...Janganlah pernah membalas kejahatan dengan kejahatan juga, lebih baik diam karena diam adalah emas....
......................
Sesampainya di rumah, Mentari langsung menaruh karung hasil mulungnya di belakang rumah.
Jingga yang melihat Mentari memanggul karung rongsokan pun langsung menertawakannya.
"Loe emang pantes jadi pemulung Mentari, baju kamu aja udah lusuh begitu, mana bau keringat lagi," ledek Jingga.
Mentari sebenarnya tersulut emosi mendengar ejekan dari Jingga, tapi dia berusaha untuk menahan nya, karena dia tidak mau membuat kedua orang tuanya sedih.
Astagfirulloh, berikan kesabaran kepada hamba Ya Allah, Mentari gak mau membuat Bapak dan Ibu sedih jika mendengar Mentari dan Kak Jingga ribut, ucap Mentari dalam hati.
Sehingga akhirnya Mentari menjawab ejekan Jingga dengan senyuman.
"Ngapain kamu malah senyum? dasar manusia aneh," ujar Jingga dengan berlalu masuk ke dalam kamar karena merasa tidak dihiraukan oleh Mentari.
Tuh kan benar, kalau kita sabar dan tidak membalas kejahatan seseorang, orang itu pasti bakalan malu sendiri, bener kata pribahasa jika diam adalah emas, siapa tau kalau aku diam terus lama-lama menjadi berlian, batin Mentari mencoba untuk menghibur diri sendiri.
"Mentari ternyata sudah pulang ya? kasihan kamu pasti cape ya sayang harus seharian kerja banting tulang demi membantu ekonomi keluarga, maafkan Ibu ya Nak, karena sebagai orangtua kami belum bisa membahagiakan Mentari," ujar Bu Rima dengan meneteskan airmata.
"Ibu jangan bicara seperti itu, Mentari ikhlas kok melakukan semuanya, selagi Mentari mampu, Mentari akan terus berjuang untuk keluarga ini," ujar Mentari dengan memeluk tubuh Ibunya.
"Ibu sangat bangga mempunyai anak sebaik Mentari, sebaiknya Mentari gak usah mulung juga ya, Ibu kasihan kalau mendengar Mentari menjadi bahan ejekan, apalagi tadi Ibu sempat mendengar Jingga juga mengejek Mentari," ujar Bu Rima.
"Gak apa-apa Bu, meskipun banyak yang mengejek Mentari yang penting mentari tidak merugikan mereka, dan Mentari juga gak minta makan sama mereka juga kan, sayang aja Bu kalau botol bekasnya di buang, mending kita daur ulang, lumayan juga kan buat nambah-nambah penghasilan," jawab Mentari.
"Iya sayang makasih banyak ya atas semua pengorbanan Mentari," ucap Bu Rima.
"Ibu gak usah bilang terimakasih terus, kan memang kewajiban seorang anak membantu orangtuanya, Mentari bisa menjadi seperti ini juga berkat Ibu dan Bapak, jadi seharusnya Mentari yang mengucapkan terimakasih, karena jasa Ibu dan Bapak tidak akan pernah bisa terbalaskan oleh apa pun juga, walau Mentari memberikan seluruh isi Dunia ini," ujar Mentari dengan tersenyum.
Seandainya Jingga juga mempunyai hati yang baik serta pikiran yang dewasa seperti Mentari, Ibu pasti akan merasa lebih bahagia, batin Bu Rima.
"Kok Ibu malah bengong sih, yuk kita masuk, Ibu sudah makan belum? kebetulan tadi Mentari bawa sisa makanan dari Restoran," ujar Mentari yang merangkul bahu Ibunya untuk masuk ke dalam rumah.
"Assalamu'alaikum Pak," ucap Mentari ketika melihat Ayahnya yang sedang memperbaiki kursi roda, kemudian Mentari langsung mencium punggung tangan Bapaknya tersebut.
"Wa'alaikumsalam sayang, kamu sudah pulang Nak," ucap Pak Hasan.
"Iya Pak, kenapa Pak dengan kursi roda nya, kok bisa sampai rusak?" tanya Mentari.
"Tadi Bapak tidak hati-hati ketika mencari rongsokan di tempat pembuangan sampah, makanya rodanya jadi bengkok," ujar Pak Hasan berbohong kepada Mentari.
Maafin Bapak Mentari karena sudah berbohong, sebenarnya ini adalah ulah Kakakmu karena Bapak tidak dapat memenuhi keinginannya untuk membeli baju baru, makanya Jingga mendorong Bapak sampai kursi rodanya menabrak tembok, batin Pak Hasan.
