Bukan Salah Cinta
Seorang pria terlihat begitu kacau dengan penampilannya penuh dengan darah. Pria tersebut terus saja menangis seraya mendorong brankar yang di mana seorang wanita bersimbah darah tergulai kaku.
Air matanya tidak berhenti luruh, mulutnya tidak hentinya merancau memanggil nama wanita di atas brankar itu.
“Arini, istriku bangun sayang. Jangan tinggalkan aku. Hiks ... hiks ... Arini! Kau dengarkan? Aku mohon bangun!”
Percuma! Teriakannya tidak membuat wanita yang ia panggil Arini itu bangun. Matanya masih saja terpejam dengan rapat.
Hingga tubuh pria itu ditahan agar tidak masuk ke dalam ruangan IGD. Ini membuat dirinya semakin berteriak histeris layaknya seorang yang kehilangan akalnya.
“Arini! Arini! Jangan tinggalkan aku Arini!”
"Tidak!!"
Yuda terbangun dari tidurnya. Napasnya begitu terengah-engah turun-naik. Bahkan keringat begitu membasahi sekujur tubuhnya. Lagi-lagi Yuda bermimpi kejadian itu. Kejadian yang sampai saat ini masih membekas di hati dan ingatannya.
Mimpi buruk itu selalu saja menghantui di setiap tidurnya. Seolah-olah mimpi itu sengaja ingin mengingatkan dirinya. Seolah-olah mimpi itu melarang dirinya untuk hidup normal seperti dulu.
Yudatama adalah seorang duda beranak satu sekaligus pengusaha terkenal di bidangnya. Sekitar empat tahun lalu ia harus kehilangan istrinya Arini.
Kecelakaan yang ia dan istrinya alami membuat Yuda berada di dua pilihan yang membalut ia dilema. Pilihan pertama ia memilih istrinya berarti ia harus kehilangan anaknya. Pilihan kedua ia memilih anaknya itu berarti ia harus rela kehilangan istrinya.
Bagi Yuda ini bukanlah pilihan, karena keduanya sama-sama sangat ia cintai. Namun permintaan Arini membuat Yuda harus memilih menyelamatkan anaknya dan merelakan istrinya meninggalkan mereka untuk selama-lamanya.
Tidak ingin larut dalam mimpi buruknya itu, Yuda memutuskan untuk beranjak secepatnya memulai beraktivitas kerjanya setidaknya, itu mampu mengalihkan pikirannya.
Saat dirinya sudah rapi dengan setelan kerjanya ia segera ke bawah menuju meja makan. Dari anak tangga ia bisa melihat anak perempuannya yang sudah berusia empat tahun tengah duduk dan tersenyum ke arahnya.
“Good morning, Dad.”
“Good morning, Tuan Putri,” balas Yuda lalu mengecup kening Rena dengan hangat.
Tidak banyak obrolan di antara ayah dan anak itu. Ini selalu sukses membuat Rena kesepian ia merindukan sosok Mommy-nya. Mommy yang tidak pernah ia ketahui keberadaannya.
Tiba di kantor bukannya pikirannya teralihkan ini justru membuat pikirannya semakin kacau. Apalagi sekretarisnya sudah dua hari ini mulai ambil cuti melahirkan. Terpaksa sebagai gantinya Boy sang asisten merangkap dua pekerjaan dan ini membuat tidak efesien.
Semua jadwalnya berbenturan bahkan bisa dibilang kacau.
“Boy, buat iklan lowongan kerja. Sepertinya aku membutuhkan sekretaris baru. Kamu sudah mulai tidak becus! Semua jadwalku berantakan.”
“Maafkan saya Tuan. Saya akan buat iklan sekarang juga mengenai lowongan kerja.”
“Bagus! Sekarang pergilah! Aku ingin sendiri.”
Tanpa berkata-kata Boy langsung pergi meninggalkan Yuda. Ia merutuki dirinya karena merasa gagal tidak bisa jadi asisten yang bisa diandalkan oleh tuannya itu.
Sementara di dalam ruangan Yuda kembali teringat mendiang istrinya. Ia membuka laci lalu mengambil sesuatu dari dalam laci. Sebuah foto berukuran 10 x 20 centimeter menunjukkan sebuah foto wanita yang sedang tersenyum. Terlihat cantik dan anggun. Ya, foto itu adalah mendiang istrinya Arini.
Yuda mengelus foto itu dengan perasaan yang tidak bisa dideskripsikan lagi. Rindu, hancur dan terpuruk menjadi satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan sampai detik ini. Rasa cintanya terlalu besar kehilangan istri yang paling dicintai membuat gairah hidupnya hilang. Seolah-olah terkubur dengan jasad sang istri.
“Sayang. Apakah di sana kau merindukanku? Sama seperti yang aku rasakan? Di sana kau melihat betapa terpuruknya aku. Rena... dia selalu menanyakan kamu, ia selalu bilang ingin bertemu denganmu. Aku harus bagaimana sekarang?”
Yuda menghela napas berat. Ia sadar istrinya sudah tiada dan tidak mungkin bisa hidup kembali dan hidup bersama dengan dirinya juga dengan Rena anaknya. Saking belum bisa menerima kepergian Arini, Yuda tidak pernah mengatakan pada Rena jika Mommy-nya sebenarnya sudah tiada. Sudah berbeda kehidupan dengan mereka. Sungguh ia sama sekali tidak memiliki keberanian.
