Pukul 00.00 wib
Dering handphone milik Rania menggema di kamarnya. Rania yang baru saja memejamkan mata hendak tidur terpaksa harus terbangun lagi. Padahal susah payah ia mendatangkan rasa kantuk. Di saat rasa kantuk menyerang malah diganggu oleh sebuah panggilan.
Awalnya Rania tak acuh, membiarkan saja teleponnya terus berdering. Ia pikir nanti juga akan mati sendiri. Iya kali tengah malam seperti ini ada yang menelepon. Kurang kerjaan!
Sayangnya, harapannya tinggal harapan. Saat telepon miliknya kembali berdering dan ini sudah yang ketiga kalinya.
Rania menggeram kesal.
"Astaghfirullah! Siapa sih malam-malam ganggu orang tidur?! Heran, kaya gak ada hari esok saja," gerutu Rania seraya meraih handphone di atas nakas.
Tanpa sedikitpun melihat ke layar, bahkan ia mengangkat teleponnya begitu asal. Rania langsung memaki-maki orang yang menelepon itu.
"Hai! jam di rumahmu mati, ya? Pantesan saja tengah malam gini ganggu orang tidur aja."
"Aku di bawah. Secepatnya kamu turun."
Tut.... Tut...
Rania langsung terbangun. Ia terkejut saat mendengar suara orang di balik telepon sana. Orang yang saat ini sudah membuat hidupnya kacau. Orang yang mungkin saja akan mengisi separuh hidupnya.
"Tuan Yuda."
Tidak salah lagi. Ia sudah hapal betul suara atasnanya itu. Secepatnya Rania beranjak. ia hendak mengintip dari balik jendela. Ternyata bener saja mobil atasannya ada di luar.
"Ya Tuhan. Akan ada drama apa lagi ini?"
Tak lama handphone miliknya kembali berdering. Dan nama Yuda tertulis di sana.
"Tuh, kan. Dia nelpon lagi."
Dengan ragu Rania mengangkat teleponnya.
"Ha-Halo...."
"Kamu bisa gak kalau aku perintahkan langsung nurut? Udah angkat telepon lama dan sekarang aku suruh kamu ke sini pun lama? Cepat ke sini! Se-ka-rang!"
Saking keras suara Yuda di balik telepon sana, ia sampai menjauhkan handphone dari telinganya. Setelah Yuda berhenti mengomel Rania kembali mendekatkan handphone ke telinga.
"Untuk apa, Tuan. Ini sudah tengah malam."
"Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan sama kamu."
"Besok kan bisa, Tuan? Kenapa harus sekarang?"
"Putriku menangis. Dia ingin bertemu kamu!"
"Rena menangis? Dia kenapa?"
"Tadi kan aku sudah bilang. Anakku terus nanyain kamu."
Rania tidak tega jika menolak. Sungguh entah kenapa ia sudah terlanjur sayang sama Rena. Baginya Rena adalah anaknya.
"Aku siap-siap dulu."
"Tidak perlu!"
"Yang benar saja, Tuan. Masa aku harus pakai baju tidur. Aku juga perlu izin sama Ibu."
"Mau pakai baju tidur, mau enggak tidak akan ada bedanya. Pokoknya aku kasih sepuluh menit hanya untuk izin ke ibu."
Tut ... Tut ..
lagi-lagi sambungan telepon diputuskan secara sepihak. Dan anehnya Rania tidak pernah menolak apa yang diintruksikan oleh Yuda.
"Menyebalkan!"
***
Kini Rania sudah berada di rumah Yuda lebih tepatnya di kamar Rena. Benar saja saat dirinya tiba ia mende Rena menangis seraya menyebut Mommy. Hatinya tak tega, ia tidak bisa bayangin ada di posisi Rena. Hidup tanpa sosok ibu.
Meksipun tidak berbeda jauh dengan dirinya, dirinya pun hidup tanpa sosok ayah. Bahkan ia tidak tahu bagaimana rupa sang Ayah. Menyedihkan.
Rena kini sudah tenang berada di pelukan Rania. Bahkan kini ia tertidur dengan lelapnya. Tatapan Rania terus tertuju pada Rena seraya terus mengelus rambut Rena.
Tadi, saat Rena nangis ia terus meracau agar dirinya tidak meninggalkan dirinya lagi. Rania tahu pasti Rena merindukan sosok ibu di sampingnya.
Dan hal ini membuat ia yakin untuk menikah dengan Yuda. Setidaknya dirinya bisa jadi ibu sambungan untuk Rena. Ia akan memberikan segenap kasih sayang dan cinta untuk Rena.
"Nanti kalau Mommy sudah nikah sama Daddy, Mommy akan terus di sini. Bersama Rena. Rena jadinya tidak kesepian lagi," Rania berucap sendiri lalu mengecup kening Rena.
Tanpa Rania sadari jika sedari tadi Yuda tengah memperhatikan dirinya. Ia menatap Rania dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments