Tanggung Jawab

Rania terus terisak di bawah selimut sana. otaknya mikir keras mengingat apa yang sebenarnya terjadi malam itu. Kenapa tiba-tiba dirinya dalam keadaan seperti ini. Yuda yang merasa pusing mendengar suara tangisan Rania yang terdengar semakin berisik saja.

"Kamu bisa diam, gak? Ini masih pagi, jangan sampai suara tangisanmu membuat Rena terbangun," sungut yuda dengan tak hentinya menutup telinga.

"Saya gak bisa berhenti menangis, Tuan. Saya... saya... pusing mengingat kejadian semalam. Gak mungkin kan kita tidur bareng."

Yuda berdecak. "Kamu bilang tidak mungkin? Kamu masih belum percaya Jika semalam kamu menggoda saya dan harus berakhir di atas panjang. Apa ini tidak cukup bukti?"

"Terus sekarang Rania harus gimana? Kalau itu beneran terjadi, apa yang harus Rania katakan?"

Rania menangis dengan tertunduk dan wajahnya ia tutupi oleh telapak tangannya. Yuda yang melihat merasa ingin tertawa sendiri. Sungguh Wanita di sampingnya ini teramat polos.

"Kamu tenang saja, saya pasti tanggung jawab karena saya pria sejati dan bertanggung jawab. Jadi stop menangis, sekarang lebih baik kamu bangun terus mandi wajib semalam soalnya kita udah lewati malam yang panas."

Dalam hati, Yuda ingin sekali tertawa terbahak-bahak. "Setelah mandi jangan lupa belajar jadi ibu baik, buat sarapan dan bangunkan Rena buat sekolah. Saya mau tidur lagi semalam saya kelelahan. Ternyata kamu seorang yang memiliki nafsu besar," ujar Yuda seraya kembali tidur dengan memunggungi Rania.

Dengan masih terisak Rania membuka suara protes. "Anda jangan menipu saya, Tuan."

Yuda berbalik badan. "Nipu apa saya ke kamu?"

"Mana mungkin saya seperti yang Anda katakan tadi. Saya tidak merasa seperti itu."

Yuda yang awalnya sudah merebahkan tubuhnya kini ia kembali bangun lalu menatap tajam Rania. Sementara itu Rania langsung memalingkan wajahnya.

"Kalau kamu tidak percaya, mari kita mengulang adegan panas seperti semalam."

Rania tercengang hingga kedua matanya membulat dengan sempurna. Saat Rania menoleh pada Yuda ingin melayangkan protes. Tanpa Rania sadari jika Yuda berada dekat dengannya. Hingga wajah mereka hampir saja saling bersentuhan.

"Aku tidak...."

Perkataan Rania tertahan di udara. Saat jarak mereka begitu sangat dekat. Keduanya saling diam membius. Lalu mereka langsung saling tatap menatap.

'Demi apa? Ini ja-jantungku kenapa berdebar cepat gini? Aku... aku... Ah, tidak!'

"Kenapa diam? Kamu terpesona kan dengan ketampananku?"

Mendapatkan pertanyaan itu Rania langsung mendorong cepat tubuh Yuda.

"Sana! Jangan dekat-dekat saya!"

Tubuh Yuda sedikit terhuyung karena mendapatkan dorongan kuat dari Rania. "Tadi kamu bilang tidak percaya, Ya, udah kita ulangi lagi buat kamu ingat."

"Tuan gak waras, gila, sinting!"

Rania tidak peduli meskipun ia mengatai atasannya dengan kata-kata kasar. ia sudah tidak peduli. Pasalnya menurut Rania, Yuda ke terlalu. Dengan mudahnya mengatakan hal yang menurut Rania teramat mamalukan itu.

Yuda tertawa keras, tawanya Yuda terdengar mengejek di telinga Rania.

"Tuan kenapa malah tertawa? Ini gak lucu, Tuan."

Yuda tidak berkata-kata lagi. Ia sibuk tertawa. Lalu Rania pun memilih untuk pergi namun ia bingung bagaimana caranya pergi jika dirinya tidak memakai baju sementara di dalam kamar ada Yuda. Tidak mungkin jika dirinya ke kamar mandi setengah telanjang. Tidak apa-apa jika Yuda adalah suaminya. Lah ini suami juga bukan.

Rania lalu memiliki ide. Ia akan melilitkan selimut di tubuhnya. Sial entah beruntung saat selimut ditarik Rania malah tidak sengaja melihat Yuda . hanya memakai celana pendek saja sontak Rania kembali berteriak.

"Aaaa." teriak Rania seraya menutup matanya.

"Kenapa teriak lagi, sih? Kenapa juga main tarik selimut. Ah saya tahu, kamu mau lihat tubuh sixpack punya saya? Bilang dari tadi."

"Ah, dasar mesum! otak kotor!"

***

Setelah drama tadi di kamar bersama Yuda kini Rania memilih turun dan hendak memasak. Selama memasak ia tidak hentinya menangis. Ia menangisi dirinya sendiri karena sudah berbuat di luar batas. Ia malu kini kehormatan yang selakuia jaga harus terenggut, ia merasa jadi seorang wanita kotor.

Saking tidak bisa menahan rasa sedihnya, Rania sampai berjongkok seraya menangis. Tubuhnya bergetar hebat.

Bi Ijah yang kebetulan hendak ke dapur terkejut melihat Rania tengah menangis. Bi Ijah pun menghampiri Rania.

"Non ada apa? Kenapa menangis?" Bi IJah khawatir.

Rania tidak menjawab ia masih menangis. Tak lama kepala Rania mendongak. "Maaf, Bi. Saya tidak apa-apa."

Rania berdiribdsn kembali melanjutkan memasak.

'Ampuni Rania Ya Allah. Rania sudah menghancurkan kehormatan pada pria yang belum halal untuk Rania. Ibu, Bapak maafin Rania. Kalian pasti sedih tahu aku sepeti ini,' batin Rania pilu.

Bi Ijah menatap heran Rania karena kini Rania malah melamun. Bi Ijah pun menatap penuh takjub pasalnya ia begitu mirip Arini, Nyonya besar yang sudah lama meninggal.

Bi Ijah sibuk dengan pemikirannya begitu pula dengan Rania. Hingga tangan tanpa sadar jari Rania tergores pisau dan ia langsung memekik kesaktian.

"Subhanallah, aw. Sakit."

Bi Ijah yang kaget mendengar jeritan Rania langsung tersadar dari lamunannya. Bi Ijah melihat tangan Rania berdarah.

"Nona tangannya.... saya ambilkan obat dulu." Baru saja Bi Ijah memutar tubuhnya untuk mengambil kotak p3k Yuda datang dan langsung mengulum jari Rania yang terluka.

"Ambil kotak p3k, Bi," titah Yuda.

"Ba-baik."

Bi Ijah pun kembali melanjutkan niatnya untuk mengambil kotak p3k. Mendapatkan perlakuan manis dari Yuda membuat hati Rania sedikit menghangat. Matanya pun tidak mau lepas ndari Yuda yang masih mengulum jarinya, menghentikan darah di jari agar tidak terus keluar.

'Perasaan apa ini?'

Terpopuler

Comments

Elfrina Binelka

Elfrina Binelka

up lg ya thor

2022-11-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!