"Mentari kan sudah bilang Pak, kalau Bapak diem aja di rumah jangan mencari rongsokan ke tempat pembuangan sampah lagi, Mentari gak mau kalau Bapak sampai celaka," ujar Mentari dengan memeluk tubuh Pak Hasan.
"Iya Nak besok Bapak gak bakalan cari rongsokan ke sana lagi, paling Bapak bantuin Ibu jagain warung aja," ujar Pak Hasan.
"Ya sudah kalau begitu kita makan dulu ya Pak, kebetulan Mentari tadi bawa makanan sisa dari Restoran," ujar Mentari dengan membantu membopong tubuh Pak Hasan karena kursi roda nya belum selesai diperbaiki.
Jingga kini keluar dari kamarnya dengan uring-uringan karena dia belum memiliki gaun pesta untuk acara perpisahan di Sekolahnya.
"Aku nyesel karena terlahir menjadi anak orang miskin seperti kalian ! teriak Jingga.
"Kak Jingga, tidak seharusnya Kakak berbicara seperti itu, harusnya Kakak bersyukur karena masih mempunyai orangtua yang begitu menyayangi Anak-anaknya," ujar Mentari dengan menahan emosi dalam dadanya.
"Apa kamu bilang? aku harus bersyukur? kamu pikir aku bahagia punya orangtua yang ca*cat dan tukang mulung seperti mereka !" bentak Jingga.
"Memangnya apa yang Kakak mau saat ini sehingga dengan teganya Kakak melukai perasaan Ibu dan Bapak?" tanya Mentari.
"Aku ingin gaun pesta untuk acara perpisahan Sekolahku nanti, apa kamu mampu membelikanku gaun bagus dan mahal?" tanya Jingga.
"Jadi hanya karena sebuah gaun pesta Kakak sampai tega berbicara seperti itu kepada orangtua yang sudah membesarkan kita? baik kalau begitu tunggu sebentar aku akan mengabulkan keinginan Kakak," ujar Mentari yang kini mengambil paper bag pemberian Angga.
"Ini Kakak ambil, tapi aku harap ini yang terakhir kali Kakak menyakiti hati Ibu dan Bapak," ujar Mentari dengan memberikan Paper bag yang berisi gaun pesta pemberian dari Angga.
Jingga pun mengambil lalu membuka paper bag tersebut.
"Wah bagus sekali gaunnya, coba aja dari tadi kamu ngasih gaun ini, pasti aku gak bakalan dorong Bapak sampai kursi rodanya rusak karena nabrak tembok, kamu dapat darimana? ini bukan hasil men*curi atau jual di*ri kan?" tanya Jingga yang sudah berbicara seenaknya.
PLAK
Kini satu tamparan dari tangan Mentari mendarat di pipi Jingga.
"Jaga bicara Kakak, aku tidak serendah itu, dan jangan berani-beraninya Kakak melukai Ibu atau Bapak lagi, karena kalau sampai aku mendengar atau melihat Kakak melakukannya lagi, maka aku tidak akan segan-segan melakukan hal yang lebih nekad lagi !" ujar Mentari yang kini sudah tidak dapat lagi menahan amarahnya.
"Bu lihat anak kesayangan kalian, dia sudah berani menampar pipi Jingga yang mulus ini," ujar Jingga.
"Kamu memang pantas mendapatkannya Jingga, selama ini kamu sudah bersikap semena-mena terhadap kami," ujar Bu Rima.
"Kenapa sih kalian tidak pernah membelaku? apa kalian tidak menyayangiku?" teriak Jingga.
"Kakak bilang kami tidak menyayangi Kakak? Kakak coba pikir, kalau Ibu atau Bapak tidak menyayangi Kakak mereka tidak akan mati-matian banting tulang mencari rezeki untuk menghidupi kita, dan mereka juga tidak akan menuruti keinginan Kakak yang bersikeras untuk melanjutkan Sekolah ke SMA padahal biayanya sangat mahal, Kakak tau sendiri kan untuk makan sehari-hari saja kita kekurangan? harusnya Kakak bersikap dewasa !" ujar Mentari.
"Kalian tenang saja, setelah aku mendapatkan ijazah, aku akan pergi ke Jakarta untuk bekerja, dan aku akan membayar semua yang telah kalian keluarkan untuk menghidupiku !" teriak Jingga dengan masuk ke dalam kamar lalu membanting pintu dengan keras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Noviyanti
jingga tidak boleh begitu..
2022-10-28
1
Noviyanti
wahh begitu ya.. kalo kebanyakan diam nanti disangka bisu lagi. hhehe
2022-10-28
1
N. M. Aksan
bikin emosi nih, Jingga.
2022-10-20
1