***
“Aaah,” teriak histeris seorang gadis dan sukses membuat temannya yang sedang merangkai bunga terkejut.
“Rania! Bisa gak kamu gak teriak! Suaramu masuk semua ke gendang telingaku,” keluh sang teman Fitri namanya. Tidak lupa Fitri mengusap-ngusap telinganya yang terasa tuli beberapa detik.
“Sorry, Fit. Habis aku senang Banget,” jawabnya dengan terus tersenyum.
“Apaan, sih. Seneng kenapa kamu? Gak Biasanya!” ujar Fitri lalu kembali melanjutkan merangkai bunga pesanan costumer.
Rania yang saat itu dalam posisi berdiri ia langsung saja duduk di sebelah Fitri lalu memperlihatkan sebuah iklan lowongan kerja.
“Lihatlah! Ada lowongan Kerja dan ini sangat cocok untukku.”
Rania meskipun orang tidak punya tapi ia berhasil menyelesaikan kuliahnya dengan lulusan terbaik. IPK 4,00. Dan salah satu cita-citanya ia ingin bekerja di perusahaan besar dan tentunya layak bagi seorang lulusan dengan IPK sempurna itu.
Meksipun ia tahu IPK tinggi tidak menjamin dirinya diterima. Terbukti ia melamar di lima perusahaan besar ia ditolak mentah-mentah dengan alasan penampilannya tidak menarik.
Rania marah tiap kali mendapatkan penolakan kerja. Ia marah karena justru penampilan yang dinomor satukan sedangkan otak dinomor sekiankan. Apakah berpenampilan baik tanpa otak yang cerdas bisa memajukan sebuah perusahaan? Padahal menurut Rania yang terpenting itu otak yang bisa diajak kerja.
“Belum nyerah? Nanti kalau ditolak uring-uringan lagi. Aku pula jadi sasarannya.”
Bukan tanpa alasan Fitria berkata seperti itu karena memang setiap Rania ditolak ia pasti selalu membawa kekesalannya sampai ke toko bunga dan Fitri yang dapat sasaran empuk kekesalan Rania.
“Jangan buat aku pesimis duluan, dong. Doain kek, kali ini berhasil,” ujar Rania dengan sedikit cemberut.
“Gitu aja ngambek! Iya aku doain kali ini kamu berhasil biar aku gak kena kekesalan kamu lagi.”
Rania pun tersenyum mendengar ucapan Fitri dan memeluknya dengan sayang. Setelah keduanya selesai merangkai bunga pesanan, Rania yang bertugas mengirim bunga pun segera berangkat. Tidak lupa map yang berisi CV lamaran miliknya akan ia kirim ke alamat perusahaan mataplace terkenal itu.
Karena rumah customer jaraknya lebih jauh dari perusahaan mataplace membuat Rania memilih untuk singgah di perusahaan terlebih dahulu. Baru setelahnya ke rumah customer.
Seperti biasa ia akan menitipkan pada satpam atau resepsionis yang bertugas.
Rania merasa lega karena ia sudah menyerahkan CV lamaran kerjanya. Ia berharap esok bisa mendengar berita baik sehingga memutuskan usahanya untuk terus dan terus mengirim CV lamaran kerja.
Di saat semua orang mengirim secara online, hanya Rania yang langsung mengirim CV lamarannya ke perusahaan tersebut. Hampir saja satpam yang tadi diamanahkan menyerahkan CV lamaran Rania membuang ke tong sampah. Yuda menahannya.
“Apa yang kau buang, Sep?” tanya Yuda dengan nada suara dinginnya.
Satpam itu terkejut Saat mendengar suara atasnya itu. Dengan tergugup-gugup Satpam itu menyerahkan map cv lamaran.
“I-ini su-surat lamaran kerja, Tuan.”
"Kenapa kamu buang?"
Pertanyaan Yuda tidak dijawab, hanya gerak tubuh satpam itu yang menjawab dan saat ini satpam sangat takut ia takut kena marah dan kelakuan dirinya selama ini as ju akan terbongkar. Selalu membuang CV lamaran kerja yang dititipkan padanya.
Dengan sinisnya, Yuda mengambil map itu lalu meminta pada Boy agar melihat isi CV itu.
Boy membelakakn matanya saat kedua matanya melihat sesuatu yang membuat ia syok. Untuk memastikan Boy mengucek kedua matanya namun tetap sama jika yang ia lihat itu sungguhan. Selepas itu Boy menyerahkan pada Yuda untuk melihatnya.
“Tuan lihatlah ini!” titah Boy seraya memperlihat apa yang Boy lihat.
Yuda pun tak kalah terkejutnya saat melihat isi CV tersebut. Hingga didetik berikutnya Yuda meminta pada Boy untuk memasukkan ke dalam list calon sekretaris yang akan di interview.
Senyum yang hampir empat tahun lamanya hilang kini mulai sedikit terlihat dan itu berkat sebuah CV lamaran kerja.
“Aku menemukanmu!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments