya yang sering bolak-balik ke luar negri.
Bu Asih akhirnya menemui Fahri yang sudah membawa Jingga masuk ke dalam ruangannya.
Jingga dan Bu Asih kini bersalaman, tapi Bu Asih menatap tidak suka kepada Jingga yang berpenampilan menor dan seksi.
"Bu pacar aku cantik kan," ujar Fahri dengan mengajak duduk Jingga.
"Cantik saja tidak cukup Fahri, cantik wajah bisa saja di dapatkan dengan perawatan, tapi tidak dengan cantik hati," sindir Bu Asih.
"Jingga juga gadis yang baik Bu, dia sangat dermawan, bahkan dia selalu memberikan bantuan kepada tetangganya yang kurang mampu," ujar Fahri.
"Apa bisa kami menemui orangtua kamu Jingga?" tanya Bu Asih.
"Maaf Bu, orangtua saya sekarang masih berada di luar Negri mengurus perusahaan yang berada di sana," jawab Jingga.
Bu Asih kini menelpon seseorang untuk membawakan minuman ke dalam ruangannya.
Sesaat kemudian Mentari mengetuk pintu serta mengucapkan Salam sebelum dia masuk ke dalam ruangan Bu Asih untuk mengantarkan minuman.
Wajah Jingga berubah menjadi pucat ketika melihat Mentari, dia merasa ketakutan karena ternyata Adiknya bekerja di Restoran milik calon mertuanya.
Sial, kenapa Mentari bisa bekerja di sini sih, bisa terbongkar semua kebohonganku, batin Jingga.
Mentari terlihat menundukkan wajahnya ketika menata minuman di meja.
"Bu, Mentari permisi dulu," ujar Mentari.
"Tunggu Nak, sebaiknya Mentari duduk di sini dulu sebentar," ajak Bu Asih.
Sehingga saat ini terjadi ketegangan di dalam ruangan tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
fahri nemu badut rombeng dr mn
2023-10-21
1
N. M. Aksan
semakin seru.
2022-10-30
1
Syhr Syhr
Eh....jujur kali kalimatnya. 😮
2022-10-22
1