Bab 2. NYATA

Rania senang bukan kepalang saat dirinya baru saja pulang kerja sudah disuguhkan berita yang bisa membuat ia jingkrak-jingkrak kegirangan. Tentu saja tingkah Rania mendapatkan perhatian dari ibunya—Sari yang merasa aneh Dengan tingkah anak perempuan satu-satunya ini.

Bukannya mengucapkan salam, Rania malah memilih berteriak histeris seraya memegangi tangan ibunya dan mengajak sang mama berputar-putar. Sari yang mulai merasa pusing karena diajak berputar-putar secepatnya meminta Rania untuk menghentikan aktivitas berputar-putarnya.

“Rania, stop! Mama pusing,” keluh Sari seraya memanjakan matanya saking pusing.

Rania yang menyadari keteledorannya langsung meminta maaf dan mengakhiri berputar-putar rianya.

“Maaf, Mama,” sesal Rania lalu membawa Sari agar duduk di kursi.

“Masih pusing?” tanya Rania dengan perasaan khawatir. Ia melupakan sesuatu jika mamanya memiliki penyakit migren angkut. Dan dengan sembrononya ia malah mengajak sang mama berputar-putar.

Sari yang masih memejamkan mata dan memijat kepalanya menggeleng pelan. Menandakan jika dirinya baik-baik saja. Namun Rania tidak percaya sebab sang mama selalu pintar menyembunyikan sesuatu.

“Jangan bohong, Ma. Kita ke rumah sakit saja, ya.”

“Tidak perlu. Mama baik-baik saja. Sungguh.”

Kali ini Sari berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Ia memilih untuk menahan rasa sakit di kepalanya ketimbang membuat anak satu-satunya ini merasa khawatir.

Dengan tersenyum Sari bertanya pada Rania apa gerangan yang membuat Rania begitu senang. Sampai-sampai ia pulang lupa tidak mengucapkan salam.

“Ada apa, sih, pulang-pulang udah histeris kegirangan gitu,” tanya Sari yang memang sedari awal merasa penasaran.

"Ma, besok aku mau interview. Rania harap kali ini berhasil, doain Rania, ya, Ma."

"Mama selalu mendoakan yang terbaik untuk kamu, Rania. Tanpa kamu minta pun."

Bagi Rania, Sari adalah sosok Mama idaman. Dari mamanya ia belajar menjadi seorang wanita mandiri. Meskipun hidup mereka tidak bersama sosok ayah karena ayahnya lebih memilih tinggal bersama dengan wanita selingkuhannya yang kaya raya.

Kadang Sari pun heran kenapa wanita selingkuhan suaminya itu lebih memilih suaminya yang notabene tidak memiliki apa-apa.

Keesokan harinya.

Tidak ingin mendapatkan kesan bad looking, membuat Rania berinisiatif untuk sedikit merias wajahnya. Ya, meskipun ia tahu dirinya sama sekali tidak memiliki keahlian di bidang melukis wajah dengan aneka mekap sama seperti yang selalu Fitri--temannya lakukan. Namun mencoba tidak masalah bukan?

Di tengah aktivitas Rania yang berusaha menyulap wajahnya jadi lebih baik datanglah Sari. Awalnya biasa baru saat Rania membalikkan tubuhnya lalu memperlihatkan mahakaryanya sungguh membuat Sari Syok berat.

"Ma, lihat, deh, bagus 'kan? Aku terlihat cantik kan?"

Sari menoleh karena panggilan Rania padahal niat awalnya hanya ingin mengambil cucian di kamar putrinya itu.

"Astaghfirullah," pekik Sari bahkan tubuhnya sampai terjatuh beruntung jatuhnya di atas ranjang Rania.

Rania yang melihat mamanya terjatuh langsung saja beranjak dan menghampiri Sari.

"Mama kenapa? Mama baik-baik saja 'kan?" tanya Rania yang khawatir berat.

Sari memegangi dadanya, jantungnya masih berdegup dengan kencang saking terkejutnya. Setelah dirasa detak jantungnya normal kembali Sari langsung menatap Rania dengan tatapan tak percaya.

"Kamu kenapa, Rania? Apa pula itu yang kamu tempelkan di wajahmu? Hapus!"

Rania refleks memegangi wajahnya. Dia belum 'ngeh' maksud dari perkataan Sari.

"Memang kenapa dengan wajah Rania, Mama?"

"Kamu kaya badut, kaya ondel-ondel. Hapus!"

Rania yang paham arah pembicaraan Sari langsung protes. Karena bagi Rania ini bagus. Bibirnya dipakaikan warna merah cabai, belum lagi bedaknya super tebal. Huh, Rania, Rania.

"Ini bagus, Ma. Kali aja Rania lolos karena udah berpenampilan good looking kaya gini," bangga Rania dengan percaya diri.

Sari hanya bisa menepuk jidatnya sendiri merasa heran dengan tingkah anaknya ini. Kapan anaknya bersikap dewasa? Pantes saja meskipun usianya sudah dua puluh lima tahun belum pernah sekalipun pacaran.

Boro-boro pacaran baru ada yang mau PDKT alias pendekatan saja langsung lari terbirit-birit. Ampun!

"Kalau penampilan kamu kaya gini, baru buka pintu ruangan saja kamu langsung diusir dan ditolak!"

Rania cemberut, akhirnya ia pun memilih mendengarkan perkataan Sari. Dengan bantuan Sari, Rania pun menghapus Mekap di wajahnya itu.

Beberapa menit kemudian penampilan Rania sudah seperti biasanya. Lalu ia pun pamit, Rania ingin datang on time setidaknya kesan pegawai rajin eh ralat calon pegawai rajin akan ia sandang.

Rania berangkat menggunakan motor miliknya, motor yang sudah menemaninya selama kurang lebih lima tahun terkahir ini. Meskipun sudah jadul tetap sangat berguna bagi Rania.

Tiba di perusahaan Mataplace YT group, Rania secepatnya memarkirkan motornya secara sembarang. Satpam yang melihatnya memanggil Rania agar membenarkan posisi motornya. Demi apa? Rania berpura-pura tidak mendengar teriakkan satpam. Ampun deh!

Dengan napas terengah-engah karena dari tempat parkir sampai ke tempat resepsionis ia berlari. Alasannya karena jika ia tidak lari pasti akan tertangkap oleh satpam lalu akan menyita waktunya.

"Maaf, Mbak. Aku mau tanya ruang untuk interview di mana, ya?" tanya Rania.

Resepsionis itu menatap penampilan Rania dari atas sampai bawah. Merasa ditatap sampai sedemikian rupa membuat Rania tidak suka.

"Mbak, Mbak gak dengar, ya? Ruangan untuk interview di mana? Aku kemarin di telepon dan diminta datang untuk melakukan interview."

Meskipun tatapan wajah resepsionis itu sedikit terlihat tidak menyangka. Mungkin saja karena penampilan sederhana Rania mereka heran ia bisa langsung diinterview.

Padahal tidak ada yang salah dengan Rania, dia cantik dan pintar. Ya, jika masalah berpakaian ia memang sangatlah sederhana.

"Ada di lantai sepuluh. Setelah sampai lurus terus belok kanan. Di sana tempat interviewnya."

"Makasih, Mbak."

Setelah mendapatkan tempatnya Rania langsung berlari. Sebab saat di telepon jam delapan harus sudah ada di tempat. Padahal tadi ia berangkat pagi-pagi sekali, sayangnya kebiasaan mogok motornya itu membuat Rania terlambat.

Dengan terburu-buru karena mengejar waktu Rania tidak memperhatikan jalan. Hingga tanpa tahu dari arah mana datangnya tiba-tiba saja Rania bertabrakan dengan seseorang hingga tubuhnya terpental dan terjatuh ke lantai.

"Aww, sakit!"

"Jalan pakai mata, dong!"

Setelah memaki seperti itu, orang yang tidak sengaja Rania tabrak pergi begitu saja tanpa sedikitpun menolongnya. Iya, Rania akui dirinya yang salah. Tapi... setidaknya tunjukkan rasa empatinya karena melihat dirinya terjatuh bukan malah memakinya.

"Sombong! Huh. Siapa, sih dia? Sayang sekali aku gak bisa lihat wajahnya. Kalau lihat wajahnya aku kasih tanda biar kalau aku lolos interview dan kerja di sini aku kasih dia pelajaran."

Dengan rasa sakit dan jengkel melebur jadi satu. Rania pun kembali melanjutkan langkahnya menuju lantai sepuluh. Setelah kejadian ini sudah dipastikan dirinya tidak akan datang on time.

Sementara itu orang yang tadi bertabrakan dengan Rania malah terlihat tersenyum-senyum sendiri. Senyum itu terlihat oleh orang yang sedari tadi berada di sampingnya.

"Kau lihat bukan? Ini nyata, aku bisa melihatnya kembali."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!